Syarat New Normal Diterapkan di Sebuah Daerah, Harus Penuhi 3 Indikator
Untuk menerapkan new normal, sebuah daerah harus memenuhi tiga indikator. Apa saja ketiga indikator itu?
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: bunga pradipta p
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Tim Pakar Gugus Tugsa Covid-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan syarat new normal bisa diterapkan sebuah daerah.
Wiku menjelaskan, sebuah daerah harus memenuhi tiga indikator kesehatan masyarakat jika ingin menerapkan new normal atau kegiatan sosial ekonomi.
Sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kata Wiku, setiap negara perlu menetapkan indikator kesehatan masyarakat.
Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah suatu daerah siap menerapkan new normal.
"Dalam menentukan suatu keadaan suatu daerah, kita perlu mengetahui tentang kondisinya."
Baca: Menkes Keluarkan Panduan New Normal Kerja, Wakil Ketua Komisi IX Minta Panduan di Sektor Lain
Baca: Pemerintah Belum Putuskan Kebijakan New Normal, Mahfud Sebut Sudah Ada Perhitungan Matematis
"Dan seperti rekomendasi dari WHO, setiap negara perlu menetapkan sebuah indikator kesehatan masyarakat, untuk menentukan apakah daerah itu siap untuk melakukan kegiatan aktivitas sosial ekonomi berikutnya," jelas Wiku dalam konferensi pers melalui YouTube BNPB Indonesia, Selasa (26/5/2020).
Wiku Adisasmito pun menjelaskan, indikator kesehatan masyarakat ini nantinya akan berlaku untuk semua daerah.
Namun, gambarannya berbeda-beda.
Lebih lanjut, Wiku membeberkan tiga indikator kesehatan masyarakat yang harus dipenuhi setiap daerah jika ingin memberlakukan new normal.
"Jadi kalau yang kita lihat sebenarnya yang kita nilai adalah tiga aspek utama dari kesehatan masyarakat."
"Pertama adalah gambaran epidemiologi, yang kedua dari surveilans kesehatan masyarakat, dan yang ketiga dari pelayanan kesehatannya," tuturnya.
Nantinya, melalui pengukuran indikator kesehatan masyarakat ini, akan didapat peta risiko terhadap kenaikan kasus.
Berikut penjelasan tiga indikator kesehatan masyarakat yang disebutkan Wiku Adisasmito:
1. Epidemiologi
- Penurunan jumlah kasus positif selama dua minggu sejak puncak terakhir (target kurang lebih 50%).
- Penurunan jumlah kasus probable (ODP+PDP) selama dua minggu sejak puncak terakhir (target kurang lebih 50%).
Baca: Persiapan New Normal Presiden Sambangi Pusat Perbelanjaan Bekasi
Baca: New Normal, Mal dan Ruang Publik Siap Dibuka dengan Penjagaan TNI Polri
- Penurunan jumlah meninggal dari kasus positif.
- Penurunan jumlah meninggal dari kasus probable.
- Penurunan jumlah kasus positif yang dirawat di RS.
- Penurunan jumlah kasus probable yang dirawat di RS.
- Kenaikan jumlah sembuh dari kasus positif.
- Kenaikan jumlah selesai pemantauan dari probable.
2. Surveilans Kesehatan Masyarakat
- Jumlah pemeriksaan spesimen meningkat selama dua minggu.
- Positivity rate kurang dari 5% (dari seluruh sampel yang positif hanya 5%).
- Penurunan mobilitas penduduk.
Baca: Jokowi Kerahkan 340 Ribu Anggota TNI-Polri Saat Mulai New Normal untuk Awasi 1800 Objek Keramaian
Baca: Soal New Normal, Sujiwo Tejo: Bagiku Cuma Mengkongkretkan Simbol Maut yang Bisa Kapanpun Menjemput
- Pelaksanaan contact tracing dari setiap kasus positif.
3. Pelayanan Kesehatan
- Ketersediaan ruang isolasi/tempat tidur untuk setiap kasus baru di RS.
- Jumlah APD terpenuhi untuk tenaga kesehatan di RS.
- Ketersediaan/kecukupan ventilator di RS untuk menangani kasus Covid-19 berat (asumsi 1% kasus positif).
Kondisi Tidak akan Bisa Kembali Normal
Terkait pandemi Covid-19 yang mewabah hampir di seluruh dunia, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, mengatakan kondisi tidak akan bisa kembali normal seperti dulu.
Hal ini disampaikan Yuri dalam konferensi pers di kanal YouTube BNPB pada Minggu (24/5/2020) sore.
Dalam konferensi pers tersebut, Yuri mengingatkan masyarakat tidak boleh bersikap ataupun berpikir normal seperti kondisi sebelum pandemi corona menyerang.
Ia pun menegaskan, situasi saat ini di seluruh dunia, tidak akan bisa kembali normal seperti dulu.
Baca: Panduan New Normal di Tempat Kerja: Wajib Pakai Masker, Jaga Jarak 1 M hingga Gunakan Helm Pribadi
Baca: Apa itu New Normal? Berikut Panduan Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja
"Situasi yang kita hadapi saat ini, masih belum normal."
"Oleh karena itu, kita pun juga tidak boleh berpikir dan berperilaku seperti keadaan yang sebelum terjadinya pandemi Covid-19 ini," kata Achmad Yurianto dalam konferensi pers, Minggu.
"Bahkan seluruh dunia pun juga sudah mengakui, bahwa kita di seluruh dunia ini tidak akan bisa kembali pada kondisi normal seperti zaman dulu lagi, sebelum pandemi Covid-19," tegas dia.
Karena itu, Yuri mengatakan ini saatnya warga harus mengubah kebiasaan saat ini menuju kebiasaan baru.
Ia juga menyebutkan, karena kondisi pandemi kini, semua harus hidup normal dengan cara baru.
"Kita harus membuat paradigma baru, kita harus merubah kebiasaan-kebiasaan kita menuju ke kebiasaan yang baru."
"Kita harus hidup normal dengan cara yang baru," tuturnya.
Hingga saat ini, kata Yuri, para ahli di seluruh dunia masih bekerja keras memahami virus corona.
Yuri menambahkan, apabila upaya para ahli di seluruh dunia belum menemukan hasil terkait obat atau vaksin corona, satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah menjaga diri agar tak tertular Covid-19.
"Sampai saat ini, para ahli di seluruh dunia masih bekerja keras untuk betul-betul bisa memahami tentang virus ini."
"Sehingga kemudian bisa diketemukan obat yang terpilih dan vaksin untuk memunculkan kekebalan," ujar Yuri.
"Sepanjang upaya ini belum ada hasilnya, atau belum mendapatkan hasil yang terbaik yang bisa disepakati untuk dipakai seluruh dunia, maka satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah menjaga jangan sampai terinfeksi, menjaga jangan sampai tertular penyakit," tandasnya.
Ia pun mengingatkan masyarakat agar tetap menaati protokol kesehatan dan menerapkan gaya hidup sehat untuk mencegah penyebaran virus corona.
Seperti mengenakan masker saat ke luar rumah dan menghindari berdesak-desakan di keramaian.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)