Penyintas Covid-19 Tetap Bisa Divaksin Setelah Sembuh, Tapi Tunggu 8 Bulan
Dari daftar penerima vaksin para penyintas atau orang-orang yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19 tidak masuk di dalamnya.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sudah memulai program vaksinasi Covid-19 sejak Rabu (13/1/2021) lalu.
Sejumlah kelompok sudah didaftarkan menjadi penerima vaksin, mulai dari para tenaga kesehatan, anggota TNI/Polri, tenaga pendidik, hingga para atlet.
Dari daftar yang sudah disusun itu, para penyintas atau orang-orang yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19 tidak masuk di dalamnya.
Untuk saat ini para penyintas dinilai tak membutuhkan vaksin karena telah memiliki antibodi untuk melawan virus corona SARS-CoV-2.
Meski demikian, para penyintas juga masih punya peluang mendapatkan vaksin.
Baca juga: Airlangga Hartarto Mendadak Donor Plasma Konvalesen, Kapan Positif Covid-19? IDI Ingatkan Tracking
Baca juga: Sudah Divaksin Tidak Mungkin Tertular Covid-19? Berikut Penjelasan Ahli Epidemiologi
Menurut Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi sekaligus Juru Bicara PB IDI, Iris Rengganis, saat ini para penyintas memang belum menjadi prioritas.
Tapi nantinya mereka akan tetap mendapatkan vaksin.
”Kalau pernah terkonfirmasi dan terdiagnosa dengan penyakit Covid-19 itu kami hold dulu. Bukan berarti tidak boleh, tetapi dengan keterbatasan vaksin yang ada, kita mengutamakan yang belum pernah sakit dulu,” kata Iris dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan komisi IX DPR RI, Selasa (19/1).
”Yang sudah pernah sakit tadi sudah bicara dengan Prof Kusnandi Rusmil, itu antibodinya masih bisa bertahan sampai 8 bulan. Jadi terbentuk antibodi alamiah,” ujarnya.
Selama jangka waktu 8 bulan setelah dinyatakan sembuh itu, IDI tetap mengimbau para penyintas agar tetap mematuhi protokol kesehatan, yakni memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.
”Jadi orang yang sudah pernah sakit akan sembuh dan terbentuk antibodi alamiah. Beberapa orang rangenya 3 sampai 8 bulan.
Jadi kita mengharapkan mereka dengan memakai protokol kesehatan, itu bisa melindungi dan orang-orang yang belum pernah terkena itu yang divaksin duluan," ucap Iris.
Tetapi dengan kondisi tersebut bukan berarti para penyintas tidak dapat terinfeksi kembali.
Menurut Iris vaksin tetap harus diberikan kepada para penyintas, hanya saja dalam jangka waktu 8 bulan setelah antibodi yang terbentuk secara alamiah mulai luntur manfaatnya. ”
Nanti rencananya memang orang-orang yang sudah pernah 8 bulan itu memang mereka divaksinasi karena antibodinya kan sudah menurun. Jadi banyak yang salah kaprah, kok sudah kena Covid enggak boleh vaksin. Itu harus ada penjelasan-penjelasan,” ujarnya.
Iris mengatakan pihaknya saat ini tengah menyusun rekomendasi terkait siapa saja yang wajib menerima dosis vaksin. Sehingga nantinya diharapkan para nakes tak lagi kebingungan menentukan seseorang layak menerima vaksin atau tidak. Iris mengatakan, klasifikasi golongan itu telah didiskusikan IDI bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).
Hal-hal yang ditetapkan di antaranya soal batasan umur penerima hingga jenis penyakit bawaan seperti apa yang tidak disarankan untuk menerima dosis vaksin corona. ”Rekomendasi memang disusun spesifik, dan pada individu yang akan divaksin jika terdapat lebih dari satu komorbid atau penyakit penyerta sesuai dengan keterangan lampiran yang pertama itu belum layak. Jadi kami membuat lampiran kedua ini layak dan tidak layak untuk mempermudah dokter-dokter di garda depan nanti karena mereka banyak sekali yang menanyakan kepada kami," ujarnya.
"Kami juga ada rekomendasi dari PAPDI karena waktu itu dari IDI meminta kira-kira rekomendasi apa untuk ke ranah-ranah atau rambu-rambunya yang mana, yang boleh disuntik dan tidak boleh disuntik pada usia 18 sampai 59 tahun. Karena kita tahu bahwa di atas 50 tahun itu pun sudah banyak komorbid atau penyakit bawaan sehingga kami perlu membuat rambu-rambunya," kata Iris.
Iris menyebut, rekomendasi yang bersifat sementara ini diberikan PAPDI kepada IDI berdasarkan data pengujian vaksin Sinovac yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat. "Rekomendasi disusun berdasarkan data rekomendasi fase 1 dan 2 vaksin Sinovac, data uji fase 3 di Bandung yang berupa proposal dan catatan pelaku lapangan yang terlibat dalam uji klinis. Rekomendasi disusun spesifik hanya untuk Sinovac sehingga dapat berubah sesuai dengan perkembangan laporan data uji klinis Sinovac tersebut,” sambungnya.(tribun network/dit/dod)