FAKTA Alat Deteksi Corona GeNose: Tak Bisa Ganti PCR, Biaya Tes hingga Dapat Pesanan dari Singapura
GeNose, alat deteksi Covid-19 buatan UGM memiliki tingkat akurasi 93 persen, tetapi tak bisa gantikan PCR.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM.COM - Alat deteksi virus corona (Covid-19) hasil inovasi Universitas Gadjah Mada (UGM), GeNose C19 sudah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak Kamis (24/12/2020).
GeNose merupakan alat yang mampu mendeteksi Covid-19 menggunakan embusan napas.
Waktu yang dibutuhkan alat tersebut untuk mendeteksi virus yakni sekira dua menit, dengan tingkat akurasi hasilnya mencapai 93 persen.
Namun, Tim Peneliti GeNose UGM, dokter Dian Kesumapramudya Nurputra mengatakan, GeNose tidak bisa menggantikan perangkat Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam pengetesan Covid-19.
Lantas mengapa bisa demikian?
Berikut fakta-fakta mengenai GeNose yang dirangkum Tribunnews.com dari beberapa sumber:
Baca juga: GeNose Sudah Dapat Pemesanan dari Perusahaan Singapura
Cara Kerja
Dian mengungkapkan, GeNose mengidentifikasi virus corona dengan cara mendeteksi Volatile Organic Compound (VOC).
Dikutip dari Kompas.com, VOC terbentuk lantaran adanya infeksi Covid-19 yang keluar bersama napas.
Orang-orang yang akan diperiksa menggunakan GeNose, terlebih dahulu diminta mengembuskan napas ke tabung khusus.
Sensor-sensor dalam tabung itu lalu bekerja mendeteksi VOC.
Kemudian, data yang diperoleh akan diolah dengan bantuan kecerdasan buatan hingga memunculkan hasil.
Dalam waktu kurang dari dua menit, GeNose bisa mendeteksi apakah seseorang positif atau negatif Covid-19.
Tingkat Akurasi
Dikatakan Dian, GeNose diklaim mempunyai tingkat tingkat senstivitas sekira 90-92 persen, spesifisitas-nya 95-96 persen, dengan tingkat akurasi 93 persen.
Hal itu berdasarkan uji klinis alat deteksi tersebut selama 2 bulan, yang dilakukan di delapan rumah sakit dengan melibatkan 2.000 subyek.
"Dari hasil uji klinis kita kemarin selama 2 bulan di 8 rumah sekit dengan 2.000 subyek, kita dapatkan senstivitas-nya itu sekitar 90-92 persen, spesifisitas-nya 95-96 persen, dengan akurasi 93 persen," terang Dian dalam video yang diunggah kanal YouTube Apa Kabar Indonesia Tvone, Senin (28/12/2020).
Perbedaan dengan Rapid Test Antibodi dan Rapid Test Antigen
Selanjutnya, Dian menuturkan perbedaan tes GeNose dengan rapid test antibodi dan rapid test antigen.
Rapid test antibodi merupakan tes yang dilakukan dengan memeriksa respon antibodi terhadap virus corona.
Rapid test antibodi juga baru terdeteksi di hari ke 4 atau ke 5 setelah terinfeksi.
Lalu, rapid test antigen merupakan tes yang dilakukan dengan memeriksa partikel virus yang diambil dari tenggorokan.
Sedangkan tes GeNose merupakan tes yang dilakukan dengan memeriksa metabolisme dari virus yang bentuknya berupa VOC.
"Ini (GeNose) yang diperiksa adalah metabolisme dari si virus yang disebut VOC, di situ sar cov-2 mempunyai metabolisme yang polanya spesifik," kata Dian.
Baca juga: Menristek: GeNose dan CePAD Tidak Bisa Gantikan Penggunaan PCR dalam Diagnosis Covid-19
Tak Bisa Gantikan PCR
Dian membantah kabar mengenai tes GeNose akan menggantikan PCR.
Dia menegaskan, GeNose tidak akan menggantikan PCR untuk mendeteksi Covid-19.
Alat tes seberat 50 kilogram itu, nantinya akan digunakan untuk sebagai alat screening.
"Kita lebih mengutamakan memang alat ini dipakai untuk skrining. Jadi dipasang di depan, sementara kalau ketemu positif konfirmasi lah dengan PCR."
"Saya ingin juga mau meluruskan ada beberapa berita yang mengatakan alat ini akan mengganti PCR, terlalu jauh dan terlalu over-klaim untuk mengatakan seperti itu," terang dia.
Adapun GeNose lebih tepat digunakan sebagai pendamping rapid test antibodi dan rapid test antigen.
Diharapkan GeNose dapat membantu mencegah atau memutus penularan Covid-19 dengan lebih banyak menemukan orang-orang yang positif.
Sejalan dengan Dian, Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro memastikan GeNose tidak bisa menggantikan perangkat PCR dalam pengetesan Covid-19.
Bambang mengatakan alat hasil penemuan anak bangsa tersebut digunakan untuk deteksi cepat.
"Jadi tidak bersifat menggantikan diagnosis yang memang hanya bisa dilakukan dengan gold standard PCR. Jadi tidak mungkin alat lain bisa menjadi pengganti," tutur Bambang dalam konferensi pers virtual, Senin (28/12/2020).
Baca juga: Kantongi Izin Edar, GeNose Sudah Bisa Diproduksi Massal untuk Screening Covid-19
Diproduksi Massal
GeNose secara resmi mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan nomor AKD 20401022883.
Ketua Tim Pengembang GeNose, Kuwat Triyana menyebut biaya tes menggunakan GeNose C19 ini bakal lebih murah, yakni kisaran Rp15-25 ribu.
Sementara itu, hingga Minggu (27/12/2020), pada tahap pertama produksi, pihak UGM telah memproduksi 100 unit GeNose.
Meski begitu, 100 alat itu mampu melakukan tes terhadap 12 ribu orang sehari.
"Angka 120 tes per alat itu dari estimasi bahwa setiap tes membutuhkan tiga menit termasuk pengambilan nafas sehingga satu jam dapat mengetes 20 orang dan bila efektif alat bekerja selama enam jam," ujar Kuwat.
Lebih lanjut, Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan GeNose sudah bisa diproduksi massal.
"Artinya, mulai saat ini GeNose sudah bisa diproduksi massal dan didistribusikan atau dipakai untuk kepentingan masyarakat, terutama tentunya untuk screening Covid-19," ujar Bambang, dalam konferensi pers virtual 'GeNose UGM dan CePAD UnPAD', Senin (28/12/2020) sore.
Adapun pada Februari 2021, kapasitas produksi alat itu ditargetkan telah tersedia sebanyak 5.000 unit.
Baca juga: Mengenal GeNose dan CePAD, Alat Deteksi Covid-19 Buatan Indonesia,Apa Bedanya dengan Rapid dan Swab?
Sudah Dapat Pemesanan dari Perusahaan Singapura
Dian mengungkapkan alat GeNose telah dipesan oleh perusahaan asal Singapura.
Beberapa pihak tertarik membeli GeNose setelah temuan para ahli di UGM tersebut mendapatkan izin edar.
"Secara spesifik sudah ada, dari Singapura, dari salah satu perusahaan besar yang basisnya di Singapura," kata Dian dalam konferensi pers virtual, Senin (28/12/2020).
Meski begitu, Dian mengatakan pihaknya saat ini masih fokus untuk memenuhi permintaan dalam negeri, mengingat kapasitas produksi GeNose masih terbatas.
"Hanya memang kita masih memprioritaskan permintaan dalam negeri dulu, karena kapasitas kita masih terbatas," ucap Dian.
Adapun beberapa rumah sakit yang elah memiliki GeNose meliputi, RS Bhayangkara di Yogyakarta, RS Karyadi di Semarang, Rumah Sakit Muwardi di Solo, Rumah Sakit UNS.
Izin GeNose Berlaku Hanya untuk Masa Pandemi
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menegaskan, izin edar GeNose yang dikeluarkan pihaknya bersifat 'Emergency Use Authorization'.
Artinya, hanya dapat digunakan saat masa pandemi Covid-19 ini.
Kadir menuturkan, GeNose masih harus menjalani uji klinik trial fase 4 untuk melihat efikasi, validitas, sensitivitas, dan spesifisitas alat tersebut.
"Izin tersebut maksudnya adalah alat itu diberikan izin hanya untuk masa pandemi saja. Namun, pada saat penggunaannya nanti harus dilakukan evaluasi yang disebut dengan clinical trial fase 4," kata dia dalam webinar yang digelar Kemenkes, Senin (28/12/2020).
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Anita K Wardhani/Fitri Wulandrai/Fahdi Fahlevi/Rina Ayu Panca Rini, Kompas.com/Gloria Setyvani Putri)