Cerita Perawat Pasien Covid-19 Tahan Dahaga di Balik Panasnya Baju Hazmat Selama 8 Jam
Samuel Salen perawat di Eka Hospital, Serpong, Tangerang, berbagi cerita dalam menangani pasien corona atau Covid-19.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Samuel Salen perawat di Eka Hospital, Serpong, Tangerang, berbagi cerita dalam menangani pasien corona atau Covid-19.
Ia mengaku meskipun dirinya menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap, rasa khawatir tertular Covid-19 selalu ada.
"Kita ketemu langsung dengan orang positif, pasti itu ada rasa takut, khawatir. Tapi ini panggilan profesi saya, bekerja untuk merawat orang yang sakit," kata Samuel saat ditemui Wartakotalive.com di Wisma Tamu Puspiptek, Setu, Kota Tangeang Selatan, Senin (27/4/2020).
Baca: 6 Gejala Baru Virus Corona: Nyeri Otot hingga Sakit Kepala
Ia hanya sedikit memberikan senyuman di balik penampilan yang rapih dan serius ketika berbincang dengan wartakotalive.com.
Samuel Salen merupakan sosok pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia berusia 29 tahun yang telah menjalani profesi sebagai perawat medis sejak 2015 lalu.
Bahkan, sinyal penugasan untuk merawat pasien infeksi corona telah diterimanya sebelum Pemerintah Indonesia mengumumkan kasus pertama corona pada 2 Maret 2020 lalu.
Baca: Sandi Uno Bagikan 10 Juta Masker di Daerah Zona Merah Covid-19
"Kami sudah disiapkan sekitar Februari (2020) akhir dan langsung ditempatkan disitu (Eka Hospital)," ucapnya.
Penugasan itu pun sempat menjadi dilema bagi dirinya dan juga keluarga tercintanya, terkhusus kedua orang tuanya.
Alasannya tak henti-henti keluarga yang tinggal jauh di bagian Timur Indonesia itu mengirim pesan akan kekhawatirannya terhadap Samuel.
Samuel bercerita, beribu pesan serta upaya disampaikan kepada kedua orang tuanya untuk dapat memberi restu dirinya bertugas.
Baca: Datascrip Donasikan Rp 100 Juta untuk Atasi Dampak Covid-19
Alhasil, upaya tersebut membuat luluh kedua orang tua beserta keluarganya.
"Begitupun orangtua, bukan dari saya saja, orangtua juga, dari keluarga juga. Mereka was was," katanya.
"Waktu pertama kali dapat kabar akan ditempatkan di situ saya juga konsultasi ke orang tua. Di situ pun orang tua kadang dilema, gimana kamu nak, ini pandemi besar," katanya.
"Tapi namanya panggilan tugas saya harus maju, saya minta dukungan dari orang tua. Mereka doakan, ikhlaskan artinya maju saja, kita didukung. Dan terasa sekali dukungan orangtua dan keluarga ke kita saat bertugas," lanjutnya.
Belum habis sampai disitu, tantangan baru pun harus dihadapinya saat dipastikan tugas pertamanya sebagai perawat pasien positif corona di pertengahan Maret lalu.
Sebab, saat tugas mulai dilaksanakan dirinya bersama perawat lain harus bertugas di tengah suasana yang kurang nyaman.
Alasannya, alat pelindung diri harus terus terpakai selama minimal delapan jam saat bertugas.
Banyak hal yang tak dapat diungkapkan dirinya saat bertugas mengenakan seragam kedap udara tersebut.
"Kita lebih sering pakai APD, APD itu lengkap dari keseluruhan dari baju hazmat, masker penutup kepala, sarung tangan, bot (sepatu). Nah itu yang dirasakan enggak bisa gantian jadi di pakai sepanjang bertugas," ungkap Samuel.
Baca: Achmad Yurianto: 1.000 Lebih Rumah Sakit Rujukan Telah Merawat Pasien Covid-19
"Kendalanya kalau siang panas, gerah itu yang sering dikeluhkan sama kami karena panas sekali. Sampai mau minum pun enggak bisa karena benar-benar dibatasin pergerakan juga," katanya.
"Makan minum tuh habis selesai shift (pergantian tugas) baru kita bisa lepas baju, lepas APD baru bisa makan minum," sambungnya.
Sebagai perawat medis, tentu keutamaan melayani pasien menjadi tanggung jawab dirinya.
Tak sedikit kisah yang didapatinya dalam merawat pasien positif corona, terlebih pasien tersebut didominasi orang lanjut usia (lansia).
Namun, atas dasar panggilan porfesinya ia pun rela untuk berjuang menyelamatkan nyawa pasien yang dirawatnya.
"Jenuh pasti ya. Kalau jenuh coba cari hal-hal distraksi gitu. Jadi keingat orangtua, doa juga dalam hati, saling menguatkan antar tim kami sambil bercanda. Biar rasa jenuh itu enggak ada cara seperti itu yang kami perbuat," katanya.
Di tengah situasi wabah virus corona, tenaga medis menjadi garda terdepan dalam penanganan pasien virus corona.
Tentunya, dukungan serta motivasi masyarakat menjadi senjata utama lara tenaga medis untuk tetap tegar merawat pasien positif corona di sela potensi besar tenaga medis terinfeksi virus corona. (m23).
Penulis: Rizki Amana
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Cerita Tenaga Medis Atasi Pengap Seragam APD dan Rasa Jenuh Selama Melayani Pasien Positif Corona