WHO Setujui Uji Klinis Herbal Lokal untuk Perangi Covid-19, Ini Syaratnya
Lisensi WHO akan memungkinkan uji coba fase I/II dari obat-obatan herbal tertentu di beberapa bagian dunia
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Uji klinis herbal untuk memerangi virus corona atau Covid-19 akhirnya direstui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut WHO, apabila suatu produk obat tradisional ditemukan aman, berkhasiat, dan terjamin kualitasnya maka akan direkomendasikan.
Prosper Tumusiime, Direktur Regional WHO mengatakan, serangan Covid-19, seperti wabah Ebola di Afrika Barat, telah menekan perlunya penguatan sistem kesehatan.
"juga program penelitian dan pengembangan termasuk pada obat-obatan tradisional," kata Prosper Tumusiime dalam keterangannya belum lama ini.
Sebelumnya Presiden Madagaskar mempromosikan minuman berbasis artemisia atau artemisinin tanaman dengan khasiat yang terbukti dalam pengobatan malaria untuk pengobaran Covid-19.
Komponen utama dari Artemisia annua adalah senyawa yang disebut artemisinin yang tersusun dari ikatan karbon, hidrogen, dan oksigen yang mampu berinteraksi dengan berbagai fungsi tubuh dan reaksi kimia di dalamnya.
Atemisia ini disebut ampuh mengobati malaria , infeksi parasit, penyakit gusi, radang sendi, sampai risiko kanker.
Laporan terbaru menunjukkan, lisensi WHO akan memungkinkan uji coba fase I/II dari obat-obatan herbal tertentu di beberapa bagian dunia.
Bahkan paska monitoring keamanan dan studi khasiat, peluncuran obat-obatan tersebut juga bisa dipercepat.
Dilansir dari Times of India , Selasa 22 September 2020, menurut laporan media tersebut, WHO tergerak untuk lebih serius menakar keunggulan dan tingkat keberhasilan yang terlihat dalam penggunaan bahan tradisional untuk memerangi wabah penyakit di masa lalu, seperti Ebola.
Baca: Satu Kabar Baik, WHO Setujui Uji Klinis Obat Herbal Afrika untuk Sembuhkan Corona
Sementara terapi dan perawatan herbal tunduk kepada dukungan ilmiah, langkah terbaru ini membawa umat manusia selangkah lebih dekat untuk memerangi krisis Covid-19.
"Jika suatu produk obat tradisional ditemukan aman, berkhasiat dan terjamin kualitasnya, WHO akan merekomendasikan (itu) untuk manufaktur lokal skala besar yang dapat dilacak dengan cepat,
Apa alasannya ? Ada tiga alasan penguat opsi herbal perlu menjadi rujukan, antara lain:
Obat-obatan herbal sudah digunakan untuk melawan epidemi di masa lalu.
Pengobatan herbal dan pengobatan alternatif telah teruji pada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan profilaksis dari beberapa terapi dapat mempercepat pemulihan bahkan menurunkan tingkat keparahan.
Ini bukan pertama kalinya ramuan tradisional diuji selama pandemi.
Obat-obatan herbal juga banyak digunakan selama krisis Flu Spanyol pada 1918 lalu.
Di Wuhan, China, yang menjadi pusat penyebaran Korona, para dokter terus bereksperimen dengan pengunaan obat tradisional China (TCM) untuk memerangi efek samping yang mengancam jiwa dari beberapa obat konvensional yang digunakan dalam pengobatan.
Baca: Industri Herbal Dinilai Belum Digarap secara Maksimal
Obat-obatan China disetujui digunakan pada tahap awal untuk merawat pasien, termasuk penggunaan ramuan tradisional, seperti akar manis, jeruk pahit, dan banyak tumbuhan lainnya.
Dipuji karena penggunaan profilaksisnya
Percobaan paling menarik saat ini yang sedang dilakukan oleh DAILAB IIT Delhi dan Institut Nasional Sains dan Teknologi Industri Lanjutan (AIST) Jepang.
Mengomentari susunan biokimia alami, para peneliti mengatakan bahwa sifat ashwagandha dapat digunakan untuk menargetkan enzim penyebab penyakit dan memecah protein, Mpro (Main protease), yang bertanggung jawab untuk replikasi dan penyebaran virus.
Herbal dapat membantu pengembangan vaksin
Sifat anti-virus yang sama juga telah diamati pada ramuan lain, Propolis Selandia Baru, yang dapat membantu memblokir dan melemahkan struktur virus.
Menariknya, perusahaan farmasi juga terjun ke lll eksperimen tersebut.
Grup seperti Medicago yang berbasis di Kanada dan perusahaan medis lain yang berbasis di Australia juga sedang bekerja untuk mengembangkan vaksin nabati yang menggunakan bahan berbasis jamu yang kuat.
Sementara bitu Deputi II Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dra. Rr. Maya Gustina Andarini, Apt., M.Sc., mengatakan jika dengan jamu, di mana produk herbal tergolong ramuan empiris, yang artinya sudah turun-temurun digunakan sejak zaman nenek moyang. Jadi, tidak perlu uji empiris.
"Seperti temulawak, beras kencur, kunyit asam, itu kan semua ramuan-ramuan yang sudah ada sejak zaman nenek moyang kita dan klaimnya pun klaim empiris," katanya.
Catatan : Penggunaan herbal ini masih membutuhkan kajian lebih lanjut dan mendalam sebelum bisa ditetapkan sebagai obat untuk mengatasi infeksi corona.Sampai saat ini WHO dan kemenkes hingga saat ini belum merekomendasikan obat tertentu untuk penyembuhan Covid-19.