Cerita Dokter Cecillia Young di Garis Depan Perangi Covid-19
Cerita dokter muda Cecillia Young yang ikut terjun ke garis depan hadapi wabah virus corona
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - dr. Cecillia Young, seorang dokter di RSUD Balaraja, Provinsi Banten, membagikan pengalamannya dalam menangani pasien yang terkait dengan virus corona atau Covid-19.
Ia mengaku miris melihat banyak rekan sejawat atau tenaga medis berguguran ketika berada di garda terdepan berhadapan dengan Covid-19.
Baca: Hukuman Unik untuk Pelanggar Karantina di Solo dan India: Diinapkan di Rumah Hantu, Masuk Ambulans
Angka kematian tenaga medis pun terbilang banyak.
Melihat angka kematian tersebut, Cecillia mengatakan dirinya sampai merasa seperti sedang terjadi 'pembunuhan massal'
"Dukanya mungkin ketika melihat sejawat kami banyak yang gugur padahal mereka juga pahlawan. Sedih sekali melihatnya, kok seperti ini?" ucap Cecillia.
"Tapi kembali lagi, kita bukan Tuhan yang menentukan hidup matinya seseorang. Kita tidak bisa menyalahkan Covid-19 ini untuk kematian sejawat-sejawat kami," kata dokter yang juga seorang Violist itu.
Baca: Kanada Kedatangan Impor 1 Juta Masker dari China, Tapi Tidak Bisa Digunakan
Tribun pun sempat melakukan wawancara mendalam terkait perjuangan para tenaga medis di garis depan dalam memerangi Covid-19
Berikut petikan wawancara lengkap Tribun dengan dokter Cecillia Young.
Sejauh ini sudah menangani berapa banyak pasien positif Covid-19 di RSUD Balaraja?
Kalau di RSUD Balaraja pasien positif hasil Rapid Test ada sekitar tujuh orang. Tapi pasien itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, seperti swab tenggorokan.
Jadi beberapa itu kemarin juga negatif sih hasil swab tenggorokan itu. Sejauh ini pasien akan dikeluarkan kalau swab-nya negatif. Yang dilakukan Rapid Test itu hanya pasien dengan gejala.
Kalau setelah tes positif, belum tentu itu positif. Karena Rapid Test itu hanya pada antibodi. Kalau antibodi itu muncul hasilnya 7-14 hari.
Tanggapan Anda tenaga medis yang rentan mendapat diksriminasi?
Menjadi tenaga medis adalah membantu orang lain ada covid-19 ataupun tidak ada covid-19.
Memang banyak masyarapakat yang menganggap Covid-19 ini sangat negatif.
Saya sebenarnya bingung kenapa. Mungkin penyebabnya kasus yang terus meningkat di seluruh dunia, jadi masyarakat pada takut.
Panic attack. Kami tenaga medis lebih tahu untuk pencegahan Covid-19.
Ada tidak proses dekontaminasi untuk tenaga medis yang menangani pasien Covid-19?
Kalau misal dekontaminasi bukan berarti kita disemprot-semprot disinfektan seperti itu.
Cuma kan kita pakai hazmat, baik di tempat covid maupun tidak kami disarankan pakai APD level dua. Karena di Jabodetabek zona merah.
Jadi hazmat kami pasti kita letakkan di rumah sakit untuk dilakukan pembersihan, minimal banget menggunakan UV.
Karena beberapa hazmat ini bisa reuse, jadi bisa dilakukan pembersihan.
Dipastikan tenaga medis itu steril setelah menangani pasien positif Covid-19?
Jelas dong steril. Karena kalau kita tidak seperti itu, ya gawat dong. Kami kan mengerti kalau misalnya penularan Covid-19 ini melalui droplet yang bisa menempel di benda atau di udara.
Biasanya sebelum pulang ke rumah harus mandi dulu kalau di rumah sakit. Jadi sebelum pulang dari rumah sakit kita harus memastikan kalau kita sudah bersih.
Bisa Anda ceritakan suka duka sebagai orang yang berada di garda terdepan berhadapan dengan Covid-19?
Dukanya, miris melihat kondisi yang seperti ini, kasus terus bertambah. Mendengar sejawat kami banyak yang meninggal, sedih banget.
Rasanya, seperti istilahnya pembunuhan massal. Istilahnya kok sejawat kami pun banyak yang berguguran.
Tuhan yang menentukan hidup matinya seseorang. Kita tidak bisa menyalahkan Covid-19 ini untuk kematian sejawat-sejawat kami.
Kalau sukanya, senang makin banyak angka pasien yang sembuh. Itu kelegaan tersendiri.
Dan kita juga semua tenaga medis berjuang benar-benar maksimal. Overtime lah istilahnya untuk penanganan kasus Covid-19 ini.
Mencegah penularan, edukasi pasien. Terutama di edukasi soal Covid-19 ini sekarang.
Apa pesan Anda kepada pasien yang kemudian diizinkan pulang?
Tetap menjaga diri. Banyak mengkonsumsi vitamin, terus juga tidak boleh merasa rentan karena pernah terinfeksi virus Covid-19 ini. Jaga kondisi psikologis, dan tetap lakukan social distancing.
Apa benar mereka yang sudah pernah kena Covid-19, imunitas tubuh mereka sudah kebal ketika sembuh?
Menurut kajian ilmiahnya bisa terkena lagi. Cuma namanya imunitas itu, antibodi, ini virus pastinya sudah ada beberapa strain yang sudah bergabung ketika mereka terinfeksi. Jadi masih rentan untuk tertular lagi.
Jadi harus imunitas tubuh mereka yang sudah sembuh dari Covid-19 itu dijaga lagi.
Konsumsi vitamin C, secara wajar. Jangan konsumsi asal-asalan juga.
Tanggapan orang-orang terdekat untuk Anda menangani pasien Covid-19?
Mereka lebih percaya kepada saya karena saya sudah menempuh pendidikan cukup lama, baik teori maupun praktik. Mereka percaya.
Khawatir itu boleh saja, asal tidak berlebihan. Khawatir berlebihan bikin kita jadi rendah diri, jadi takut.
Pesan dokter kepada masyarakat dalam penanganan Covid-19 ini?
Taati peraturan pemerintah, social distancing dan lainnya. Jangan bandel, kalau bisa di rumah saja, ya di rumah saja.
Kelihatannya orang-orang banyak yang bosan di rumah saja, tapi kasus ini meningkat terus lho.
Jadi harus mengikuti peraturan, jangan bebal. Tidak usah khawatir berlebihan juga. (tribun network/genik)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.