Soal Investigasi Covid-19, WHO Kesal Karena China Ogah Serahkan Data Pentingnya
Para peneliti yang baru saja kembali dari misi pencarian fakta di kota Wuhan, China, menyampaikan adanya ketidakcocokan
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Peneliti independen yang tergabung dalam tim investigasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa Ilmuwan China menolak untuk membagikan 'data mentah' mereka yang mungkin saja akan membawa dunia 'lebih dekat' dalam mengetahui asal-usul pandemi virus corona (Covid-19).
Para peneliti yang baru saja kembali dari misi pencarian fakta di kota Wuhan, China, menyampaikan adanya ketidakcocokan antara catatan pasien dan masalah lainnya.
Hal ini turut menyulut ketegangan sehingga kadang-kadang emosi para peneliti ini meledak menjadi teriakan diantara para Ilmuwan China.
Baca juga: Soal Asal-usul Covid-19, Tim WHO Kritik Intelijen AS
Perlawanan yang terus menerus dilakukan China dalam mengungkapkan informasi tentang hari-hari awal penyebaran wabah corona, membuat tim investigasi WHO sulit mengungkap petunjuk penting yang dapat membantu menghentikan wabah penyakit berbahaya semacam itu di masa depan.
Seperti yang disampaikan Ahli Epidemiologi Denmark yang tergabung dalam tim ini, Thea Kølsen Fischer.
Baca juga: Terbukti Tak Berasal dari China, Beijing Balas Minta AS Undang WHO Selidiki Asal Mula Corona di Sana
"Ini jika anda berfokus pada data dan jika anda seorang profesional, seperti seorang dokter klinis yang melihat pasien dan melihatnya dengan mata kepala sendiri," kata Fischer.
Dikutip dari laman The New York Times, Minggu (14/2/2021), selama 27 hari di bulan Januari dan Februari 2021, tim yang terdiri dari 14 ahli dari WHO ini memimpin misi untuk melacak asal mula pandemi.
Beberapa diantaranya mengatakan bahwa China frustrasi dengan apa yang dilakukan tim WHO yang terus menerus bertanya dan meminta data.
Pejabat China mendesak tim WHO untuk mengambil 'narasi pemerintah' negara itu tentang sumber virus, termasuk temuan yang belum terbukti bahwa kemungkinan virus ini telah menyebar ke China dari luar negeri.
Baca juga: Picu Kemarahan, WHO Sebut Asal Covid-19 Bukan dari Pasar Makanan Laut atau Laboratorium di Wuhan
Namun Imuwan WHO menjawab bahwa mereka tidak akan membuat penilaian tanpa berbasis data.
"Saya mengambil seluruh misi yang sangat geopolitik. Semua orang tahu seberapa besar tekanan yang ada di China agar terbuka untuk penyelidikan dan juga seberapa besar kesalahan yang mungkin terkait dengan ini," tegas dr Fischer.
Pada akhirnya, para ahli WHO ini bisa bernegosiasi dan memuji transparansi pemerintah China.
Kendati demikian, mereka tetap mendorong lebih banyak penelitian terkait hari-hari awal wabah di Wuhan pada akhir 2019.
Baca juga: WHO Ingatkan Soal Long Covid Pada Kehidupan Penyintas, Berpotensi Timbulkan Gangguan Kesehatan
Hingga kini masih belum jelas apakah negosiasi ini akan berhasil, namun pejabat China mengatakan kepada tim WHO bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu untuk mengumpulkan data pasien secara rinci, dan hanya memberikan ringkasannya saja.
Di sisi lain, Ilmuwan WHO mengaku bahwa mereka terus menekan China untuk bisa mendapatkan data mentah dan informasi lainnya.
Anggota tim WHO menganggap perjalanan yang berakhir pada pekan ini sebagai kemenangan, terutama karena mereka merasa ada niat baik yang dinilai cukup untuk melanjutkan pembicaraan dan studi mengenai asal virus.
Namun, mereka mengakui bahwa sejauh ini terlalu sedikit informasi yang bisa disampaikan untuk menjawab pertanyaan krusial terkait isu ini.
WHO pun telah mendapatkan kritikan karena dalam konferensi pers penutupan misi investigasi di Wuhan, pernyataan WHO terlihat mendukung klaim kontroversial China bahwa virus ini kemungkinan telah menyebar melalui produk makanan beku (frozen food).
Seorang Ahli Mikrobiologi Australia, Dominic Dwyer mengatakan bahwa mengenai pertanyaan krusial terkait kapan wabah ini dimulai, tim WHO mengatakan bahwa mereka belum menemukan bukti.
"Kami memintanya pada beberapa kesempatan dan mereka memberi kami beberapa (data), tetapi belum merasa ini cukup untuk melakukan jenis analisis yang ingin dilakukan," kata Dwyer.
Sementara itu, kabar mengenai pejabat China yang enggan membagikan data mentahnya dengan tim investigasi WHO ini pun sebelumnya telah dilaporkan oleh Australian Broadcasting Corporation dan The Wall Street Journal.
Para Ilmuwan China mengklaim bahwa mereka telah menemukan 92 orang dirawat di rumah sakit di Wuhan pada awal Oktober 2019 dengan gejala seperti demam dan batuk.
Mereka tidak menemukan jejak Covid-19 pada orang-orang itu, namun hasil tesnya dilakukan secara tidak lengkap.
Sehingga tim WHO menilai dibutuhkan lebih banyak penelitian terkait isu ini.
Setiap indikasi yang menunjukkan bahwa wabah dimulai lebih awal dari Desember 2019, tentunya akan membuat China lebih banyak menuai kritikan.
Padahal, pejabat China sejauh ini telah banyak dikritik karena berusaha menutupi wabah tersebut dan bertindak terlalu terlambat untuk menghentikannya agar tidak menyebar ke seluruh dunia.
Ini tidak akan pernah menjadi perjalanan yang mudah, selama berbulan-bulan, beberapa pejabat China dan Amerika Serikat (AS) saling melemparkan tudingan tanpa bukti, bahwa masing-masing telah menyebarkan virus ke dunia.
China pun terus menolak permintaan dari negara-negara Barat untuk mengizinkan dilakukannya penyelidikan independen terhadap sumber virus di negara itu.
Berbulan-bulan bernegosiasi, China akhirnya mengalah setelah WHO setuju untuk menyerahkan kendali atas bagian-bagian penting dari penyelidikan tersebut kepada para Ilmuwan China.
Saat tiba di China untuk memulai investigasi, tim WHO terpaksa dikarantina selama dua minggu pertama, sehingga pertemuan pun dilakukan secara virtual melalui aplikasi Zoom.
Tim WHO yang diperkirakan akan merilis laporan lengkap tentang temuannya dalam beberapa pekan mendatang, masih terus menekan pejabat China untuk melakukan pemeriksaan sampel darah secara menyeluruh.
Ini dilakukan untuk mengetahui tanda-tanda bahwa virus tersebut mungkin telah menyebar lebih awal.
Para Ahli WHO juga meminta China melakukan penyelidikan lebih dalam terkait perdagangan satwa liar di Wuhan dan daerah sekitarnya untuk mendapatkan petunjuk tentang bagaimana virus bisa berpindah dari hewan ke manusia.
Namun belum jelas apakah pemerintah China akan sepenuhnya bekerja sama, karena negara itu tetap memegang kendali kuat tentang penelitian mengenai asal-usul virus.
Perlu diketahui, saat para ahli WHO tiba di Wuhan pada bulan lalu, mereka berangkat dengan membawa misi untuk menemukan asal mula kasus Covid-19.
Tim ini meminta pejabat China untuk memeriksa catatan pasien yang dirawat di rumah sakit dengan gejala seperti demam dan batuk pada awal Oktober 2019.
Setelah meninjau 76.000 catatan di 233 institusi medis di Wuhan, Ilmuwan China mengatakan kepada tim WHO bahwa mereka telah menemukan 92 orang yang sesuai dengan deskripsi itu.
Pemerintah China kemudian melakukan tes antibodi pada dua pertiga dari orang-orang itu, namun melaporkan bahwa mereka tidak positif terinfeksi Covid-19.
Sementara sepertiga lainnya telah meninggal atau menolak untuk dilakukan pengujian.
Para Ahli dari WHO pun frustrasi dengan sikap pemerintah China yang enggan menjelaskan bagaimana cara mereka dalam mengumpulkan data.
Dr Fischer mengatakan ia berharap menemukan lebih banyak kasus orang yang dirawat di rumah sakit dengan gejala seperti itu di kota seluas Wuhan.
Dalam diskusi yang memanas, dr Fischer menceritakan bahwa para ahli WHO mendesak para Ilmuwan China untuk melakukan pencarian lebih teliti.
Tim juga menyatakan keprihatinan tentang tes antibodi yang dilakukan begitu lama setelah infeksi.
Menurutnya, tes melalui usap hidung atau tenggorokan (swab) akan efektif, namun ia mengatakan pengujian seperti itu tidak ada.
Pejabat China pun setuju untuk melihat lebih luas pada sampel di bank darah Wuhan pada 2019, meskipun mereka mengatakan belum mendapatkan izin untuk melakukannya.
Kemudian para ahli WHO akhirnya menyimpulkan belum ada bukti bahwa virus itu menular dalam skala luas di China sebelum Desember 2019.
Kendati demikian, mereka menegaskan bahwa penelitian lebih lanjut tentunya diperlukan.
Para pengamat China pun telah memanfaatkan temuan itu untuk membangun klaim pemerintah China bahwa negara itu bukan merupakan sumber wabah.
Klaim ini juga diciptakan untuk mendesak WHO untuk mencari asal virus ini di tempat lain.
"Saya pikir ini dimulai di China, memang ada beberapa bukti yang menunjukkan penyebaran di luar China, tetapi sebenarnya cukup sedikit," kata dr Dwyer.
Dalam misi tersebut, para Ilmuwan China juga mendesak tim WHO untuk mempertimbangkan teori mengenai kemungkinan virus ditularkan melalui frozen food.
Tim WHO akhirnya setuju untuk mengeksplorasi lebih rinci terkait bagaimana virus dapat menyebar melalui frozen food.
Namun dalam wawancaranya, anggota tim mengatakan fokus untuk saat ini adalah produk satwa liar beku yang dijual di China, bukan makanan impor.
Spesialis penyakit zoonosis Jerman sekaligus anggota tim WHO Fabian Leendertz mengaku skeptis terhadap gagasan China untuk menyelidiki penularan virus melalui frozen food.
"Gagasan bahwa virus mungkin awalnya menyebar ke manusia dari produk satwa liar beku merupakan skenario yang sangat tidak mungkin. Tim setuju untuk memasukkan teori makanan beku diantara hipotesis, hanya untuk sedikit menghormati temuan dari para Ilmuwan China," kata Leendertz.
Sementara anggota tim WHO sekaligus Presiden Aliansi EcoHealth di New York, AS, Peter Daszak mengatakan bahwa misi ini telah menguras emosi.
Ia dan tim merasakan trauma pada hari-hari awal pandemi, karena tim mewawancarai beberapa orang pertama yang menderita gejala Covid-19 di Wuhan serta petugas medis.
"Dunia tidak menyadari, anda tahu, bahwa mereka lah yang pertama mendapatkan virus ini, dan mereka tidak tahu seberapa buruknya," kata dr Daszak.