Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Vaksin Sinovac Sudah Disitribusikan ke Daerah, Vaksinasi Tunggu Fatwa MUI Tentang Kehalalannya

Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI yang juga Jubir Wapres Masduki Baidlowi menegaskan vaksinasi menunggu fatwa MUI.

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Vaksin Sinovac Sudah Disitribusikan ke Daerah, Vaksinasi Tunggu Fatwa MUI Tentang Kehalalannya
Surya/Ahmad Zaimul Haq
Petugas medis menunjukkan contoh (dummy) vaksin covid saat simulasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan di RSI Jemursari, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12/2020). Acara simulasi vaksinasi dihadiri Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dan Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar. Surya/Ahmad Zaimul Haq 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Jubir Wapres Masduki Baidlowi menegaskan vaksinasi menunggu fatwa MUI.

Saat ini tim dari MUI tengah menguji sample vaksin Sinovac di Bandung.

Ia menegaskan kehalalan vaksin harus diuji sebelum diedarkan ke masyarakat.

"Fatwa MUI nanti tetap ditunggu. Karena tidak mungkin itu vaksin akan beredar tanpa fatwa MUI. Walaupun barang sudah dikirim ke berbagai daerah,MUI dan BPOM sekarang sedang meneliti.

BPOM khusus hal yang terkait dengan kemujaraban, kegunaan, kekhasiatan, nilai bahaya dan seterusnya.

Baca juga: Meski Klaim Nol Kasus Covid-19, Korea Utara Minta Dikirimkan Vaksin 

Baca juga: Menkes Sebelumnya Targetkan 15 Bulan, Presiden Menawar Vaksinasi Tuntas Kurang dari Setahun

Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi
Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Sehingga dengan demikian itu tugas dari BPOM. Sementara MUI menilai kehalalan. Sekarang sedang
berjalan," katanya, Selasa (5/1/2020).

Tim dari MUI tengah menguji sample vaksin Sinovac di Bandung. Ia menegaskan kehalalan vaksin
harus diuji sebelum diedarkan ke masyarakat.

Berita Rekomendasi

"Jangan ada kesan seakan-akan vaksinasi akan dilaksanakan tanpa fatwa MUI. Enggak benar itu. Jadi fatwa MUI pasti akan menjadi rujukan utama terkait halal dan tidaknya vaksin ini diedarkan," jelasnya.

Baca juga: Wapres Maruf Amin Tak Ikut Vaksin Covid-19 Tahap Awal, Ini Kriteria yang Perlu Divaksinasi

Baca juga: Tuntaskan Audit Halal Sinovac, Komisi Fatwa MUI Bakal Gelar Sidang

Masduki juga memastikan fatwa MUI soal kehalalan vaksin akan keluar dalam waktu dekat.

MUI juga telah berkoordinasi dengan Bio Farma, Kemenkes, dan pihak-pihak lainnya terkait hal ini.

Ilustrasi vaksin Covid-19.
Ilustrasi vaksin Covid-19. (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)

"(Fatwa
keluar) Jelang vaksinasi akan keluar nanti. Pokoknya dalam waktu dekat lah, pokoknya akan bareng,"
kata dia.

"MUI akan berjalan sesuai tata cara prosedur sebagaimana yang dijalani di MUI, dan pemerintah
terutama Bio Farma sudah sangat tanggap, proaktif berhubungan dengan MUI dalam hal ini.

Jadi Bio Farma, Menkes, semuanya sudah proaktif," jelasnya lagi.

Syarat Halal

Personel Brimob dan TNI membantu menurunkan vaksin Covid-19 Sinovac saat tiba di gudang Dinas Kesehatan Sumatera Utara, di Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (5/1/2021). Sebanyak 40.000 dosis vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama akan disimpan di ruang penyimpanan khusus Dinkes Sumut sebelum didistribusikan dan diprioritaskan bagi tenaga kesehatan di Sumatera Utara. Tribun Medan/Riski Cahyadi
Personel Brimob dan TNI membantu menurunkan vaksin Covid-19 Sinovac saat tiba di gudang Dinas Kesehatan Sumatera Utara, di Kota Medan, Sumatera Utara, Selasa (5/1/2021). Sebanyak 40.000 dosis vaksin Covid-19 Sinovac tahap pertama akan disimpan di ruang penyimpanan khusus Dinkes Sumut sebelum didistribusikan dan diprioritaskan bagi tenaga kesehatan di Sumatera Utara. Tribun Medan/Riski Cahyadi (Tribun Medan/Riski Cahyadi)

Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI)
membeberkan syarat kehalalan obat, termasuk vaksin untuk pengobatan berkaitan dengan distribusi
vaksin covid-19 yang akan didistribusikan pemerintah dalam waktu dekat.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Muti Arintawati mengatakan syarat tersebut sudah dikeluarkan MUI melalui Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013 tentang obat dan pengobatan.

“MUI punya fatwa nomor 30 tahun 2013 tentang obat dan pengobatan,” kata Muti kemarin.

Muti menjelaskan bahwa obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal.

Namun, ia mengatakan ada pengecualian dimana penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan diperbolehkan asal memenuhi sejumlah syarat.

Salah satunya pada kondisi darurat yang apabila pengobatan itu tidak dilakukan dapat mengancam jiwa
manusia atau mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari.

Penggunaan bahan najis atau haram juga diperbolehkan apabila belum ditemukan bahan yang halal dan suci, serta adanya rekomendasi paramedis yang kompeten dan terpercaya bahwa dalam pengobatan tidak ditemukan obat
yang halal.

“Ada kondisi tertentu yang bisa membuat suatu produk obat itu diperbolehkan.

Tetap dinyatakan haram, tapi produknya diperbolehkan digunakan dalam kondisi tertentu,” kata Muti.

“Jadi ini penting sekali kenapa MUI harus bersama-sama dengan Badan POM, karena Badan POM yang
punya otoritas untuk memberikan rekomendasi, termasuk soal vaksin tadi,” lanjutnya.

Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh
dengan syarat dilakukan pensucian.

Muti mencontohkan dalam kasus vaksin MR pada proses pengkajiannya terdapat kandungan babi didalamnya.

Pada saat itu MUI menyatakan vaksin MR haram dalam hal produknya, namun karena adanya
kebutuhan meskipun haram, MUI memperbolehkan vaksin itu dipergunakan.

“Karena belum ada alternative vaksin lain yang halal maka diperbolehkan untuk digunakan,” kata Muti

Sekiranya ada 2 hal yang akan dikritisi LP POM MUI soal kajian kehalalan vaksin yang disebut titik kritis
vaksin, yakni terkait seluruh bahan yang terlibat dalam proses produksi dan juga soal fasilitas
produksinya.

Muti menegaskan, dalam mengkaji vaksin Sinovac pihaknya tak bersikap pasif dengan
hanya menunggu informasi dari pihak perusahaan.

LPPOM MUI akan intensif melakukan sejumlah kajian ilmiah terhadap bahan-bahan yang dikandung
vaksin tersebut, dengan melibatkan sejumlah pakar maupun lewat literature.

Meski nantinya hasil keputusan Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vaksin Sinovac haram namun vaksin tersebut
kemungkinan masih tetap bisa digunakan berdasarkan Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013.

"Jika nanti hasilnya haram, maka sama seperti pada vaksin MR. Dimana pada vaksin MR yang digunakan untuk
program imunisasi massal mengandung babi, namun penggunaannya masih dibolehkan sampai
ditemukan vaksin lain yang halal, karena ada kondisi bahaya," kata Muti. (tribun network/laras)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas