Peneliti Eijkman: Pembuatan Vaksin Tak Bisa Buru-buru
Kita tidak bisa membuat suatu vaksin karena kita ingin cepat-cepat tapi terus tidak mengindahkan semua aturan yang berlaku
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Deputi Bidang Penelitian Fundamental Lembaga Eijkmen Herawati Sudoyo menuturkan, dalam pembuatan suatu vaksin tidak bisa buru-buru.
Ia beralasan, setiap vaksin harus melewati sejumlah tahapan dan aturan yang berlaku.
"Kita tidak bisa membuat suatu vaksin karena kita ingin cepat-cepat tapi terus tidak mengindahkan semua aturan yang berlaku," kata Herawati dalam Webinar '6 Bulan Covid-19 di Indonesia, Kapan Berakhirnya?, Kamis (3/9/2020).
Herawati memaparkan, setiap vaksin harus melewati tahapan tes vaksin seperti pencarian benih vaksin, uji hewan, uji klinik 3 tahapan tetap harus dilalui oleh pembuat vaksin.
Meskipun ada percepatan, hal itu dilakukan saat uji klinik 1, 2 dan 3, di mana uji klinik bisa dilakukan secara paralel.
Baca: Kendala yang Dihadapi Lembaga Eijkman dalam Membuat Vaksin Covid-19
"Kami sudah berkomunikasi dengan industri dan BPOM sehingga mereka benar-benar tahu step by step yang kami lalui karena kami tidak ingin setelah semua selesai tahu-tahunya ada satu tahap di mana diperlukan uji sebenarnya suatu program atau suatu fase dalam urusan klinik semuanya," kata Hera.
Sementara itu dikesempatan yang sama, Pakar epidemiologi FKM UI Pandu Riono menegaskan, pemenuhan tahapan dalam pembuatan vaksin penting dilakukan. Terlebih, vaksin yang dihasilkan harus efektif dan berguna untuk memproteksi masyarakat.
Sehingga, tidak ada jalan cepat dalam pengembangan vaksin.
"Vaksin itu harus dipastikan efektif, selain itu berapa besar proteksinya pada komunitas sehingga kita bisa memprediksi berapa penduduk yang harus divaksin kemudian aman tidak. Kalau sudah dipastikan aman, itu pun dalam fase 4 masih memonitoring, supaya kalau ada masalah bisa diselesaikan dengan cepat," kata Pandu.
Pandu juga mengingatkan bahwa uji vaksin tetap harus diuji sesuai prosedur dan tata cara secara hati-hati.
"Jangan lalu lompat penelitian dari hewan atau dari sel langsung fase 3, enggak mungkinlah. Walau dipaksa oleh orang yang paling punya otoritas tertinggi di republik ini, tidak mungkin. Karena itu akan merugikan kita semua, termasuk merugikan bangsa dan negara," ungkap dia.
*Pengembangan Vaksin Merah Putih Telah Mencapai 40 Persen*
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro mengatakan, sampai saat ini pengembangan vaksin Covid-19 Merah Putih sudah mencapai 40 persen.
"Khusus vaksin Merah Putih yang dikembangkan Eijkman bisa kami sampaikan tahapannya sekitar 40 persen dari keseluruhan tahapan," ujarnya.
Dirinya memaparkan, pengembangan vaksin Merah Putih menggunakan tiga platform, yakni platform subunit rekombinan yang berbasis sel mamalia maupun berbasis sel ragi.
Kemudian platform inactivated virus atau virus yang dilemahkan.
"Ada tiga platform yang akan dikembangkan Lembaga Eijkman," imbuhnya.
Bambang melanjutkan, kini pengembangan vaksin Merah Putih berada dalam persiapan uji coba pada hewan mamalia. Diprediksi uji coba selesai pada akhir tahun 2020.
Dengan demikian, di awal tahun depan Lembaga Eijkman bisa menyerahkan bibit vaksinnya ke Bio Farma untuk scale up level produksi yang kemudian berlanjut untuk uji klinis 1, 2 dan 3.
Bambang berharap uji klinis fase 3 vaksin Merah Putih selesai pada triwulan ketiga 2021, di mana tahapan ini menjadi awal produksi vaksin Merah Putih oleh Bio Farma.
"Triwulan ketiga 2021 harapanya kita bisa memproduksi awal untuk keperluan publik," harapnya.