Kemenpan RB Perpanjang Masa ASN Bekerja dari Rumah Hingga 29 Mei 2020
Kebijakan ini sebagai respon atas upaya pencegahan perluasan penyebaran virus corona atau Covid-19
Penulis: Mafani Fidesya Hutauruk
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk kembali memperpanjang pelaksanaan kebijakan Aparatur Sipil Negara (ASN) bekerja dari rumah ( work from home ) hingga 29 Mei 2020.
Kebijakan ini sebagai respon atas upaya pencegahan perluasan penyebaran virus corona atau Covid-19.
Baca: DPR Sahkan Perppu 1 Tahun 2020 Menjadi Undang-Undang, Hanya PKS yang Menolak
Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 19 Tahun 2020.
Surat tersebut berisi tentang Penyesuaian Sistem Kerja ASN Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Lingkungan Instansi Pemerintah.
“Diperpanjang hingga 29 Mei 2020, dan akan dievaluasi lebih lanjut menyesuaikan dengan keputusan Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 terkait status keadaan pandemi Covid-19 di Indonesia,” ujar Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Atmaji mengatakan, di dalam Surat Edaran Menteri PANRB tersebut dijelaskan bahwa pelaksanaan work from home dilakukan di rumah atau tempat tinggal dimana pegawai ASN tersebut ditempatkan atau ditugaskan pada instansi pemerintah.
Melalui Surat Edaran (SE) tersebut, diberitahukan pula agar Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) pada instansi pemerintah memastikan agar penyesuaian sistem kerja yang dilakukan di lingkungan instansinya tidak mengganggu kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Selain itu juga tidak mengganggu pelayanan kepada masyarakat.
Terkait dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), PPK pada instansi pemerintah diminta melakukan penyesuaian sistem kerja bagi ASN.
“PPK dapat menentukan ASN yang bertempat tinggal di wilayah PSBB untuk menjalankan WFH selama masa PSBB,” jelasnya.
Atmaji menjelaskan bahwa SE Menteri PANRB sebelumnya, yaitu Nomor 19 Tahun 2020 dan Nomor 50 Tahun 2020 masih tetap berlaku dan merupakan satu kesatuan dengan SE yang baru saja terbit ini, sampai dengan ditetapkannya kebijakan baru.
Baca: Eks Kapolda Bengkulu Positif Virus Corona, Mabes Polri: Tak Ada Kontak Langsung di Acara Sertijab
Perpanjangan WFH ini dilakukan dengan mempertimbangkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran (Covid-19) sebagai Bencana Nasional.
Serta Keputusan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.
Rencana Pemerintah Melonggarkan PSBB
Pemerintah menyiapkan formulasi dalam rencana pelonggaran (relaksasi) pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di masa Pandemi virus corona atau Covid-19.
Terdapat empat bidang atau kriteria dalam formulasi tersebut.
Baca: Update Corona Global Selasa 12 Mei 2020: Jumlah Infeksi 4,2 Juta, Rusia Laporkan Lonjakan Kasus
"Dalam upaya melakukan pelonggaran dan menyusun skenario, paling tidak gugus tugas akan beri empat kriteria, pertama upaya di bidang prakondisi yaitu sosialisasi, kedua berhubungan dengan waktu atau timing," ujar Ketua Gugus Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo usai rapat terbatas evaluasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Selasa, (12/5/2020).
"ketiga prioritas bidang apa termasuk daerah mana yang perlu dilakukan. Terakhir adalah koordinasi pusat dan daerah," katanya.
Dalam bidang prakondisi, lanjut Doni, nantinya akan ada kajian akademis yang melibatkan pakar, ulama, budayawan, dan tokoh masyarakat.
Sehingga kata Doni, nantinya ada perhitungan terukur dalam pelonggaran PSBB tersebut.
"Termasuk upaya gugus tugas untuk kerja sama dengan beberapa lembaga survei untuk dapat data akurat terutama pada 8 provinsi," katanya.
Setelah Prakondisi, Doni menjelaskan selanjutnya yakni masalah timing atau waktu pelonggaran PSBB tersebut.
Bila suatu daerah kurva penyebaran Covid-19 belum melandai, Doni mengatakan maka tidak akan diizinkan melonggarkan penerapan PSBB.
"Artinya apa? statusnya masih tetap tidak boleh kendor, justru harus meningkat kembali," katanya.
Timing juga berhubungan dengan kesiapan masyarakat.
Bila tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan tinggi, maka izin pelonggaran akan diberikan. \
Sebaiknya, lanjut Doni, bila tidak, maka PSBB tetap diterapkan.
"Kalau masyarakat tidak siap hal ini tidak mungkin dilakukan. timing ini juga bisa kita lihat dari tingkat kepatuhan masyarakat di setiap daerah yang akan dilakukan pelonggaran. manakala tingkat kepatuhan kecil, tentu kita tidak boleh ambil risiko," tuturnya.
Faktor atau bidang selanjutnya yakni prioritas.
Doni mengatakan akan dikaji prioritas pemberian izin pelonggaran PSBB tersebut.
Sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat.
"Prioritas apa yang harus kami lakukan, kami berikan baik kepada kementerian/lembaga termasuk kepada provinsi, kabupaten, kota," kata Doni.
Untuk bidang-bidang apa, apakah di bidang pangan khususnya pasar, restoran, dan juga mungkin berhubungan dengan kegiatan untuk menghindari masyarakat tidak di-PHK," ucap Doni.
Terkahir, faktor koordinasi pusat dan daerah.
Doni menjelaskan pelonggaran PSBB harus dikoordinasikan sehingga tidak ada penolakan dari daerah.
Baca: Waspada! Penyakit Ginjal dan Jantung Picu Kematian Tertinggi Pasien Corona
"Jangan sampai nanti diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya," kata Doni.
"Jadi koordinasi pusat daerah ini jadi prioritas kami," pungkasnya.
Update Virus Corona di Indonesia
Jumlah kasus Covid-19 atau virus corona di Indonesia masih menunjukkan penambahan.
Data yang dihimpun pemerintah hingga Selasa (12/5/2020) menyebut ada tambahan 484 kasus baru pasien positif corona di Indonesia dalam 24 jam terakhir.
Dengan demikian, total sudah ada 14.749 kasus pasien positif.
Pasien sembuh bertambah 182 orang, sehingga total kasus sembuh berjumlah 3.063 orang.
Adapun kasus kematian bertambah 16, sehingga total kasus kematian berjumlah 1.007 orang.
Demikian yang disampaikan juru bicara pemerintah penanganan Covid-19, Achmad Yurianto dalam konferensi pers siaran langsung di kanal BNPB, Selasa (12/5/2020).
Baca: Sebut THR Paling Lambat Diberikan H-7 Lebaran, Menaker Minta Gubernur Pastikan Pekerja Menerima
Sementara itu, rekor penambahan jumlah pasien terinfeksi virus corona atau Covid-19 di Indonesia terjadi pada Sabtu (9/5/2020) lalu.
Ada tambahan 533 kasus positif dalam waktu 24 jam terakhir.
Terkait hal itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Melki Laka Lena mengatakan strategi pengendalian terhadap Covid-19 oleh pemerintah harus dievaluasi dengan secara serius.
"Penambahan pasien Covid-19 yang masih tinggi cerminan berbagai strategi pengendalian perlu dievaluasi dengan serius," ujar Melki, ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (11/5/2020).
Baca: Dampak Corona, Wamenag Ungkap Mayoritas Pesantren Pulangkan Para Santri
"Dengan kata lain PSBB, social dan physical distancing, protokol kesehatan dalam berbagai sektor dan pola hidup bersih dan sehat belum dijalankan secara disiplin, baik oleh pemerintah maupun masyarakat," imbuhnya.
Rekor tersebut dinilai membuat puncak pandemi Covid-19 di Indonesia belum bisa dipastikan akan berakhir bulan Mei seperti pernyataan Presiden Joko Widodo.
Karenanya, Melki mengusulkan agar kebijakan Presiden Jokowi harus dijalankan dengan konsisten oleh kementerian lembaga, pemerintah pusat sampai daerah, dengan leading sektor ada di Kemenkes dan Gugus Tugas Percepatanan Penanganan Covid-19.
Baca: Kejar Target 10 Ribu Tes Sehari, Gugus Tugas Perintahkan Lab Rekrut SDM Baru
"Pelaksanaan kebijakan pemerintah harus terkoordinasi dan integratif sehingga tidak ada ego sektoral."
"PSBB dan kebijakan lainnya harus dijalankan dengan ketat dan disiplin, serta jangan ragu berikan sanksi bagi yang melanggar," kata dia.
Politikus Golkar tersebut juga meminta pemberlakuan protokol kesehatan secara ketat di setiap sektor dan tempat publik yang masih berjalan atau memiliki aktivitas.
Baca: Bursa Zipmex Sekarang Sediakan Aset Kripto dalam Rupiah Token
Masyarakat, kata Melki, juga harus terus menerus diedukasi untuk secara sadar menjalankan berbagai protokol kesehatan ketika mereka harus keluar rumah.
Selain itu, dia meminta para ahli kesehatan, sosial dan ekonomi perlu diberi akses untuk secara berkala bisa turut membantu analisa dan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah. Dengan begitu kebijakan yang akan diambil akan tepat.
"Sinergi dan kerjasama erat dan disiplin oleh pemerintah, berbagai kelompok masyarakat dan warga bisa menekan angka penyebaran dan memutus mata rantai penularan Covid-19," jelasnya.
"Pengendalian Covid-19 harus melibatkan partisipasi dan kesadaran publik luas, sehingga mutlak diperlukan keteladanan pemimpin pusat sampai daerah dalam menjalankan semua kebijakan Presiden Jokowi melalui Kemenkes dan Gugus Tugas," tandas Melki.