Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cara Penanganan Corona di Surabaya Ala Risma: Satu Orang Positif, Satu Kampung di Rapid Tes Massal

Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini memaparkan caranya menangani wabah corona di Surabaya dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (9/6/2020).

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Miftah
zoom-in Cara Penanganan Corona di Surabaya Ala Risma: Satu Orang Positif, Satu Kampung di Rapid Tes Massal
Indonesia Lawyers Club Youtube
Wali kota Surabaya, Tri Rismaharini memaparkan cara penanganan corona di Surabaya 

TRIBUNNEWS.COM - Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini memaparkan caranya menangani wabah corona di Surabaya dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (9/6/2020).

Diketahui saat ini Surabaya memiliki angka infeksi yang tinggi dibanding kota lainnya.

Dikutip dari Surya.co.id, jumlah penyebaran Covid-19 di Surabaya hingga Selasa 9 Juni 2020, pukul 07.30 WIB mencapai 3.360 kasus.

Rincian 3.360 kasus tersebut di antaranya, 2.197 dalam perawatan, 867 pasien sembuh dan 296 meninggal dunia.

Baca: Kasus Covid-19 Masih Tinggi, Ini Alasan Khofifah Penuhi Permintaan Risma Akhiri PSBB di Surabaya

Baca: Sebaran Virus Corona di Indonesia Selasa (9/6/2020): Ada 232 Kasus Baru di DKI, 220 di Jawa Timur

Ditanya tentang banyaknya zona merah oleh Karni Ilyas, Risma mengaku tidak memfokuskan penanganan pada zona-zona tersebut.

"Yang saya perhatikan adalah warga saya yang sakit, atau warga saya yang sebetulnya carrier tapi ada di luar."

"Dia OTG (Orang Tanpa Gejala) kemudian dia ada di luar yang memungkinkan dia jadi penular di luar sana."

Berita Rekomendasi

"Karena itu saya setiap hari saya melototi data pasien dan posisi pasien itu ada dimana, kemudian saya membuat pemetaan karena saya harus tahu kondisi kampung itu seperti apa," terang Risma.

Baca: PSBB Surabaya Tak Diperpanjang, Risma: Ini Malah Lebih Berat karena Kita Diberi Kepercayaan

Baca: PSBB Surabaya Tak Diperpanjang, Pesan Risma: Ayo Kita Jaga Kepercayaan Itu, Tidak Boleh Sembrono

Beda lokasi tempat tinggal pasien dan posisinya, maka pemetaan dan langkah antisipasi yang direncanakan Risma pun berbeda.

Lalu dari peta itu, Risma akan memutuskan untuk carrier tersebut apakah harus dites atau tidak.

Ini didasari dengan pemetaan atau pelacakan kemana saja dan siapa saja yang berinteraksi dengan orang berpotensi carrier itu.

"Kalau dia reaktif, kita tempatkan di hotel kalau dia belum di swab sambil menunggu hasil swab," katanya.

"Kalau dia hasil swabnya negatif, maka kita keluarkan tapi kalau hasilnya positif maka kita tempatkan dia di tempat isolasi," ujar Risma.

Lalu bila pasien positif itu memiliki gejala sakit, ada dua kemungkinan akan dibawa ke rumah sakit atau asrama haji.

Risma mengatakan telah bekerja sama dengan asrama haji untuk menampung para carrier atau pasien tanpa gejala yang sehat secara fisik.

PSBB HARI TERAKHIR - Petugas berjaga dan mengatur lalu lintas di bundaran Waru pada PSBB tahap III hari terakhir pelaksanaan, Senin (8/6). Check point bundaran Waru, kendaraan roda dua dan empat tampak kondusif dilakukan screening oleh petugas dan tanpa adanya penumpukan kendaraan. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
PSBB HARI TERAKHIR - Petugas berjaga dan mengatur lalu lintas di bundaran Waru pada PSBB tahap III hari terakhir pelaksanaan, Senin (8/6). Check point bundaran Waru, kendaraan roda dua dan empat tampak kondusif dilakukan screening oleh petugas dan tanpa adanya penumpukan kendaraan. SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ (SURYA/SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ)

Setiap harinya para pasien ini akan menjalani kegiatan kebugaran selama tinggal di asrama haji.

Sementara itu metode berbeda diterapkan untuk para pasien yang mengisolasi diri di rumah.

"Kalau dia ada di rumah, mereka harus seperti apa? Jadi kami memberikan sampai detail sampai sisir, piring jadi kalau di rumah itu dihuni lima orang, maka kita memberikan lima orang itu kebutuhan sehari-hari."

"Kalau laki-laki ada sikat cukurnya, kalau perempuan ada pembalutnya, kalau bayi kita beri susu jadi kita lakukan pola itu," jelas Risma.

"Kalau dia diisolasi di rumah, maka setiap hari kita kirim dia makanan, selama tiga hari," tambahnya.

Di luar itu, Pemkot Surabaya bekerjasama dengan tokoh masyarakat, RT, hingga tingkat Kecamatan untuk mengawasi pasien yang isolasi mandiri ini.

Alasan Risma mengirim makanan kepada warganya yang sedang isolasi mandiri adalah ingin berlaku adil.

"Makanan harus kita kirim, tidak adil kalau kita minta mereka mengisolasi diri tapi kemudian kita tidak memberikan bantuan peralatan tadi."

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat menggelar prosesi potong tumpeng yang dilakukan bersama jajarannya untuk merayakan Hari Jadi Kota Surabaya ke-727 yang jatuh pada setiap tanggal 31 Mei di Balai Kota Surabaya, Minggu (31/5/2020).
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat menggelar prosesi potong tumpeng yang dilakukan bersama jajarannya untuk merayakan Hari Jadi Kota Surabaya ke-727 yang jatuh pada setiap tanggal 31 Mei di Balai Kota Surabaya, Minggu (31/5/2020). (Dok. Pemkot Surabaya)

Selain monitoring dari warga, tenaga kesehatan dari puskesmas juga secara rutin akan mengecek keadaan warga tersebut.

"Jadi ini memang langkah kami bagaimana memutus mata rantai (corona) itu."

"Dan ini adalah ide dari Pak Kapolda bagaimana kami membuat Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo, dari 1.390 RW di Surabaya kami sudah membentuk 1.339 Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo."

"Nah ini yang mereka mengawasi kampungnya supaya bisa dijaga, sehingga perkembangannya tidak keluar."

Dengan adanya kampung ini, selama tiga bulan warga yang positif Covid-19 selalu tercatat di data pemerintah.

"Jadi bukan keluar, kalau keluar artinya ada orang lain yang terserang."

"Tiga kali data itu ke kami kemudian saya koreksi, coba cek ini kenapa ini ada yang baru, setelah dicek mereka punya KTP Surabaya tapi dia sudah tinggal di luar kota bertahun-tahun," jelas wali kota ini.

"Artinya data kami sesuai tracing itu aman karena tidak keluar dan tidak ada data baru, seperti itu."

"Jadi begitu dia ada di kampung, maka satu kampung itu merupakan ODR (Orang Dalam Risiko) kemudian setelah itu kit agolongkan, ada yang OTG, ODP, PDP, ada yang confirm. Itu cara kami," terang Risma.

Baca: Virus Corona di Surabaya dan Jabodetabek Memiliki Perbedaan Jenis 

Baca: PSBB Surabaya Raya Berakhir Kini Terapkan Masa Transisi, Pemprov Jawa Timur Siapkan Pakta Integritas

Jadi bila ada satu orang positif Covid-19 di sebuah kampung, maka akan diadakan rapid tes massal di tempat tersebut.

Risma tidak langsung melakukan tes swab karena hasilnya sangat lama, bisa mencapai tiga minggu dan satu bulan.

Sehingga pemkot Surabaya tidak bisa segera mengisolasi orang-orang yang terindikasi Covid-19.

Ditakutkan pasien tersebut akan menularkan ke kontak terdekat maupun warga di kampungnya, terlebih di wilayah padat penduduk.

"Begitu nemukan satu positif di tempat yang padat, dari data apakah itu dia ODR, OTG itu kemudian satu kampung itu kami lakukan tes setelah kami punya alat," tegas Risma.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Surya/Pipit Maulidiya)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas