Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Studi Baru: Satu dari Lima Pasien COVID-19 Berisiko Alami Gangguan Mental dalam Waktu 90 Hari

Menurut hasil studi AS, satu dari lima pasien COVID-19 berisiko mengalami gangguan mental setelah 90 Hari terpapar virus corona.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Studi Baru: Satu dari Lima Pasien COVID-19 Berisiko Alami Gangguan Mental dalam Waktu 90 Hari
freepik.com
Lama terkurung dalam rumah bisa mempengaruhi kesehatan mental. Menurut hasil studi AS, satu dari lima pasien COVID-19 berisiko mengalami gangguan mental setelah 90 Hari terpapar virus corona. 

TRIBUNNEWS.COM - Studi baru asal Amerika Serikat mengatakan, banyak penyintas Covid-19 yang berisiko mengalami penyakit atau gangguan mental pada Senin (9/11/2020) lalu.

Pernyataan tersebut dibuktikan dengan temuan 20 persen penyintas Covid-19 didiagnosis memiliki gangguan kejiwaan dalam waktu 90 hari.

Menurut penelitian yang mengembangkan masalah kesehatan mental ini, ada beberapa penyakit mental yang umum dialami para penyintas Covid-19.

Di antaranya seperti kecemasan, depresi, dan insomnia.

Para peneliti juga menemukan risiko demensia (kondisi gangguan otak) yang jauh lebih tinggi.

DIPERBOLEHKAN PULANG - Sejumlah penyintas Covid-19 saat akan proses pulang dari RS Lapangan Kogabwilhan II, Jl Indrapura, Jumat (4/9/2020). Sebanyak 50 penyintas Covid-19 diwisuda (diperbolehkan pulang). Pada pemulangan (wisuda) ke-74 itu total sudah 1630 sembuh dan dipulangkan dari RS Lapangan Kogabwilhan II dengan jumlah pasien yang masih dirawat sebanya 128 ( 90 laki-laki dan 38 perempuan). SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ
DIPERBOLEHKAN PULANG - Sejumlah penyintas Covid-19 saat akan proses pulang dari RS Lapangan Kogabwilhan II, Jl Indrapura, Jumat (4/9/2020). Sebanyak 50 penyintas Covid-19 diwisuda (diperbolehkan pulang). Pada pemulangan (wisuda) ke-74 itu total sudah 1630 sembuh dan dipulangkan dari RS Lapangan Kogabwilhan II dengan jumlah pasien yang masih dirawat sebanya 128 ( 90 laki-laki dan 38 perempuan). SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ (SURYA/AHMAD ZAIMUL HAQ)

Baca juga: Studi WHO: Efek Remdesivir Sangat Kecil untuk Tekan Kematian akibat Covid-19

Baca juga: Studi: Kepercayaan Publik pada Vaksin di Indonesia Buruk, Ahli Sebut Ada Pengaruh Politik

"Masyarakat khawatir, orang yang sembuh dari COVID-19 akan memiliki risiko lebih besar terhadap masalah kesehatan mental."

"Dan temuan kami menunjukkan kemungkinan besar benar," kata Paul Harrison, Profesor Psikiatri di Universitas Oxford, Inggris, dikutip dari CNA, Selasa (10/11/2020).

Berita Rekomendasi

Atas temuannya ini, Harrison menyarankan para dokter dan ilmuwan di seluruh dunia untuk mencari tahu penyebabnya.

Hal itu untuk mengidentifikasi perawatan baru untuk menyembuhkan penyakit mental setelah terpapar Covid-19.

"Pelayanan (kesehatan) harus siap memberikan perawatan."

Post-Holiday Syndrome, Depresi
Post-Holiday Syndrome, Depresi (Unsplash.com/@yrss)

Baca juga: Waspada Anak-anak Terpapar Covid-19, Studi Baru Temukan Gejala Umumnya

Baca juga: Dokter dan Peneliti di Dunia Sedang Teliti Apakah Covid-19 Bisa Akibatkan Diabetes

"Terutama karena hasil kami cenderung meremehkan (jumlah pasien psikiatri)," tambahnya.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet Psychiatry ini menganalisis catatan kesehatan dari 69 juta orang di Amerika Serikat.

Termasuk lebih dari 62.000 pasien yang terinfeksi Covid-19.

Dalam tiga bulan setelah dites positif Covid-19, satu dari lima orang yang sembuh tercatat memiliki diagnosis kecemasan, depresi, atau insomnia untuk pertama kali.

"Ini dua kali lebih mungkin dibandingkan dengan kelompok pasien lain pada periode yang sama," kata para peneliti dalam studi tersebut.

Tenaga medis bersiap membawa orang tanpa gejala (OTG) menggunakan bus sekolah di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Rabu (23/9/2020). Sejumlah unit bus sekolah kini dialihfungsikan menjadi kendaraan untuk mengantar pasien Covid-19 berstatus OTG dari puskesmas ke RS Darurat Wisma Atlet seiring meningkatnya kasus baru virus corona di Jakarta. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Tenaga medis bersiap membawa orang tanpa gejala (OTG) menggunakan bus sekolah di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Jakarta, Rabu (23/9/2020). Sejumlah unit bus sekolah kini dialihfungsikan menjadi kendaraan untuk mengantar pasien Covid-19 berstatus OTG dari puskesmas ke RS Darurat Wisma Atlet seiring meningkatnya kasus baru virus corona di Jakarta. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Baca juga: Hasil Studi Tunjukkan Penumpang yang Duduk di Jendela Pesawat Rentan Terkena Virus Corona

Baca juga: Peneliti Temukan Tes Air Liur Dapat Deteksi Virus Corona, Disebut Sama Andalnya dengan Tes PCR

Bahkan, studi ini juga menemukan orang dengan penyakit mental yang sudah ada sebelumnya, 65 persen lebih mungkin terkena Covid-19 daripada mereka yang tidak.

Pakar kesehatan mental yang tidak terlibat langsung dalam penelitian, Michael Bloomfield ikut menanggapi studi tersebut.

Ia mengatakan, temuan itu menambah bukti jika Covid-19 dapat memengaruhi otak dan pikiran.

Bahkan meningkatkan risiko berbagai penyakit kejiwaan.

"Ini kemungkinan karena kombinasi dari stres psikologis yang terkait dengan pandemi dan efek fisik dari penyakit tersebut," kata Michael Bloomfield, seorang Psikiater Konsultan di University College London.

Infografis Pentingnya Sinar Matahari untuk Kesehatan Mental, Rabu (26/8/2020). TRIBUNNEWS/Ridho Hendrikos
Infografis Pentingnya Sinar Matahari untuk Kesehatan Mental, Rabu (26/8/2020). TRIBUNNEWS/Ridho Hendrikos (TRIBUN/Ridho Hendrikos)

Baca juga: Studi dari Stanford Menyebut 30 Ribu Kasus Covid-19 di AS Berasal dari 18 Rapat Umum Donald Trump

Baca juga: Studi: Jika Pemerintah AS Bertindak Lebih Cepat, 130.000 Kematian akibat Covid-19 Bisa Dicegah

Sementara, seorang profesor psikiatri juga menanggapi temuan mereka yang memiliki gangguan kesehatan mental juga berisiko lebih tinggi terkena Covid-19.

Ia mengatakan, temuan tersebut menambahkan temuan serupa dalam wabah penyakit menular sebelumnya.

"Covid-19 mempengaruhi sistem saraf pusat, dan dengan demikian mungkin secara langsung meningkatkan gangguan berikutnya."

"Tetapi penelitian ini menegaskan itu bukanlah keseluruhan cerita, dan risiko ini meningkat oleh kesehatan yang buruk sebelumnya," kata Simon Wessely, profesor psikiatri regius di King's College London.

(Tribunnews.com/Maliana)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas