Penjelasan Kemenkes soal Istilah Kasus Probable, Suspek, Kontak Erat, dan Terkonfirmasi Covid-19
Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto, memperkenalkan istilah baru dalam penanganan Kasus Covid-19.
Penulis: Nuryanti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto, memperkenalkan istilah baru dalam penanganan Kasus Covid-19.
Istilah baru itu yakni kasus probable, yaitu orang yang diyakini sebagai suspek dengan ISPA berat atau gagal napas akibat aveoli paru-paru penuh cairan (ARDS).
Atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19, dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Istilah lain yang mengalami perubahan yakni, orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG).
Ketiga istilah tersebut berubah menjadi kasus suspek, kasus konfirmasi (bergejala dan tidak bergejala), dan kontak erat.
Berikut penjelasan istilah baru tersebut, yang Tribunnews.com kutip dari sehatnegeriku.kemkes.go.id:
1. Kasus suspek, yaitu seseorang yang memiliki satu di antara kriteria berikut:
a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan.
Atau tinggal di negara atau wilayah Indonesia yang melaporkan transmisi lokal.
b. Orang dengan salah satu gejala atau tanda ISPA, dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi atau probable Covid-19.
c. Orang dengan ISPA berat atau pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Lalu tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.
2. Kasus konfirmasi, yakni seseorang yang dinyatakan positif terinfeksi virus Covid-19 yang dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2, yakni kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik), dan kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik).
3. Kontak erat adalah orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable atau konfirmasi Covid-19.
Riwayat kontak yang dimaksud antara lain:
a. Kontak tatap muka atau berdekatan dengan kasus probable atau kasus konfirmasi dalam radius 1 meter dan dalam jangka waktu 15 menit atau lebih.
b. Sentuhan fisik langsung dengan kasus probable atau konfirmasi (seperti bersalaman, berpegangan tangan, dan lain-lain).
c. Orang yang memberikan perawatan langsung terhadap kasus probable atau konfirmasi tanpa menggunakan APD yang sesuai standar.
d. Situasi lainnya yang mengindikasikan adanya kontak berdasarkan penilaian risiko lokal yang ditetapkan oleh tim penyelidikan epidemiologi setempat.
Baca: Pesta Wisuda Jadi Penyebab 25 Mahasiswa UNS Positif Corona, Epidemiolog Ungkap Fakta Ini
Baca: Warga Positif Corona di Gresik Masih Keluyuran hingga Beli Sayur, Akhirnya Rumah Dipasangi Spanduk
Pada kasus probable atau konfirmasi yang bergejala (simptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Pada kasus konfirmasi yang tidak bergejala (asimptomatik), untuk menemukan kontak erat periode kontak dihitung dari 2 hari sebelum dan 14 hari setelah tanggal pengambilan spesimen kasus konfirmasi.
Selain itu, juga ada istilah lain berupa pelaku perjalanan, discarded, selesai isolasi, dan kematian.
- Pelaku perjalanan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari dalam negeri (domestik)
maupun luar negeri pada 14 hari terakhir.
- Discarded, dikatakan discarded apabila memenuhi satu di antara kriteria berikut:
a. Seseorang dengan status kasus suspek dengan hasil pemeriksaan RT-PCR 2 kali negatif selama 2 hari berturut-turut dengan selang waktu 24 jam lebih.
b. Seseorang dengan status kontak erat yang telah menyelesaikan masa karantina selama 14 hari.
- Selesai isolasi, apabila pasien memenuhi satu di antara kriteria berikut:
a. Kasus konfirmasi tanpa gejala (asimptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dengan ditambah 10 hari isolasi mandiri sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
b. Kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang tidak dilakukan pemeriksaan follow up RT-PCR dihitung 10 hari sejak tanggal onset.
Ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
c. Kasus probable atau kasus konfirmasi dengan gejala (simptomatik) yang mendapatkan hasil pemeriksaan follow up RT-PCR 1 kali negatif.
Ditambah minimal 3 hari setelah tidak lagi menunjukkan gejala demam dan gangguan pernapasan.
Baca: Punya Segudang Manfaat Sampai Dapat Tangkal Corona, Jahe Bisa Berbahaya Bila Dikonsumsi Pasien ini
Baca: Kasus Corona di Jakarta Meroket, DPRD DKI Sebut Publik Salah Kaprah Pahami PSBB Transisi
(Tribunnews.com/Nuryanti)