Total 1.390 WNI Terpapar Covid-19 di Luar Negeri, Arab Saudi Terbanyak
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mencatat sebanyak 1.390 Warga Negara Indonesia (WNI) terpapar Covid-19 di luar negeri hingga Kamis (10/9/2020).
Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI mencatat sebanyak 1.390 Warga Negara Indonesia (WNI) terpapar Covid-19 di luar negeri hingga Kamis (10/9/2020) pukul 08.00 WIB.
Dikutip dari unggahan Twitter @Kemlu_RI, terdapat penambahan kasus terkonfirmasi positif di Belgia, Brunei Darussalam, Taiwan, dan Kuwait.
Dari 1.390 kasus konfirmasi, 967 WNI dinyatakan sembuh.
Sebanyak 304 WNI saat ini masih menjalani perawatan.
Sedangkan kasus WNI meninggal dunia akibat Covid-19 di luar negeri berjumlah 119 orang.
Baca: 6 Bulan Pandemi Covid-19, Ribuan Hoaks hingga Isu Teori Konspirasi yang Persulit Penanganan
Sementara itu Arab Saudi menjadi negara dengan WNI terbanyak positif Covid-19 dengan 211 kasus.
Sebanyak 54 kasus sembuh dan 72 meninggal.
Kemudian di Malaysia total kasus mencapai 168 WNI.
Sebanyak 52 sembuh dan 2 meninggal.
Qatar memiliki total kasus 123 WNI terpapar Covid-19.
Sebanyak 112 sembuh dan 1 meninggal.
Baca: Kabar Baru RSD Wisma Atlet: Rawat 1.561 Orang hingga Dugaan Pasien Positif Bunuh Diri Loncati Tower
Di Kuwait total kasus Covid-19 pada WNI berjumlah 116.
Sebanyak 108 dinyatakan sembuh dan 3 meninggal.
Sementara itu du Amerika Serikat total kasus 84 WNI terpapar Covid-19.
Sebanyak 65 sembuh dan 17 meninggal dunia.
Sementara itu sejumlah perusahaan dunia berupaya mengembangkan vaksin Covid-19.
Perusahaan farmasi AstraZeneca yang menjadi vaksin potensial dari Amerika Serikat mengalami masalah dalam keamanannya.
Oleh karena itu, uji coba besar-besaran dalam tahap terakhir ditunda untuk sementara.
Penundaan tersebut dilakukan setelah ditemukan penyakit yang menimpa salah seorang peserta uji coba.
Padahal, vaksin yang dikembangkan bersama Universitas Oxford ini telah dilihat sebagai salah satu kandidat vaksin terkemuka untuk melawan virus corona.
Adapun penangguhan uji coba ini 'meredupkan' prospek potensi peluncuran vaksin pada akhir tahun.
AstraZeneca mengatakan, pihaknya secara sukarela menghentikan uji coba untuk memungkinkan peninjauan data keamanan oleh komite independen.
Baca: Uji Coba Vaksin Covid-19 dari Oxford Dihentikan Sementara, Sukarelawan Dilaporkan Alami Reaksi Buruk
Pihaknya akan bekerja untuk mempercepat peninjauan peristiwa ini, untuk meminimalkan potensi dampak pada jadwal uji coba.
"Ini adalah tindakan rutin yang harus dilakukan setiap kali ada penyakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan di salah satu uji coba," kata perusahaan itu dalam pernyataannya Selasa (8/9/2020), dikutip dari CNA.
Kendati demikian, sifat penyakit dan kapan terjadinya tidak secara jelas disebutkan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan AS mendefinisikan hal ini sebagai peristiwa buruk.
Bukti menunjukkan kemungkinan ada hubungannya dengan obat yang sedang diuji.
Menurut laporan New York Times yang mengutip seseorang yang mengetahui situasi tersebut, seorang peserta yang berbasis di Inggris ditemukan menderita myelitis transversal.
Itu merupakan sindrom peradangan yang mempengaruhi sumsum tulang belakang dan sering dipicu oleh infeksi virus.
Baca: Uji Coba Vaksin Covid-19 Sinovac Diklaim Aman untuk Lansia
Namun, apakah penyakit itu terkait langsung dengan vaksin AstraZeneca masih belum jelas.
AstraZeneca pun menolak mengomentari laporan tersebut.
Adapun penangguhan uji coba telah berdampak pada uji coba vaksin AstraZeneca lainnya.
Bahkan berdampak pula pada uji klinis yang dilakukan oleh pembuat vaksin lain, yang mencari tanda-tanda reaksi serupa.
Institut Kesehatan Nasional AS, yang menyediakan dana untuk uji coba AstraZeneca, menolak berkomentar.
"Dalam uji coba besar, penyakit akan terjadi secara kebetulan tetapi harus ditinjau secara independen untuk memeriksanya dengan cermat," tulis pernyataan AstraZeneca.
Baca: WHO Khawatir Nasionalisme Vaksin Menghambat Penghentian Penyebaran Covid-19
Lantaran kejadian ini, saham AstraZeneca turun lebih dari 8 persen setelahnya.
Sementara saham pengembang vaksin saingannya menjadi naik.
Moderna naik lebih dari 4 persen dan Pfizer naik kurang dari 1 persen.
Sembilan pengembang vaksin terkemuka AS dan Eropa akhirnya berkomitmen untuk menegakkan standar keamanan, serta kemanjuran ilmiah untuk vaksin eksperimental mereka pada Selasa kemarin.
Perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk AstraZeneca, Pfizer dan GlaxoSmithKline.
Mereka mengatakan, akan menjunjung integritas proses ilmiah saat bekerja menuju potensi pengajuan peraturan global dan persetujuan vaksin COVID-19 pertama.
Baca: Seperempat Orang Brasil Enggan untuk Vaksin Covid-19, Alasan Teori Konspirasi Masih Dipercayai Warga
Selain dari Amerika Serikat, vaksin potensial dari China juga tengah menanggapi soal keraguan ahli mengenai keamanan vaksinnya.
CanSino Biologics Inc China membela kandidat vaksin COVID-19, setelah para ahli meragukannya.
Hal itu terkait pendapat ahli tentang kandidat vaksin virus corona tidak boleh diikuti "secara membabi buta" tanpa data uji klinis yang memadai.
Adapun para ilmuwan di luar perusahaan telah menyatakan keprihatinan, efektivitas kandidat CanSino Ad5-nCoV, yang didasarkan pada virus flu biasa yang telah terpapar banyak orang, dapat dibatasi.
Mereka mengatakan, antibodi yang ada melawan virus flu biasa dapat merusak Ad5-nCoV.
"Pengembangan vaksin adalah ilmu berbasis praktik, dan kita seharusnya tidak mengikuti para ahli secara membabi buta," kata Zhu Tao, kepala ilmuwan, selama konferensi pers, pada Rabu (9/9/2020), dikutip dari CNA.
Adapun, Ad5-nCoV yang masih dalam uji coba tahap akhir, telah disetujui untuk digunakan dalam militer China.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Maliana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.