Lebih Dari 11 Ribu Perusahaan Termasuk UMKM Antri Vaksin Gotong Royong
Kadin mencatat sejak 14 Maret setidaknya sudah ada 11.542 perusahaan yang mendaftar program vaksinasi gotong royong atau vaksin mandiri.
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencatat sejak 14 Maret setidaknya sudah ada 11.542 perusahaan yang mendaftar program vaksinasi gotong royong atau vaksin mandiri.
Angka tersebut adalah total keseluruhan dari tahap registrasi yang dibuka sebanyak dua kali.
Ketua Umum Kadin Rosan Rosan P. Roeslani mengungkapkan bahwa registrasi tahap pertama sudah dilakukan sejak 28 Januari- 28 Februari lalu.
Baca juga: Vaksin Sinovac yang akan Kadaluarsa Telah Habis Digunakan
Baca juga: Penundaan Penggunaan Vaksin AstraZeneca Bukan Hanya Karena adanya Kasus Pembekuan Darah
Tahap pertama ada sekitar 9176 perusahaan yang mendaftar. Total jumlah yang divaksin adalah 6.998.235 mencakup karyawan dan keluarga.
Sedangkan pada tahap kedua, pendafatran dibuka pada 10 Maret hingga 24 maret. Data per 14 maret terjadi penambahan 2.372 perusahaan. Sehingga totalnya adalah 11.542.
Rosan mengatakan jika pemerintah menargetkan pekerja yang akan divaksin sebanyak 7.403.356 orang.
Di sisi lain, program vaksin ini tidak hanya menyentuh perusahan besar saja. Namun juga untuk perusahaan menengah dan kecil.
Bahkan menurut penuturannya tidak sedikit UMKM yang mendaftarkan pekerjanya untuk vaksin mandiri ini. Oleh karenanya, ia mengajak untuk perusahaan kecil untuk tidak ragu mendaftarkan diri mendapatkan vaksin mandiri ini.
"Saya juga cukup surprise, karena dari asosiasi menyatakan apakah dari UMKM boleh daftar? Kami sampaikan selama entitas itu entitas Indonesia silakan untuk mendaftar dan beberapa UMKM ternyata yang pekerjanya hanya 5-10 orang ikut mendaftar," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR yang disiarkan YouTube DPR, Senin (15/3/2021).
Penggunaan Vaksin AstraZeneca Ditunda, Menkes Singgung Kedaluwarsa Mei 2021
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan, distribusi dan penggunaan vaksin AstraZeneca di Indonesia ditunda sampai ada laporan resmi organisasi kesehatan dunia atau WHO.
Hal itu dilakukan sebagai imbas adanya laporan pembekuan darah usai vaskinasi di sejumlah negara di Eropa
"Untuk konservatismenya BPOM menunda dulu implementasi AstraZeneca sambil menunggu informasi dari WHO," ujar Budi dalam rapat kerja bersama DPR RI, Senin (15/3/2021).
Mantan wakil menteri BUMN ini berharap kajian dan hasil penelitian dari WHO dapat segera terbit, lantaran masa kedaluwarsa vaksin asal perusahaan farmasi Inggris ini berakhir pada Mei 2021.
"Mudah-mudahan dalam waktu singkat bisa keluar (hasil laporannya), karena memang betul expired date-nya di akhir Mei," ungkap Menkes Budi.
Serupa dengan vaksin Sinovac, vaksin yang tiba pada Senin pekan lalu ini juga menjalani proses kehalalan di Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Mengenai isu halal, MUI akan rapat harusnya dalam besok atau lusa (sertifikat halal) dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam 2 hari ke depan ini," ujar dia.
Untuk diketahui, vaksin AstraZeneca memiliki aturan pemberian dosis 1 dan 2 yang berbeda dengan vaksin Sinovac.
Jika pada vaksin Sinovac pemberian dosis 1 dan 2 membutuhkan jeda 14 hari.
Sementara vaksin AstraZeneca memiliki waktu yang lebih panjang antara 9 hingga 12 minggu.
Sementara untuk logistik dan penyimpanan vaksin, Budi menyebut keduanya memiliki perlakukan yang sama.
Demi Kehati-hatian Jadi Alasan Pemerintah Tunda Vaksin AstraZeneca
Terpisah, Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, langkah penundaan distribusi vaksin AstraZeneca dilakukan demi kehati-hatian pelaksanaan vaksinasi.
Ia mengatakan, penundaan distribusi bukan semata-mata terkait isu penggumpalan darah sebagai akibat dari penyuntikan Vaksin AstraZeneca.
"Kenapa Kementerian Kesehatan menunda dulu distribusi vaksin AstraZeneca karena kehati-hatian," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Selasa (16/3/2021).
Menurutnya, saat ini BPOM, ITAGI, dan para ahli sedang melihat apakah kriteria penerima vaksin Sinovac dapat diterapkan juga pada penerima vaksin AstraZeneca.
"Jadi kita menunggu proses ini sambil menunggu proses pengecekan secara fisik quality control apakah vial rusak, kemasan yang tidak baik sebelum fasyankes melakukan penyuntikan," ungkap Nadia.
Lebih jauh, Nadia menuturkan, pemerintah ingin memastikan vaksin yang diberikan ke masyarakat bermutu baik dan keamanan yang terjamin.
"Jadi kita betul-betul menyakini artinya melihat di dalam vial AstraZeneca tidak ada perubahan warna bentuk, fisik untuk melihat proses quliaty control yang paralel dengan kriteria yang sesuai termasuk rentang waktu pemberian dosis pertama dan kedua," ungkapnya.
*Menunggu Hasil Kajian Resmi WHO*
Ia mengatakan, sejumlah negara yang melakukan penundaan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca juga menunggu informasi resmi baik dari BPOM Eropa
maupun WHO.
Merujuk pada pernyataan European Medicine Agency (EMA) yang disampaikan pada Kamis (11/3/2021) lalu, bahwa tidak ada hubungan antara terjadi penggumpulan darah dengan penyuntikan vaksin Astrazeneca
Saat ini sudah ada 17 juta yang mendapatkan vaksinasi Astara Zeneca dimana laporan penggumpulan darah dilaporkan sebanyak 40 kasus.
"Jadi sebenarnya kasusnya sangat kecil," ucap perempuan berhijab ini.