Saran Politikus PKS kepada Pemerintah tentang Komunikasi di Masa Pandemi Covid-19
Netty Prasetiyani menawarkan sejumlah solusi komunikasi strategis di masa pandemi ini
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
"Sehingga nggak bisa hari ini A, kemudian besok dipatok harus A. Harus diikuti, dimonitor hari ke hari," kata dia.
Terakhir, Netty mengatakan pemerintah harus melakukan komunikasi dengan berpikir ke depan.
Terutama bagaimana memformulasikan kemungkinan-kemungkinan respon untuk fase-fase krisis yang masih harus dihadapi bersama.
"Seperti fase infeksi berkepanjangan, fase recovery, fase new normal. Dan kemudian bagaimana membangun skenario kolaborasi optimal antara pemerintah dengan masyarakat, ini juga menjadi tantangan yang tidak sederhana," tandasnya.
Masyarakat Bisa Kehilangan Kepercayaan
Netty menilai, buruknya kualitas komunikasi pemerintah membuat masyarakat kehilangan kepercayaannya.
"Catatan kritis saya yaitu kualitas komunikasi pemerintah itu sangat buruk. Sehingga menghilangkan kepercayaan masyarakat, atau minimal mengurangi kepercayaan masyarakat," ujar Netty.
Netty menilai tidak ada kekonsistenan yang dimunculkan dalam komunikasi politik pemerintah.
Salah satunya terkait transparansi pemerintah kepada masyarakat.
"Pernyataan yang inkonsisten dan tidak transparan, seperti berapa sih APD yang dibuat, berapa sih APD yang didistribusikan, mana sih insentif untuk tenaga kesehatan," kata dia.
Selain itu, contoh lain merujuk pada ucapan pejabat yang dinilai tidak sensitif.
Netty mencontohkan pernyataan terkait 'si kaya dan si miskin' yang dilontarkan oleh juru bicara pemerintah terkait penanganan Covid-19 Achmad Yurianto.
Akibat pernyataannya yang dinilai menyakiti masyarakat, kata dia, kemudian dimunculkanlah dr. Reisa Broto Asmoro sebagai Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Covid-19.
"Sehingga jurang persepsi yang dalam antara harapan publik dengan good governance ini luar biasa, termasuk pernyataan pejabat publik yang tadi saya katakan tidak sensitif, dan akhirnya ada praktek-praktek mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ada moral hazard yang juga terjadi," ungkapnya.