Pakar Kesehatan: Penerapan Normal Baru Harus Mengacu Pada Kajian Ilmiah
Menerapkan skenario normal baru di tengah pandemi Covid-19 yang belum surut, jelas bukan kebijakan yang tanpa risiko.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah berencana melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mengimplementasikan skenario kenormalan baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19.
Sejumlah pakar kesehatan mengatakan, menerapkan skenario normal baru di tengah pandemi Covid-19 yang belum surut, jelas bukan kebijakan yang tanpa risiko.
Apalagi, antivirus maupun vaksin untuk Covid-19 diprediksi belum akan tersedia dalam jangka waktu dekat.
Dalam webinar bertajuk “Life Post Covid-19: What Does the New Normal Look Like?” pada Jumat pekan lalu, para pakar kesehatan menilai banyak hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan sebelum pemerintah menjalankan skenario new normal.
Yang paling penting, skenario normal baru harus mengacu kepada hasil kajian ilmiah, ilmu pengetahuan dan bukti nyata atau fakta, serta bebas dari campur tangan politik. Seluruh pihak juga harus siap menghadapi berbagai perubahan dan berinovasi di era normal baru.
“Setiap negara harus menentukan strategi masing-masing dalam menerapkan skenario normal baru. Negara perlu membuat keputusan berdasarkan konteks, kapasitas yang tersedia, dan situasi yang dialami,” kata profesor tamu di Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Prof. Tikki Pangestu dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) bekerja sama dengan SwissCham Indonesia dan NordCham Indonesia ini.
Tikki menegaskan, pemerintah harus menerapkan kebijakan kesehatan yang rasional di era normal baru. “Pemerintahan harus berjalan secara efektif, namun kebijakan harus didasakan pada bukti ilmiah dan ilmu pengetahuan, dan perlu dievaluasi implementasinya,” ujarnya.
Turut dipaparkan, pemerintah harus mempertimbangkan faktor lain dalam membuat kebijakan normal baru.
Misalnya, sistem kesehatan harus diperkuat agar menjamin rumah sakit tidak kewalahan dalam menangani pasien. Pemerintah juga harus tetap responsif, bukan hanya terhadap pandemi Covid-19 tetapi juga masalah kesehatan lainnya.
Tikki menambahkan, semua pihak harus bekerja sama, mulai dari pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan organisasi internasional.
"Semua harus bersatu, harus ada kemauan, dan komitmen untuk mengimplementasikan secara rasional kebijakan kesehatan masyarakat. Pemerintahan yang baik dan efektif harus berpegang pada bukti ilmiah, tetapi fleksibel dan bebas dari intervensi kepentingan politik,” jelasnya.
Dalam mengatasi pandemi Covid-19 di era normal baru, peran serta masyarakat sangat penting. Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof. Amin Soebandrio menambahkan, masyarakat harus tetap meminimalkan risiko penularan Covid-19 melalui berbagai cara, seperti menghindari keramaian dan melaksanakan protokol kesehatan di tempat kerja maupun tempat umum lainnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Asosiasi Ekonomi Kesehatan Indonesia (InaHEA) Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan, kunci sukses dalam menghadapi Covid-19 adalah disiplin.
“Korea Selatan bisa menjadi contoh, dimana pemerintahnya memiliki respons yang cepat di awal ketika Covid-19 masuk ke negaranya sehingga bisa menerapkan kebijakan new normal terlebih dahulu," ujarnya.
"Sementara Amerika Serikat dinilai terlambat mendeteksi COVID-19. Penerapan new normal di Amerika Serikat saat ini juga masih menjadi perdebatan,” lanjut Hasbullah.
Hasbullah memperkirakan, vaksin Covid-19 tidak akan tersedia dalam beberapa waktu ke depan.
Karena itu, untuk mempertahankan ekonomi di era new normal, solusinya adalah dengan menjaga kesehatan untuk mencegah infeksi Covid-19.
Di era normal baru, lanjutnya, semua pihak juga harus siap menghadapi berbagai perubahan dan sektor kesehatan akan memimpin perubahan ini.
“Nantinya, seluruh industri harus mengikuti protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Sektor ekonomi di era normal baru akan sangat tergantung pada sektor kesehatan,” tutup Hasbullah.