Virus Corona Bermutasi, PCR Test Tidak Perlu Diubah, Pemerintah Diminta Percepat Vaksinasi
Kemunculan mutasi virus covid-19 menimbulkan kekhawatiran pada pelaksanaan deteksi Covid-19 yang menggunakan tes PCR (polymerase chain reaction).
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemunculan mutasi virus covid-19 menimbulkan kekhawatiran pada pelaksanaan deteksi Covid-19 yang menggunakan tes PCR (polymerase chain reaction).
Disampaikan dalam penelitian tingkat global bahwa mutasi virus corona baru ini membuat sensitivitas PCR menurun
Diketahui, PCR ditetapkan sebagai gold standar pendeteksi Covid-19 karena memiliki sensitivitas yang tinggi.
"Karena perubahan di dalam gennya maka dikhawatirkan diagnosis molekulernya atau PCR itu juga terganggu. Jadi akan menurun sensitivitasnya ini yang kita khawatirkan," ucap Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Prof Amin Subandrio, dalam diskusi virtual bertajuk "Pemantauan Genomik Varian Baru SARS-Cov2 di Indonesia", Jumat (12/3/2021).
Baca juga: Pakar: Semua Vaksin Efektif untuk Membentuk Antobodi Virus Covid-19
Baca juga: Kemenkes: Semua Kontak Erat 6 Kasus Mutasi B117 Negatif Covid-19
Baca juga: Thailand Tunda Vaksinasi, Indonesia Tetap Pakai AstraZeneca, Efektif atau Tidak? Ini Kata Pakar
Meski demikian, Amin menilai Indonesia belum perlu mengubah PCR. Ia mengatakan, alat deteksi tersebut masih efektif dalam mengidentifikasi virus corona.
"Saat ini belum (perlu). Dikhawatirkan ada penurunan (sensitivitas iya) tapi penurunanya belum signifikan sehingga belum dianggap perlu untuk mengganti PCR," terangnya.
Amin menerangkan, mutasi virus merupakan hal alamiah dari virus.
Virus akan mengalami mutasi secara acak.
Dari sekian banyak mutasi, hanya 4% yang menyebabkan virus itu menjadi lebih berbahaya.
Seperti B117 yang disebutkan memiliki penularan 70 persen lebih cepat atau mutasi virus corona dari Afrika yang yang dilaporkan kebal dengan antibodi.
Amin Soebandrio mendorong pemerintah untuk mempercepat proses vaksinasi Covid-19 di masyarakat.
Sehingga, terjadi kekebalan massal di masyarakat terhadap virus tersebut. Prof Amin mengatakan, percepatan vaksinasi
itu bukan tanpa alasan. Ia khawatir akan mulai bermunculan varian baru Corona seperti B117.
"Nah, terkait munculnya mutasi-mutasi ini maka di seluruh dunia juga ada rekomendasi sedapat mungkin vaksinasi diselesaikan lebih cepat sebelum virusnya banyak bermutasi," kata Prof. Amin.
Maka dari itu Prof Amin meminta masyarakat untuk tak lagi menolak vaksinasi yang dilakukan pemerintah. Terlebih, vaksinasi yang digunakan telah melewati uji klinik, izin BPOM keamanan dan khasiat sudah memenuhi standar.
"Sekaligus kita mendorong encourage mereka-mereka yang sudah punya kesempatan untuk divaksinasi jangan ditunda lagi, enggak usah nolak lagi," tegasnya.
Vaksin AstraZeneca Ditolak Berbagai Negara, Indonesia Masih Memakai
Sejumlah negara di Eropa menunda penggunaan vaksin AstraZeneca. Dilaporkan terjadi kasus pembekuan darah setelah penyuntikan vaksin asal perusahaan farmasi Inggris ini.
Sementara untuk Indonesia, Kementerian Kesehatan belum berencana melakukan penangguhan tersebut.
Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menegaskan, BPOM merupakan badan yang berkompeten dan independen, yang telah dipercayai sepenuhnya untuk izin darurat penggunaan vaksin.
Sampai saat ini Badan POM belum memberikan perubahan atas penggunaan darurat dari vaksin AstraZeneca.
"Jadi kita tentunya akan tetap menggunakan vaksin ini," ungkap Nadia dalam diskusi virtual bertajuk "Pemantauan Genomik Varian Baru SARS-Cov2 di Indonesia".
Menurutnya, jika ada perubahan dari peruntukan atau indikasi maka pelaksanaan vaksinasi juga akan diubah. Sehingga masyarakat diharapkan menunggu kebijakan BPOM terkait penggunaan vaksin AstraZeneca ini.
"Kita melihat bahwa kita ingin menyampaikan bahwa kalau sudah ada penggunaan izin darurat ini artinya aspek keamanan penggunaan vaksin ini sudah dikaji dan juga sudah mendapatkan masukan baik itu dari ITAGI, juga para ahli dokter spesialis yang memang merupakan di bekerja atau berkecimpung di bidang tersebut," jelasnya.
Nantinya, sebanyak 1.113.600 dosis vaksin yang didapat Indonesia melalui jalur multilateral Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI)/COVAX, ini akan digunakan untuk vaksinasi tahap kedua yakni untuk lansia dan petugas pelayanan publik.(Tribun Network/rin/wly)