Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Fenomena Ambil Paksa Jenazah PDP Covid-19, Pihak RS: Tidak Ada RS Senang Meng-covid-kan Pasien

Kasus pengambilan paksa jenazah yang hendak dimakamkan sesuai prosedur Covid-19 terjadi di sejumlah wilayah.

Penulis: Daryono
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Fenomena Ambil Paksa Jenazah PDP Covid-19, Pihak RS: Tidak Ada RS Senang Meng-covid-kan Pasien
FACEBOOK.COM/JURNAL WARGA
Video detik-detik jenazah PDP Corona diambil paksa dari RS Dadi Makassar, Rabu (3/6/2020). Sekitar 100-an orang ada bawa senjata. Kini kejadian serupa terjadi di RS Labuang Baji, Makassar, Jumat (5/6/2020). 

TRIBUNNEWS.COM - Kasus pengambilan paksa jenazah yang hendak dimakamkan sesuai prosedur Covid-19 terjadi di sejumlah wilayah.

Di Makassar misalnya, keluarga pasien mengambil paksa jenazah dari Rumah Sakit (RS) Dadi Makassar pada Rabu (3/6/2020) karena tidak ingin jenazah dimakamkan sesuai prosedur Covid-19.

Dikutip dari Kompas.com, dalam rekaman CCTV, tujuh orang masuk ke ruang ICU dan langsung membawa pergi jenazah.

Terkait beberapa kasus keluarga yang sampai membawa paksa jenazah PDP/positif Covid-19, Tribunnews.com meminta tanggapan pihak Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Juru Bicara Satgas Covid-19 RS UNS Solo, dr Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., PhD mengatakan pada prinsipnya rumah sakit tidak serta merta memakamkan pasien yang meninggal di rumah sakit dengan prosedur Covid-19. 

Baca: Jenazah PDP Dipakaikan Popok, Ini Prosedur Pemulasaran Jenazah Covid-19 yang Benar

Tonang memberi contoh, selama bulan Maret hingga Mei 2020, terdapat 196 pasien yang meninggal di RS UNS Solo

Dari jumlah tersebut, ada 42 pasien yang dimakamkan sesuai prosedur Covid-19

BERITA TERKAIT

"Jadi hanya sekitar 21 persen saja (yang dimakamkan sesuai prosedur Covid-19)."

"Itu membuktikan bahwa rumah sakit itu tidak serta merta atau semena-mena, dianggap seneng meng-covid-kan orang meninggal itu tidak. Tidak serta merta, senang atau mencari untung dari Covid," kata Tonang saat wawancara via zoom, Kamis (18/6/2020). 

wawancara via zoom dengan dr Tonang (kiri)
wawancara via zoom dengan dr Tonang (kiri) (Tribunnews.com)

Situasi Tidak Mudah

Tonang melanjutkan, dalam situasi Pandemi seperti ini, rumah sakit berpikir tentang risiko penularan Covid-19

Pihak RS sebenarnya berharap seluruh pasien yang meninggal dalam status yang jelas apakah positif atau negatif Covid-19

Tetapi, dalam kondisi tertentu memang ada situasi yang tidak mudah di mana belum ada kejelasan status pasien apakah positif atau negatif Covid-19

"Misalnya pasien datang dalam beberapa jam meninggal. Datang pagi, sore meninggal. Ini kan tidak mudah," ujar dia. 

Dalam kondisi tersebut, kata Tonang, RS mengambil risiko yang paling kecil dengan tetap memakamkan pasien PDP itu secara Covid.

"Kami paham ini tidak nyaman bagi keluarga. Kami kalau di rumah sakit itu ya penginnya ya yang jelas jelas saja. Tetapi kadang ada situasi yang tidak mudah," katanya. 

Baca: 300 Warga Bersenjata Tajam di Pamekasan Ambil Paksa Jenazah Covid-19, Baju Hazmat Petugas Dilucuti

Hal lain yang menjadi masalah, kata Tonang, adanya pasien DOA atau death on arrival, yaitu rumah sakit menerima pasien sudah dalam keadaan meninggal.

Dalam kondisi wabah Covid-19 ini, pasien DOA yang belum bisa dipastikan sebab pasti meninggalnya, pihak RS mengambil risiko terkecil dengan memakamkan sesuai prosedur Covid-19.

"Ini yang bagi orang rumah sakit lebih berat lagi sebetulnya, tapi memang aturannya seperti itu," ujar Tonang. 

Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS) di Pabelan, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jateng.
Rumah Sakit Universitas Sebelas Maret (RS UNS) di Pabelan, Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jateng. (TRIBUNSOLO.COM/IMAM SAPUTRO)

Lebih lanjut, Tonang menyampaikan, persoalan belum jelasnya status pasien apakah negatif atau positif Covid ini kemudian ditambah rumit dengan hasil tes PCR yang terkadang tidak bisa keluar dalam waktu cepat. 

Hal itu terjadi di masa-masa awal pandemi Covid-19

"Sekarang sudah mulai membaik. Di awal-awal dulu karena Indonesia masih sedikit yang bisa melayani (pengujian PCR) maka kadang-kadang lama hasilnya. Sekarang lebih cepat. Dua hari sudah keluar. Dulu bisa sampai seminggu, bahkan lebih," terang dia. 

Adanya Penolakan Hal yang Wajar

Tonang mengakui, memberikan penjelasan terkait belum jelasnya status pasien PDP Covid-19 yang kemudian dimakamkan sesuai prosedur Covid-19 tidaklah mudah. 

Ia pun memaklumi jika keluarga merasa kecewa. 

Baca: Polri Sayangkan Fenomena Pengambilan Paksa Jenazah PDP Covid-19 di Sejumlah Daerah

Tetapi, hal itu terpaksa dilakukan demi menimialisir risiko penularan jika nantinya hasil tes pasien benar-benar positif Covid.

"Saya paham betul bahwa komunikasi di titik itu memang tidak mudah. Kita juga sangat paham betul dimana keluarga sangat tidak nyaman, ada penolakan itu wajar. Mereka juga perlu waktu. Di beberapa titik ada yang sampai diambl paksa, memang bagi rumah sakit pilihannya tidak mudah."

"Kalau ada massa, ada paksaan membawa pulang bahkan sampai membawa sajam ya bagi rumah sakit kewajiban kami melakukan pemulasaran dengan benar. Ternyata kami mau mengantarkan ke pemakaman tidak bisa ya bagaimana lagi. Daripada kami mengorbankan rumah sakit dan pegawainya. Ya yang sudah, penting tanda tangan, pasien berisiko dibawa pulang ya silahkan. Kita hanya berharapkan tidak sampai terulang lagi," beber dia. 

(Tribunnews.com/Daryono)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas