Presiden Brasil Sebut Vaksinasi Covid-19 Tidak Wajib: Tak Ada Undang-Undang Mengaturnya
Presiden Brasil Jair Bolsonaro menegaskan, vaksinasi COVID-19 tidak akan wajib dilakukan di negaranya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Brasil Jair Bolsonaro menegaskan, vaksinasi COVID-19 tidak akan wajib dilakukan.
Hal itu dia sampaikan pada Kamis (4/9/2020), dalam obrolan langsung Facebook dengan para pendukungnya.
"Banyak orang ingin vaksin diterapkan dengan cara yang memaksa, tetapi tidak ada undang-undang yang mengaturnya," kata Bolsonaro, dikutip dari CNA.
Sosok Presiden ini memang dikenal kerap meremehkan tingkat keparahan wabah virus corona.
Wakil Presiden Hamilton Mourao mengatakan sebelumnya, bahwa vaksinasi massal tidak dapat dihindari untuk melawan pandemi di Brasil, tetapi ia sejalan dengan sikap Bolsonaro.

Baca: Ini Alasan Pulau di Brasil Hanya Izinkan Turis yang Pernah Terinfeksi Covid-19 untuk Berkunjung
"Tidak ada cara bagi pemerintah, kecuali kita hidup dalam kediktatoran, untuk memaksa semua orang mendapatkan vaksinasi," kata Mourao dalam wawancara radio.
Adapun Brasil kini telah mencatat lebih dari 4 juta kasus virus corona yang dikonfirmasi.
Angka tersebut menjadikan Brasil, negara kedua setelah Amerika Serikat yang terdampak virus corona.
Sedangkan jumlah kematian resmi dari COVID-19 telah meningkat menjadi 124.614, menurut catatan Kementerian Kesehatan.

Baca: Presiden Brasil Siapkan Dana Rp5,3 Triliun untuk Beli Vaksin Covid-19 Buatan AstraZeneca
Dalam 24 jam sebelum Kamis sore, 43.773 kasus baru dilaporkan di negara itu serta 834 kematian akibat virus tersebut.
Padahal, Brasil pada bulan lalu menandatangani perjanjian dengan AstraZeneca untuk membeli 30 juta dosis vaksin yang dikembangkannya dengan Universitas Oxford.
Bahkan pihaknya memberikan opsi untuk membeli 70 juta dosis lagi, jika vaksin itu berhasil.
Saat Brasil capai 4 juta kasus corona
Kementerian Kesehatan mengatakan, jumlah infeksi COVID-19 di Brasil sedikit berkurang dalam beberapa hari terakhir.
Ada harapan pandemi telah memuncak setelah beberapa bulan mengalami rata-rata kematian harian lebih dari 1.000.
Dikutip dari CNA, sejak akhir Agustus, Brasil memiliki rata-rata sekitar 870 kematian akibat Covid-19 dengan 40.000 infeksi baru setiap hari.
Kendati demikian, seorang ahli epidemiologi mengatakan untuk berhati-hati.
"Ini adalah awal dari apa yang kami harapkan adalah tren yang membaik," kata Mauricio Sanchez, seorang ahli epidemiologi di Universitas Brasilia.

Baca: Jair Bolsonaro Kumandangkan Klorokuin saat Krisis Covid-19 di Brasil Makin Meningkat
Namun, dia memperingatkan tren itu "sangat pemalu" dan perlambatan dalam kasus harus dipertahankan selama dua atau tiga minggu untuk dapat menarik kesimpulan yang tegas.
"Namun, di negara yang sangat luas dan seukuran benua, kurva nasional bisa berubah karena 27 epidemi yang berbeda," katanya, mengacu pada negara bagian Brasil.
Brasil telah mencatat angka kematian 589 per juta penduduk.
Tetapi ada perbedaan besar antara angka di utara (746) dan selatan (309.)
Paulo Lotufo, seorang profesor epidemiologi di Universitas Sao Paulo juga mengatakan angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Brasil bisa berada di ambang peningkatan.

Baca: Ditanya Soal Dugaan Skandal Korupsi Istrinya, Presiden Brasil Ancam Pukul Wajah Wartawan
"Dalam dua bulan terakhir, kami telah melihat kurva yang mencampurkan wilayah yang meningkat, dengan wilayah lain yang menurun," kata Lotufo.
Ia merujuk pada lonjakan di selatan dan tengah-barat, sementara kasus berjatuhan di kota Sao Paulo dan Rio de Janeiro, serta di utara.
Para ahli memperingatkan situasi dapat tiba-tiba memburuk lagi jika pemerintah daerah menyerah pada tekanan dari kelompok bisnis.
Terlebih untuk membuka kembali ekonomi terlalu cepat dan jika tindakan jarak sosial ditinggalkan.
(Tribunnews.com/Maliana)