Rizal Ramli Nilai Pemerintah Naikkan Defisit Anggaran saat Corona: Supaya Bisa Ngutang Lebih Besar
Seorang Ekonom Senior, Rizal Ramli mengungkapkan alasan pemerintah Indonesia menaikkan defisit anggaran di tengah corona.
Penulis: Febia Rosada Fitrianum
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Seorang Ekonom Senior, Rizal Ramli mengungkapkan alasan pemerintah Indonesia menaikkan defisit anggaran di tengah pandemi virus corona.
Hal tersebut disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube Indonesia Lawyers Club, Selasa (21/4/2020).
Rizal Ramli menjelaskan, pelebaran defisit anggaran negara hanya sebagai pembenaran dalam perekonomian Indonesia.
Di mana pemerintah memutuskan untuk menaikkan defisit anggaran menjadi 5 persen dari minus 3 persen.
Baca: Sebelum Corona, Rizal Ramli Sebut Indonesia Sudah Alami Krisis Ekonomi: Tetapi Seolah Stabil
Baca: UPDATE Corona di 34 Provinsi, Rabu 22 April 2020: 283 Kasus Baru di Indonesia, DKI Jakarta Tertinggi
Rizal Ramli menuturkan, apabila ekonomi berjalan dengan baik, pemerintah tidak akan menaikkan defisit anggaran negara.
"Sebetulnya ini hanya alasan yang dicari-cari untuk menjustifikasi," terang Rizal Ramli.
"Memberikan alasan bahwa budget defisit bisa ditingkatkan dari minus 3 persen GDP ke 5 persen."
"Karena kalau ekonominya masih positif, tidak ada alasan untuk menaikkan budget defisit menjadi 5 persen," tambahnya.
Kemudian Rizal Ramli menyebutkan, selagi ada corona, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan defisit anggaran.
Hal itu diputuskan agar dapat meminjam uang dengan angka yang lebih besar.
Bagi Rizal Ramli, pemerintah saat ini hanya mengandalkan cara untuk berutang.
Padahal ada langkah lain yang bisa diambil dalam menstabilkan kondisi ekonomi tanah air.
"Mumpung ada corona, kita tingkatkan budget defisit supaya bisa ngutang lebih besar," jelas Rizal Ramli.
Baca: Rizal Ramli Sebut Pemerintah Sibuk Tepis Isu Corona daripada Lakukan Antisipasi
Baca: Politikus Demokrat Sebut Hilang Fungsi Etika DPR Jika RUU Cipta Kerja Dibahas Saat Pandemi Corona
"Otaknya ini 'kan cuma ngutang, ilmunya itu nggak lebih dan nggak kurang," lanjutnya.
Rizal Ramli menambahkan, Indonesia sudah mengalami krisis ekonomi sebelum ada pandemi virus corona.
Namun dirasakan seolah-olah ekonomi Indonesia stabil, terlebih di nilai tukar.
Hal tersebut menurut Rizal Ramli karena ditopang oleh pinjaman.
Di mana pinjaman itu semakin besar dengan bunga semakin tinggi.
Rizal Ramli menuturkan, bunga yang didapatkan hampir di atas 7 persen.
Padahal, bunga pinjaman di negara lain jauh di bawah Indonesia.
"Sebelum ada corona kita sudah mengalami krisis, tetapi seolah-olah ada stabilitas terutama di dalam nilai tukar," jelas Rizal Ramli.
"Karena apa? di-dopping terus dengan pinjaman yang makin lama makin banyak dengan bunga yang lebih tinggi."
"Rata-rata waktu itu hampir di atas 7 persen, negara lain jauh lebih rendah," imbuhnya.
Baca: Menteri Agama Setuju Larangan Mudik Diterapkan di Awal Ramadan, agar Tak Ada Rencana Pulang Kampung
Baca: Jokowi Larang Mudik, Menteri Agama Minta Tetap di Rumah: Mudaratnya Lebih Banyak Dibanding Manfaat
Pemerintah pusat selama ini membuat situasi ekonomi Indonesia seperti baik-baik saja.
Ternyata, Rizal Ramli menjelaskan utang luar negeri Indonesia semakin besar.
Peningkatan itu tidak dibarengi dengan penambahan pengeluaran yang sangat kecil.
Ekonomi di Indonesia masih tetap berada di angka 5 persen.
"Nah seolah-olah ada kesan everything is fine, everything is okay," tutur Rizal Ramli.
"Tapi utang luar negerinya naiknya besar sekali peningkatan output sangat rendah, stuck di 5 persen," tandasnya.
Rizal Ramli juga menyampaikan, pernah berbincang dengan sejumlah pedagang di beberapa pasar.
Yakni Tanah Abang dan Glodok, para penjual mengaku telah mengalami penurunan pendapatan.
Penurunan itu telah dirasakan sejak tiga tahun terakhir, yaitu mulai tahun 2017, 2018, hingga 2019.
Padahal, menurut pengakuan para pedagang, mereka tak pernah mengalami kondisi seperti ini.
Baca: Sepi Job, Presenter Richard Ricardo Jualan Masker untuk Survive di Tengah Pandemi Virus Corona
Baca: Data Terbaru Corona di Jawa Timur 22 April 2020: Ada 5 Kota/Kabupaten Zero Kasus Covid-19
Para pedagang mengaku, mengalami kesulitan saat di akhir masa pemerintahan Ir Soekarno serta di awal era kepemimpinan Soeharto.
"Saya bicara dengan asosiasi Tanah Abang, Glodok, dan lain lain rata-rata penjualan sudah drop sejak tahun 2017, 2018, dan 2019," terang Rizal Ramli.
"Saya pernah tanya, rata-rata 56 tahun pernah nggak mengalami kondisi gini."
"Mereka bilang hanya sekali pada masa akhir Bung Karno dan awal Bung Harto," tambahnya.
(Tribunnews.com/Febia Rosada)