Rangkuman 18 Gejala Virus Corona, dari yang Paling Umum hingga Paling Jarang Ditemukan
Berikut rangkuman 18 gejala virus Corona, dari yang paling umum hingga yang paling jarang ditemukan.
Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Ketika virus corona pertama kali diidentifikasi di China, pasien tampaknya mengembangkan satu hingga tiga gejala, seperti demam, batuk kering, dan sesak napas.
Namun, data bergerak menunjukkan fakta-fakta baru mengenai gejala virus corona.
Bahkan, ada beberapa gejala yang langka ditemukan dan terkait dengan Covid-19.
Lantas, apa saja gejala-gejala tersebut?
Baca: Lahir di Kala Pandemi Virus Corona, Bayi Gajah di Taman Safari Cisarua Bogor Dinamai Covid
Baca: Pertama Kali Sejak 148 Tahun Lalu, Ritual Shinto Jepang Dilakukan untuk Mengusir Wabah Corona
Berikut rangkuman 18 gejala virus Corona, dari yang paling umum hingga yang paling jarang ditemukan, dirangkum Tribunnews dari Business Insider:
1. Demam
Demam adalah gejala yang paling umum di antara pasien virus Corona.
Sebuah laporan WHO pada Februari 2020 silam menemukan, 85 persen pasien dari sekitar 56.000 kasus yang dikonfirmasi di China mengalami demam.
2. Batuk kering
Gejala kedua yang paling umum adalah batuk kering.
Meskipun begitu, ada pula pasien Covid-19 yang mengalami batuk berdahak.
Laporan WHO menemukan, 68 persen menderita batuk kering.
Sementara itu, sebuah penelitian di Wenzhou, China menemukan, sekitar sepertiga pasien (13 dari 53 orang) menderita batuk berdahak.
3. Kelelahan
Meskipun tidak ada dalam daftar gejala oleh CDC, kelelahan menjadi gejala yang lebih umum daripada kesulitan bernapas.
Laporan WHO menemukan, 38 pasien mengalami kelelahan akibat Covid-19.
Studi di Wuhan menunjukkan, 70 persen dari pasien Corona di sana mengalami kelelahan.
4. Sesak napas
Kesulitan bernapas bisa menjadi tanda awal pneumonia atau infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Sebuah penelitian terhadap 138 pasien yang dirawat di rumah sakit di Wuhan, China, menemukan 31 persen dari semua pasien mengalami kesulitan bernapas.
Sebanyak 64 persen berada di ICU.
Menurut Megan Coffee, seorang dokter penyakit menular di New York City mengatakan, napas tersengal-sengal biasanya timbul pada orang yang terinfeksi selama 8-10 hari.
Namun, tidak setiap pasien dengan sesak napas perlu pergi ke rumah sakit.
"Apa yang katakan kepada orang-orang adalah, jika Anda merasa sesak napas dan sulit berjalan melintasi ruangan, naik tangga, berbicara dengan tuntas, itu merupakan pertanda bahwa Anda memiliki sesak napas yang lebih parah," kata Coffee.
5. Mengi dan nyeri dada
Hampir 23 persen pasien dalam penelitian Wenzhou mengalami mengi.
CDC mencantumkan "rasa sakit atau tekanan yang terus-menerus di dada" sebagai tanda peringatan darurat.
Itu berarti, orang dengan gejala tersebut harus segera meminta pertolongan medis.
6. Kulit atau bibir yang kebiru-biruan
Menurut WHO, gejala ini muncul sebagai tanda infeksi yang serius.
Kulit pasien yang membiru atau sianosis terjadi ketika kadar oksigennya di bawah 90 persen.
Dalam kasus Covid-19, bibir atau kulit yang membiru dapat menandakan adanya pneumonia atau ISPA.
CDC mencantumkan gejala ini sebagai salah satu gejala yang darurat.
Baca: Ciri dan Gejala Corona yang Dirasakan Bima Arya: Mirip DBD, Mual dan Lemas, Namun Tak Sesak Napas
Baca: Curhat Pilu Ibu Positif Virus Corona Lahirkan Bayi Negatif Covid-19. Sedih Terpaksa Membuang ASI
7. Nyeri otot
Berdasarkan laporan WHO, nyeri otot (mialgia) berada dalam kategori yang sama dengan nyeri sendi (artralgia).
Keduanya dikaitkan dengan gejala umum infeksi virus Corona.
Dalam studi di Wuhan, 35 persen pasien mengalami nyeri otot.
Meskipun begitu, gejala ini hanya dialami oleh 10 persen pasien yang diteliti dalam studi Wenzhou.
8. Radang tenggorokan dan sakit kepala
Kedua gejala ini dianggap sebagai gejala ringan.
Pasien dengan sakit kepala atau sakit tenggorokan kemungkinan kecil pergi ke rumah sakit untuk menjalani tes Covid-19.
Studi Wuhan, misalnya, menemukan sekitar 17 persen pasien menderita sakit tenggorokan.
Sementara itu, kurang dari 7 persen menderita sakit kepala.
9. Menggigil
Dalam laporan WHO, sekitar 11 persen pasien di China menderita kedinginan.
Menggigil merupakan hasil dari otot yang berkontraksi dan rileks di dalam tubuh.
Seperti demam, mereka membantu meningkatkan suhu tubuh seseorang untuk melawan infeksi.
Episode gemetar dan menggigil disertai demam dikenal sebagai "kekakuan."
Kondisi ini juga dapat menyebabkan seseorang mengeluarkan banyak keringat.
10. Masalah neurologis, seperti pusing, kebingungan, dan delirium
Dalam sebuah penelitian berjudul "Sars-Cov-2: Underestimated damage to nervous system", virus dapat menyerang sistem saraf seseorang, meskipun tidak diketahui bagaimana metodenya.
Mungkin saja virus merusak neuron di hidung, yang memungkinkannya untuk berpindah dari saluran pernapasan ke otak.
Dilansir The Conversation, para ilmuwan juga telah menemukan bukti, virus menempel pada reseptor ACE2 di lapisan dalam pembuluh darah.
Dari sana, virus mungkin menembus penghalang antara darah dan otak.
Sementara itu, sebuah penelitian terhadap 214 pasien di Wuhan menemukan, 36 persen pasien memiliki gejala neurologis.
Gejala-gejala ini lebih umum di antara pasien yang memiliki infeksi parah.
Sekitar 25 persen pasien mengalami pusing, sakit kepala, kebingungan atau delirium, kejang, dan gangguan keseimbangan atau koordinasi.
Di antara gejala-gejala tersebut, pusing adalah gejala yang paling umum, dan dialami oleh hampir 17 persen pasien.
Sembilan persen pasien lainnya memiliki gejala yang terkait dengan sistem saraf tepi, seperti nyeri saraf atau gangguan rasa, bau, dan penglihatan.
11. Kehilangan fungsi indera perasa atau pembau
Ahli virologi Jerman, Hendrik Streeck menyebut, pada bulan Maret, dua pertiga pasien virus corona yang dikonfirmasi di Rumah Sakit Universitas di Bonn tidak dapat merasakan atau mencium bau selama beberapa hari.
Sebuah laporan yang masih menunggu peer review juga mengungkapkan, sekitar 30 persen dari pasien Covid-19 di Korea Selatan tiba-tiba kehilangan penciuman (anosmia) sebagai gejala utama mereka.
Para ahli menambahkan, banyak pasien COVID-19 menunjukkan kehilangan bau dan rasa tanpa menunjukkan gejala lain.
12. Pembekuan darah
Sebuah penelitian di Belanda terhadap 184 pasien virus corona di ICU menemukan, hampir sepertiga pasien mengalami pembekuan darah.
Para ilmuwan masih tidak mengetahui bagaimana gejala ini berkaitan dengan virus Corona.
Mungkin saja, virus itu menyerang pembuluh darah secara langsung.
Namun, virus bisa juga memicu respons peradangan yang kuat dan merusak pembuluh.
Karena virus Corona adalah virus yang menyerang pernapasan, Covid-19 juga mungkin merusak pembuluh darah dengan menipiskan kadar oksigen dalam darah.
13. Stroke akibat pembekuan darah
Stroke telah banyak terjadi dalam kasus virus Corona yang parah.
Pasien yang lebih muda dengan kasus yang kurang parah pun dapat menderita stroke.
Thomas Oxley, seorang ahli bedah saraf di Rumah Sakit Mount Sinai baru-baru ini mengatakan kepada CNN, ia melihat beberapa kasus stroke mendadak di antara pasien muda (di bawah 50 tahun) dalam rentang dua minggu.
“Sebagian besar pasien ini tidak memiliki riwayat medis masa lalu dan berada di rumah dengan gejala ringan (atau dalam dua kasus, tanpa gejala) COVID-19,” katanya.
14. Kerusakan ginjal atau jantung akibat pembekuan darah
Pembekuan darah dapat mengurangi aliran darah ke ginjal dan jantung.
Ini mengakibatkan kerusakan pada kedua organ.
Virus Corona memiliki kemungkinan menyerang organ-organ ini secara langsung, karena jantung dan ginjal kaya akan reseptor ACE2.
Secara umum, pasien coronavirus dengan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan jantung atau gagal ginjal.
Sebuah penelitian terhadap 416 pasien yang dirawat di rumah sakit di Wuhan menemukan, pasien dengan cedera jantung - sekitar 20 persen - biasanya adalah orang yang lebih tua dengan masalah mendasar seperti hipertensi.
Secara umum, pasien virus Corona dengan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya berisiko lebih tinggi mengalami kerusakan jantung atau gagal ginjal.
15. Gangguan ginjal
Sebuah studi baru dari New England Journal of Medicine menemukan, ginjal adalah satu dari target umum virus Corona.
Studi lain dari 85 pasien di Wuhan (yang masih menunggu peer review) menunjukkan, gangguan fungsi ginjal adalah relatif umum pada pasien COVID-19.
Namun, gejala ini lebih banyak terjadi pada pasien usia lanjut dengan masalah kesehatan yang sudah ada sebelumnya.
Sekitar 27 persen pasien dalam penelitian itu mengalami gagal ginjal akut.
16. Diare, mual, atau muntah
Dalam laporan WHO, hanya 5 persen pasien virus Corona mengalami mual atau muntah.
Empat persen lainnya mengalami diare.
Namun, sebuah penelitian terhadap 204 pasien rumah sakit di Hubei, China, Maret silam, lebih dari 50 persen pasien mengalami gejala pencernaan seperti kurang napsu makan, diare, muntah, atau sakit perut.
Hampir 13 persen pasien dalam penelitian Wenzhou menderita diare.
Demikian pula, studi pasien Wuhan menemukan, 10 persen mengalami diare dan mual.
Sementara, kurang dari 4 persen mengalami muntah.
Studi ini menyatakan, diare dan mual biasanya muncul 1-2 hari sebelum pasien mengalami demam dan kesulitan bernapas.
Studi di Nature baru-baru ini menemukan, virus Corona secara aktif bereplikasi di dalam usus.
Sehingga, saluran usus berpotensi menjadi rute penularan virus.
17. Kondisi dermatologis, seperti jari kaki keunguan dan bengkak
American Academy of Dermatology melacak masalah dermatologis di antara pasien COVID-19 pada April silam.
Seorang dokter kulit di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Esther Freeman mengatakan, dari lebih dari 200 kasus dari penyedia layanan kesehatan, sekitar setengahnya memiliki lesi di tangan atau kaki.
Freeman menyebut, lesi bisa merupakan hasil dari peradangan umum dalam tubuh atau dinding pembuluh darah.
Kondisi ini dikenal sebagai vaskulitis.
Jari kaki yang berwana keunguan dan membengkak mungkin juga merupakan hasil dari pembekuan darah di pembuluh kulit, atau kombinasi dari ketiga faktor.
18. Hidung tersumbat
Dalam laporan WHO, hampir 5 persen pasien mengalami hidung tersumbat.
Sementara itu, dalam penelitian Wenzhou, sekitar 7 persen pasien mengalami gejala ini.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)