Pemimpin Gerakan Anti-lockdown di Carolina Utara Positif Virus corona, Jalani Karantina Mandiri
"Saya masih berada di ruang isolasi/karantina mandiri di rumah saya sesuai arahan departemen kesehatan distrik."
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, CAROLINA UTARA - Pandemi virus corona atau Covid-19 dirasakan dampaknya secara global, tak terkecuali negara adidaya Amerika Serikat.
Amerika Serikat juga terpaksa memberlakukan lockdown setelah melihat sebaran Covid-19 yang kian meluas dan menimbulkan angka kematian yang tinggi.
Baca: Kasus Infeksi Corona AS Tembus 1 Juta saat Negeri Paman Sam Ini akan Membuka Lockdown
Namun, kebijakan lockdown tersebut ditentang oleh sejumlah kalangan.
Mereka merasa lockdown membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Belakangan ini gerakan anti-lockdown terjadi di negara bagian Carolina Utara.
Gerakan tersebut kerap menggelar aksi unjuk rasa.
Baru-baru ini, kabar berhembus bahwa pemimpinnya malah terinfeksi virus corona.
Melansir Kompas.com, Audrey S Whitlock, pemimpin anti-lockdown tidak bisa mengikuti dua kali unjuk rasa yang dijadwalkan karena positif terjangkit virus corona.
Dilansir dari New York Post, Whitlock yang mengelola Halaman Facebook ReOpen NC memasuki masa karantina selama dua pekan yang berakhir pada Minggu (26/4/2020) setelah positif terjangkit virus corona.
Di halaman Facebook itu terdapat keterangan bahwa kebanyakan anggota gerakan anti-lockdown merupakan pemilik bisnis dan karyawan yang kehilangan pendapatan mereka sehingga tidak bisa memberikan hak-hak keluarga mereka.
"Kami bersama-sama menuntut aksi dari para pejabat," ungkap keterangan di grup tersebut.
Di dalam sebuah unggahan di Facebook, Whitlock menulis, "Saya akan mengambil sikap setiap hari sampai kita menjadi orang bebas lagi, untuk memperingatkan karena seseorang harus melakukan hal yang benar dalam menghadapi kesalahan."
Dia juga menulis tentang bagaimana pembatasan yang diberlakukan di tengah pandemi Covid-19 telah melanggar hak Amandemen Pertama serta hak Amandemen ke-5 dan 14.
Dia mengatakan dia 'dipaksa' memasuki karantina yang mana hal itu sebenarnya melanggar hak Amandemen Pertama.