Dokter Gugur Karena Covid-19 Tembus 100 Orang, Terbanyak di Jawa Timur
Berdasarkan laporan IDI, seluruh dokter tersebut telah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumlah dokter yang gugur menjadi korban keganasan pandemi Covid-19 di Indonesia kini tembus 100 jiwa.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat jumlah dokter meninggal dunia sejak pandemi virus corona (Covid-19) menghantam Indonesia dalam lima bulan terakhir sudah mencapai 100 orang.
Berdasarkan laporan IDI, seluruh dokter tersebut telah dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
"IDI mencatat dokter yg meninggal dunia dengan Covid-19 sudah genap 100 orang,” kata Humas IDI, Halik Malik, dalam keterangannya, Senin (31/8).
Dari 100 dokter yang meninggal itu IDI mencatat jumlah kematian dokter terbanyak
berada di Jawa Timur yakni sebanyak 25 dokter, kemudian Sumatera Utara 15 dokter,
dan DKI Jakarta 14 dokter.
Baca: BPOM Imbau Masyarakat Hati-hati atas Klaim Obat Herbal yang Dapat Sembuhkan Covid-19
Ketua Umum Pengurus Besar IDI, dr Daeng Faqih pun menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya 100 orang rekan sejawatnya.
"Sejawat dokter yang gugur dalam penanganan Covid-19 sudah mencapai 100.
Demikian juga petugas kesehatan lainnya yang gugur juga bertambah.
Mari kita doakan agar kawan-kawan kita yang gugur mendapat tempat yang mulia di sisi Tuhan YME, keluarga di tinggalkan diberi kesabaran serta perjuangannya mengilhami dan menjadi tauladan bagi kita semua agar tetap komitmen menjalankan pengabdian kepada kemanusiaan," kata Daeng dikutip dari akun twitter PB IDI, @PBIDI, Senin (31/8).
Dari data BPS tercatat jumlah dokter di Indonesia pada 2019 sebanyak 81.011 orang.
Sebaran terbanyak terpusat di Pulau Jawa yakni DKI Jakarta 11.365 orang, Jawa Timur
10.802, Jawa Tengah 9.747, dan Jawa Barat 8.771.
Sementara Platform Informasi dan Data Covid-19 Indonesia, Pandemic Talks sempat melakukan analisis kematian dokter menggunakan data IDI per 21 Agustus.
Baca: Aksi Membangkang Lionel Messi ke Barcelona: Tak Ikut Tes Covid-19 Lalu Bolos Latihan
Pandemic Talks melihat sekitar 59,3 persen dokter meninggal berada pada usia lanjut,
dan 40,7 persen berada di usia kurang dari 50 tahun.
Kasus kematian dokter juga banyak terjadi pada dokter umum, yakni 54,7 persen, sementara dokter spesialis 45,3 persen.
"Hanya 12 persen korban yang spesialisasinya secara khusus memang merawat covid-19, Ahli Penyakit Dalam (IPD), Ahli Paru, Ahli Anastesi, usia gak hanya
tua saja yang jadi korban, sebagian besar juga dokter umum " kata kata Inisiator
Pandemic Talks, Muhammad Kamil, belum lama ini.
Pandemic Talks juga mencatat, kematian dokter setelah terpapar Covid-19 juga
terbanyak berada di pulau Jawa, yakni sebesar 65 persen kasus dokter meninggal.
Sementara persentase kasus dokter meninggal terendah ada di Bali yaitu 3 persen.
Terkait banyaknya kematian dokter itu, IDI menuntut sejumlah hal agar kematian dokter bisa dicegah.
Baca: Empat Anak Novel Baswedan Positif Covid-19, Hasil Tes Swab Sang Istri Masih Belum Diketahui
Yang pertama, IDI meminta Satgas Covid-19 dan Kemenkes memastikan
ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang baik.
"Yang kedua, rumah sakit melakukan penjadwalan jaga petugas kesehatan agar petugas kesehatan tidak kelelahan dan berisiko tertular," kata Daeng.
Tak hanya itu, IDI juga meminta rumah sakit memberlakukan kebijakan khusus terhadap petugas kesehatan yang memiliki komorbid. Mereka diminta untuk sementara tidak praktik atau kalau terpaksa, jadwalnya harus sangat dibatasi.
"Rumah sakit didorong melakukan pemeriksaan PCR rutin kepada petugas kesehatan agar terpantau ketat dan
tidak terjadi penularan luas di rumah sakit," tutur dia.
"Semua pihak seharusnya bergotong royong untuk mensupport rumah sakit agar mampu melaksanakan 4 hal di atas," ujar dia.
Meski demikian, Daeng juga tetap mengajak para dokter dan tenaga kesehatan untuk
tetap komitmen mengabdi pada kemanusiaan.
"Semoga perjuangan kawan-kawan kita yang gugur mengilhami dan menjadi tauladan bagi kita semua agar tetap komitmen menjalankan pengabdian kepada kemanusiaan," kata Daeng.
Kerugian SDM
Anggota Komisi IX DPR Muchmad Nabil Haroen mengaku bersedih mendengar kabar
100 dokter gugur karena menjalankan tugasnya menangani pandemi Covid-19.
"Kematian memang takdir Allah, tapi manusia juga bisa berusaha untuk mengurangi
resiko sakit dengan pencegahan," ujar Nabil kepada wartawan, Jakarta, Senin (31/8).
Menurut Nabiel, pencegahan penuluran Covid-19 kepada tenaga medis sangat penting, di mana para dokter berjuang di garda depan dalam menangani pasien yang dirujuk ke rumah sakit.
Baca: Empat Anak Novel Baswedan Positif Covid-19, Hasil Tes Swab Sang Istri Masih Belum Diketahui
"Meninggalnya dokter tidak hanya membawa kabar sedih bagi keluarga,
bagi kita semua, tapi juga kerugian SDM besar bagi Indonesia," ucap politikus PDIP itu.
Melihat kondisi tersebut, Nabil meminta Kementerian Kesehatan mengevaluasi
komunikasi publiknya agar tidak mengecewakan para dokter.
"Ini para dokter sudah bekerja keras, dengan protokol medis yang ketat. Nah, seharusnya sejak awal sistem yang dibangun oleh Kementerian Kesehatan perihal pencegahan dan kondisi darurat, bisa mencegah korban," papar Nabil.
"Terutama, dengan antisipasi alat pelindung diri,
sistem pencegahan virus, dan alat-alat medis yang memadai," sambung Nabil.
Adapun anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh
Partaonan Daulay meminta pemerintah melakukan evaluasi terkait jaminan keselamatan dalam penanganan virus corona atau Covid-19.
"Saya melihat, pemerintah harus melakukan evaluasi terhadap treatment atau perlakuan kepada dokter. Terutama, mereka harus dilindungi ketika bertugas," kata Saleh.
Baca: Depok Berlakukan Jam Malam, Ini Penjelasan Gugus Tugas Covid-19 Bagi Pegawai yang Pulang Malam
Dia menyatakan evaluasi harus dimulai dari pemberian perlindungan berupa alat
pelindung diri (APD) yang sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada
para tenaga medis.
Selain itu, lanjutnya, evaluasi juga harus dilakukan terhadap sarana
dan prasarana penanganan Covid-19 di rumah sakit di seluruh Indonesia.
Berikutnya, menurut Saleh, pemerintah perlu membuat aturan tentang jam kerja para
dokter. Dia mengatakan, jam kerja berlebih akan berdampak pada daya tahan para
dokter sehingga pelayanan yang diberikan menjadi tidak maksimal.
"Jangan sampai mereka melebihi batas kerja normal, di mana itu akan mengurangi ketahanan atau imunitas mereka. Saya rasa penting ini diperhatikan pemerintah. Supaya juga mereka bisa berjuang seperti yang menjadi kewajiban mereka," kata Saleh.
Ia pun mengingatkan pemerintah agar tidak lupa memenuhi janji uang insentif bagi para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, uang santunan bagi keluarga para dokter dan tenaga kesehatan yang meninggal dunia.
"Duit sudah ada, tinggal mencairkan. Terkait santunan ini, saya mendorong pemerintah untuk memperpanjang masa atau waktu. Jadi yang kemarin itu yang dibayar insentif tiga bulan, menurut saya ditambah lagi tiga bulan ini. Karena sudah enam bulan kita menghadapi Covid-19," ujar Saleh.(tribun network/fia/sen/dod)