Penjelasan Fenomena Delirium, Gejala Baru Covid-19 yang Buat Pasien Sulit Fokus dan Suka Melamun
Pakar Pendamping dan Dukungan Psikososial Kebencanaan saat menjelaskan terkait fenomena delirium, sebuah gejala baru bagi pasien Covid-19.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Hampir setahun pandemi Covid-19 terjadi di Indonesia, berbagai gejala pasien yang terpapar virus semakin berkembang.
Baru-baru ini para ahli menyebut adanya fenomena delirium, sebuah gejala baru bagi penderita Covid-19.
Adanya gejala baru yang diduga menyerang aspek psikologis pasien ini dibenarkan oleh Pakar Pendamping dan Dukungan Psikososial Kebencanaan, Dr Dra Endang Mariani, M Psi.
Endang menuturkan, fenomena gelirium ini membuat pasien rentan mengalami kebingungan atau sulit fokus.
"Delirium ini ada beberapa gejala yang menyangkut aspek psikologisnya."
Baca juga: Positivity Rate Covid-19 Indonesia 18,4 Persen, Ini Penjelasan Dokter Raisa
Baca juga: Presiden Jokowi Keliling Pasar Tanah Abang Tinjau Vaksinasi Massal Covid-19
"Misalnya sulit fokus, suka melamun, daya ingat menurun, sulit bicara, berhalusinasi, mudah tersinggung dan sering gelisah," kata Endang, dalam tayangan Youtube BNPB TV pada Rabu, (17/2/2021).
Namun, hingga kini fenomena delirium masih menjadi pertanyaan bagi beberapa pihak.
Yakni, apakah gejala tersebut benar dialami pasien Covid-19 atau hanya sekedar efek samping psikologis saat pasien terpapar Covid-19.
Terlebih, ia juga tak memungkiri ada banyak orang juga mengalami fenomena ini, meski tidak terpapar Covid-19.
"Ini juga menjadi pertanyaan apakah ini (fenomena delirium) gejala Covid-19 atau efek dari orang yang terpapar Covid-19," ujar Endang.
"Tapi bisa juga ini terjadi pada orang-orang yang tidak terdampak yang ketakutan terhadap Covid-19," tambahnya.
Di sisi lain, Endang menjelaskan, beberapa peyintas Covid-19 juga mengaku mengalami fenomena delirium.
Dari hasil studi penelitiannya, gejala itu di antaranya merasa sendiri hingga merasa tersisihkan.
Bahkan, menurut Endang, beberapa penyintas juga masih mengalami sesak nafas hingga merasa suasana hatinya terganggu.
Baca juga: Misi WHO di Wuhan Temukan Munculnya Belasan Strain Virus pada Desember 2019, Termasuk Covid-19?
Baca juga: Satgas Minta Pemda Tidak Khawatir Mengenai Anggaran Pendirian Posko Covid-19
"Mereka yang sudah pernah terpapar memiliki banyak sekali gejala yang dirasakan."
"Misalnya merasa sendiri, merasa tersisihkan kemudian sesak nafas walaupun sudah dinyatakan sembuh, hingga moodnya juga terganggu," ungkap Endang.
"Pada akhirnya kita perlu memperjelas apakah ini aspek psikologis."
"Atau memang ada aspek medis dan fisik yang mungkin punya dampak jangka pendek maupun jangka panjang," sambungnya.
Penjelasan Lengkap soal Delirium
Mengutip dari Tribunnewswiki.com, delirium adalah kondisi penurunan kesadaran yang bersifat akut dan fluktuatif.
Pengidap mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan sekitar.
Beberapa faktor risiko yang memicu delirium, antara lain:
1. Memiliki kelainan pada otak.
2. Berusia lanjut atau di atas usia 65 tahun.
3. Memiliki riwayat mengidap delirium sebelumnya.
4. Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran.
5. Mengidap kombinasi beberapa penyakit.
Baca juga: Menteri Kesehatan: Vaksinasi Covid-19 Pedagang Pasar Bertahap, Dimulai di 115 Pasar se-Jabodetabek
Baca juga: Prosedur Isolasi Mandiri Pasien Positif Covid-19 Tanpa Gejala
Beberapa penyebab delirium, antara lain:
- Konsumsi obat-obatan tertentu atau keracunan obat, seperti obat pereda nyeri, obat tidur, anti-alergi (antihistamin), obat asma, kortikosteroid, obat untuk kejang, obat penyakit Parkinson, serta obat untuk gangguan mood.
- Kecanduan alkohol dan gejala putus alkohol.
- Keracunan, misalnya sianida atau karbon monoksida.
- Operasi atau prosedur medis lainnya yang melibatkan pembiusan.
- Penyakit kronis atau berat, seperti gagal ginjal.
- Malnutrisi.
- Dehidrasi.
- Gangguan tidur atau gangguan emosi.
- Gangguan elektrolit, seperti hiponatremia.
- Demam akibat infeksi akut, khususnya pada anak.
- Infeksi pada organ yang menyebar ke seluruh tubuh.
- Kadar gula dalam darah yang rendah (hipoglikemia).
- Penyakit cerebrovaskular, seperti stroke.
- Perubahan lingkungan atau perpindahan ruangan.
Baca juga: Gejala Baru Covid-19 yang Banyak Menyerang Lansia, Wapadai Delirium
Baca juga: Update Covid-19 Global 17 Februari: Total Infeksi di Seluruh Dunia Tembus 110 Juta
Pencegahan delirium dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
- Perhatikan kondisi kesehatan seseorang, terutama orang lanjut usia dan anak-anak.
- Hindari penggunaan obat yang berpotensi meningkatkan risiko delirium, seperti ranitidin, ciprofloxacin, digoksin, kodein, amitriptilin (antidepresan) atau benzodiazepine.
- Hindari konsumsi minuman beralkohol atau obat-obatan terlarang.
- Rutin kontrol ke dokter jika memiliki riwayat penyakit kronis, seperti diabetes, hipertensi, atau gagal ginjal.
- Konsumsi makanan dengan gizi seimbang serta cukupi kebutuhan cairan tubuh.
- Miliki pola hidup sehat dengan rutin berolahraga serta istirahat yang cukup.
- Atasi infeksi dengan segera mencari pertolongan dokter.
(Tribunnews.com/Maliana, Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas)