Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Staf Ahli Menkominfo: Tenaga Medis Garda Terakhir Penanganan Covid-19

Tenaga medis adalah garda terakhir menghadapi Covid-19. Garda pertama: masyarakat umum, garda kedua: para pemuka dan tokoh

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Staf Ahli Menkominfo: Tenaga Medis Garda Terakhir Penanganan Covid-19
tangkap layar
Prof Henri Subiakto Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam webinar bertajuk Pahlawan di Era Pandemi: Tenaga Medis Dalam Penanganan Covid-19 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tenaga medis merupakan garda terakhir dalam upaya pencegahan Covid-19, karena berperan dari sisi aspek pengobatan.

Hal itu disampaikan Prof Henri Subiakto Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika, dalam webinar bertajuk Pahlawan di Era Pandemi: Tenaga Medis Dalam Penanganan Covid-19, Minggu (19/7/2020).

“Tenaga medis adalah garda terakhir menghadapi Covid-19. Garda pertama: masyarakat umum, garda kedua: para pemuka dan tokoh, garda ketiga: pemerintah, garda keempat: aparat negara dan garda kelima tenaga medis,” ujar Prof Henri.

Baca: Menristek: Vaksin Covid-19 Asal China Bakal Diuji Klinis di Indonesia Selama Tiga Bulan

Henri menguraikan pentingnya peran tenaga medis, karena apabila tenaga medis sudah kehabisan energi dalam penanggulangan Covid-19, maka bisa dipastikan keadaan akan semakin parah.

Pada kesempatan tersebut, Henri juga menegaskan, tugas utama pencegahan Covid-19 terletak pada masyarakat umum.

“Masyarakat adalah inti utama yang harus diingatkan dan diajak, di situ tugas Kominfo penting. Karena menyadarkan masyarakat itu adalah dengan komunikasi, termasuk melibatkan para pemuka dan tokoh-tokoh masyarakat,” ujarnya.

Menurutnya, pengorbanan tenaga medis seperti tidak pulang kerumah, minim sarana, alat dan fasilitas, harus diisolasi, dan lembur hingga habis energi.

Baca: Jokowi Tugaskan Airlangga Hartarto Pimpin Tim Pemulihan Ekonomi dan Penanganan Covid-19

Berita Rekomendasi

Bahkan karena sulit jauh dari Covid-19, tenaga medis harus bertaruh nyawa, tapi malah sering dikucilkan, menjadi sasaran kemarahan dan tudingan serta jadi korban pasien tidak jujur.

Selain itu, pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental para tenaga medis. Karena menjalankan tugas dalam tekanan fisik dan mental, meski timbul rasa takut terhadap penularan, tetap dipaksa bekerja lebih cepat, dan sering menjadi korban hoax.

Baca: Vaksin Covid-19 dari China Telah Sampai di Indonesia & Diserahkan ke Bio Farma, Akan Diproduksi?

Henri menambahkan, peran keluarga tenaga medis pun sangat penting, karena tenaga medis butuh penguatan dan pendukung kesehatan fisik dan mental disaat kehidupannya berubah drastis.

Tenaga medis kini juga dituntut sebagai pencerah dan pendakwah, yang kompeten bicara virus dan Kesehatan.

“Dokter juga perlu menjelaskan pada para tokoh yang tidak percaya Covid-19, jadi dokter sebagai juru bicara dan sebagai pendakwah.

Covid-19 ajang reputasi dan kompetensi medis, karena ditunggu menghasilkan kesembuhan, ditunggu menghasilkan temuan obat ataupun vaksin, ditunggu pelayanannya yang terbaik dan ditunggu petuah dan petunjuknya,” ujarnya.

Dengan momentum pandemi, penggunaan teknologi dalam dunia kedokteran sangat penting dan harus menjadi bagian dari perubahan.

Adaptasi kebiasaan baru termasuk ke arah penggunaan digital menuju smart hospital.

“Para dokter menjadi lebih aman, pelayanan kesehatan menjadi lebih baik”, pungkas Henri.*

Sementara, Ketua Komisi 1 DPR RI Meutia Hafid menyampaikan parlemen telah menyetujui untuk menggelontorkan anggaran besar untuk insentif tenaga medis.

Insentif bagi tenaga medis sangat penting untuk menjaga kesehatan mental para tenaga medis sekaligus apresiasi dari pemerintah.

“Kami (parlemen) memberikan dukungan anggaran di bidang kesehatan sebesar 75 Triliun selama Covid-19. Sebesar 5,9 Triliun dialokasikan untuk insentif tenaga medis di pusat dan daerah,” ujarnya,

Data per 18 Juli 2020, Indonesia berada di peringkat 26 dunia kasus Covid-19 terbanyak, sebesar 84.882 orang dan 4.016 orang.

Dalam penangannya, Indonesia telah memiliki 2.902 Rumah Sakit Covid-19, 185 Laboratorim pengujian Covid-19, 800 rumah sakit rujukan dan 201.716 perangkat oksigen.

Erlina Burhan dari Departemen Pulmomologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia membeberkan, analisis data kematian tenaga Kesehatan di Medscape, tenaga Kesehatan yang meninggal di Indonesia memiliki rerata usia 56 tahun (rentang 25-79 tahun).

Rata-rata tenaga kesehatan yang gugur telah kehilangan potensi pengabdian selama 9 tahun yang dapat diberikan untuk masyarakat Indonesia, dengan asumsi usia produktif hingga 65 tahun.

“Problem tenaga kesehatan di Indonesia selama Covid-19 yakni kekurangan APD, stigma dan ancaman (diusir dari tempat tinggalnya), kelelahan karena beban kerja banyak dan masalah mental, meningkatkan kerentakan tubuh terhadap infeksi, masalah kompensasi untuk tenaga kesehatan, masalah kebebasan berpendapat dan berekspresi,” ujar Erlina.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas