Penerapan PSSB Buat Masyarakat Stres? Reza Indragiri Paparkan Soal Pandemi Psikis
Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menjelaskan, penerapan kebijakan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat memicu stres
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menjelaskan, penerapan kebijakan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dapat memicu stres di kalangan masyarakat.
Menurut Reza, tingkat stres tersebut disebabkan karena datangnya gelombang pandemi kedua yang menyerang psikis masyarakat.
"Pandemi pertama terkait dengan serangan virus ke fisik manusiannya."
"Sedangkan pandemi kedua yang dikhawatirkan adalah pandemi kedua yang menyerang psikis atau kejiwaan masyarakat," katanya dikutip dari channel YouTube tvOne, Rabu (13/5/2020).
Reza meyakini pandemi psikis ini tidak hanya terjadi di Tanah Air saja.
Melainkan juga negara-negara lain yang turut menerapkan kebijakan pembatasan masyarakat lainnya, seperti lockdown, karantina wilayah maupun langkah serupa.
Kemudian Reza memaparkan satu konsep dalam istilah psikologis yang menyebut fisik dan psikis laksana rel kereta api.
Di mana antara fisik dan psikis adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, serta dapat saling mempengaruhi satu sama lain.
Baca: Langgar PSBB, Manajemen McDonalds Sarinah Didenda Rp 10 Juta
"Kalau fisiknya dalam tempo sekejap berubah secara besar-besaran, maka diduga secara psikis juga terjadi perubahan besar-besaran."
"Perubahan gaya hidup karena PSBB merubah pergerakan fisik atau aktivitasi atau mobilitas, ini akan disusul dengan berbagai macam gejolak secara psikologis," imbuh Reza.
Reza menilai untuk menghadapi kebijakan PSBB masyarakat membutuhkan adaptasi.
Hal ini sebabkan permasalahan pandemi Covid-19 semakin kompleks hari demi hari.
"Jika awal-awal kita hanya bertanya-tanya saya ODP atau PDP atau seperti apa."
"Sekarang pertanyaannya lebih luas lagi, saya cari makan di mana, anak-anak lanjut sekolahnya kapan," lanjutnya.
Baca: Ucap Sindiran, Ekonom Ini Duga Wacana Pelonggaran PSBB Muncul karena Wangsit: Akal Sehatnya di Mana?
Masyarakat membangkang saat PSBB
Reza dalam dalam kesempatan tersebut juga memberikan analisisnya terkait adanya sikap membangkang masyarakat ketika pelaksanaan PSBB.
Ia menjelaskan adanya masyarakat yang secara terang-terangan tidak memakai masker atau melawan petugas merupakan gejala yang sangat manusiawi.
Sedangkan penyebab pembangkangan itu, tidak lain dan tidak bukan karena stres.
"Ada yang menyebut stres atau keletihan yang amat sangat, sehingga masyarakat gampang marah."
"Teguran yang sedikit saja bisa memunculkan kesalahpahaman, pemicunya ya stres tadi," urai Reza.
Baca: Ridwan Kamil Sebut Angka Kasus Baru Positif Covid-19 di Jawa Barat Menurun Setelah Diterapkan PSBB
Reza juga melihat pemerintah sendiri dilema dalam situasi sekarang ini.
Satu sisi pemerintah harus memastikan wabah Covid-19 tidak semakin meluas dampaknya dengan penerapan PSBB.
Namun di sisi lain, ada dampak psikologis yang ditimbulkan.
Oleh karena itu, Reza menyarankan pemerintah tidak hanya fokus kepada kesehatan fisik masyarakat, tapi juga kesehatan mentalnya.
"Harus ada penyampaikan ke publik soal pesan yang berfokus kepada kesehatan metal, karena itu penting."
"Disampaikan ke publik supaya tidak ada kepanikan," tandasnya.
Baca: Anies Cantumkan Denda di Pergub Sanksi PSBB, Ketua FAKTA: Itu Melanggar UU, Harusnya Bikin Perda
Jokowi Bicara soal PSBB
Presiden Joko Widodo meminta rencana pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dilakukan secara cermat.
Hal tersebut ia sampaikan saat memberikan pengantar rapat terbatas melalui video conference mengenai Evaluasi Pelaksanaan Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Selasa (12/5/2020).
"Kelonggaran PSBB agar dilakukan secara hati-hati dan tidak tergesa-gesa."
"Didasarkan pada data lapangan, suapaya pelaksanaan lapangan berdasarkan keputusan yang benar."
"Hati-hati pelonggaran PSBB," ucap Jokowi dikutip dari channel YouTube Sekretariat Kabinet RI.
Mantan Wali Kota Solo ini juga meminta adanya evaluasi secara detail terhadap data tren Covid-19 dari tingkat provinsi hingga kabupaten maupun kota.
Utamanya tren data penambahan atau penurunan kasus positif terhadap wilayah-wilayah yang menerapkan PSSBB dan tidak.
"Memang kalau hasilnya bervariasi, berbeda beda di setiap daerah, pelaksanaannya juga dengan efektivitas yang berbeda-beda," imbunya.
Baca: Komentar Ekonom soal Wacana Pelonggaran PSBB: Kelanjutan Kelakuan Pemerintah Mengentengkan
Berdasarkan data yang ada, terdapat 4 provinsi dan 72 kabupaten atau kota yang melaksanakan kebijakan PSBB.
Serta sisanya belum menjalankan kebijakan ini atau memilih menangani Covid-19 dengan cara yang lainnya.
Selain perihal evaluasi, Jokowi juga menyinggung banyaknya kasus Covid-19 terjadi di pulau Jawa.
Setidaknya dari dari keseluruhan data yang ada, 70 persen kasus positif Covid-19 ada di Jawa.
"Demikian juga angka kematian 82 persen ada di Jawa," ucap Jokowi.
Oleh karena itu, ia meminta kepada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk memastikan pengendalian Covid-19 di 5 provinsi di pulau Jawa dilakukan secara efektif dalam dua minggu kedepan.
"Momen lebaran ini betul-betul kita gunakan," tandasnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)