Kanada Kembali Laporkan Kasus Pembekuan Darah Langka setelah Suntik Vaksin COVID-19 AstraZeneca
Kanada kembali melaporkan kasus pembekuan darah langka setelah penyuntikan vaksin virus corona (Covid-19) AstraZeneca.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kanada melaporkan kasus kedua pembekuan darah langka dengan trombosit rendah setelah vaksinasi dengan vaksin virus corona (COVID-19) dari AstraZeneca, Sabtu (17/4/2021).
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Kesehatan Kanada mengatakan orang yang mengalami kejadian tersebut tinggal di provinsi Alberta.
Dikutip dari Channel News Asia, saat ini orang tersebut telah dirawat oleh tenaga medis dan sedang dalam pemulihan.
Sebelumnya, pada Selasa (13/4/2021), Kanada telah melaporkan kasus pembekuan darah serupa.
Sehari kemudian, setelah peninjauan, otoritas kesehatan mengatakan mereka tidak akan membatasi penggunaan vaksin AstraZeneca.
Sebab, berdasarkan bukti yang tersedia, manfaat vaksin AstraZeneca lebih besar daripada potensi risikonya.
Untuk itu, Kanada masih merekomendasikan penggunaan vaksin AstraZeneca.
Baca juga: Polemik Vaksin Nusantara, Ketua Satgas IDI Harap Ada Komunikasi antara BPOM dengan Pembuat Vaksin
Namun demikian, pihak otoritas kesehatan akan terus memantau penggunaan semua vaksin COVID-19, termasuk vaksin AstraZeneca.
"Kami akan terus memantau penggunaan semua vaksin COVID-19 dengan cermat dan memeriksa serta menilai setiap masalah keamanan baru," kata otoritas kesehatan.
Sementara itu, dewan penasihat menyarankan Kanada untuk berhenti menawarkan vaksin kepada orang-orang yang berusia di bawah 55 tahun.
Adapun belakangan ini Kanada telah meningkatkan kampanye vaksinasi, tetapi persentase populasinya masih lebih kecil daripada lusinan negara lain, termasuk Amerika Serikat dan Inggris.
Di tengah gelombang infeksi ketiga yang melonjak, Ontario, provinsi terpadat di Kanada, mengumumkan pembatasan sosial baru, Jumat (16/4/2021).
Ontario melarang kegiatan masyarakat dan menutup perbatasan provinsi untuk pelancong domestik.
Denmark Menyetop Vaksin AstraZeneca
Denmark menjadi negara pertama di Eropa dan dunia yang menyetop penggunan vaksin AstraZeneca.
Keputusan diambil karena maraknya kasus pembekuan darah yang langka.
Direktur badan kesehatan Denmark, Soren Brostrom mengatakan negaranya tetap menghentikan pemakaian AstraZeneca meski Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Badan Obat Eropa (EMA) mendukung vaksin ini.
Dilansir Euro News, vaksinasi di Denmark akan tetap berlanjut tanpa vaksin AstraZeneca.
"Secara keseluruhan, kami harus mengatakan bahwa hasil menunjukkan ada sinyal efek samping yang nyata dan serius dalam vaksin dari AstraZeneca," kata Brostrom dalam pernyataanya.
"Berdasarkan pertimbangan menyeluruh, kami memilih untuk melanjutkan program vaksinasi untuk semua kelompok sasaran tanpa vaksin ini."
Di Denmark, dua penerima suntikan AstraZeneca mengalami pembekuan darah yang parah, bahkan salah satunya berakibat fatal.
Sebagian besar vaksinasi Covid-19 di negara ini menggunakan vaksin Pfizer-BioNTech.
Sekitar 150.000 orang yang telah disuntik AstraZeneca akan ditawari vaksin berbeda untuk dosis kedua, kata Brostrom.
Meskipun EMA mendukung vaksin AstraZeneca pada Maret lalu, Denmark memilih untuk melanjutkan penangguhan sambil menyelidiki laporan pembekuan darah.
Namun kali ini Denmark memutuskan untuk menyetop vaksin ini.
Baca juga: Divaksinasi Saat Puasa, Ini yang Perlu Disiapkan Lansia
AstraZeneca mengatakan menghormati keputusan Denmark dan akan terus memberikan data terkait vaksinnya, dilansir Reuters.
"Pelaksanaan dan peluncuran program vaksin adalah masalah yang harus diputuskan oleh masing-masing negara, berdasarkan kondisi lokal," kata perusahaan produsen AstraZeneca.
Pengawas obat Uni Eropa pekan lalu mengatakan telah menemukan kemungkinan hubungan antara vaksin AstraZeneca dan trombosis sinus vena serebral (CVST), yakni pembekuan darah otak.
Dikatakan risiko kematian akibat Covid-19 jauh lebih besar daripada risiko kematian akibat efek samping pembekuan darah itu.
Namun pilihan untuk tetap menggunakan AstraZeneca menjadi keputusan masing-masing negara.
Sebagian besar negara Eropa lain menangguhkan vaksin Covid-19 AstraZeneca sementara lalu menggunakannya lagi.
Beberapa hanya membatasi vaksin untuk usia tertentu.
Sementara itu Amerika dan Swiss tidak mengizinkan penggunaan vaksin AstraZeneca karena khawatir terhadap efek sampingnya.
Baca juga: BPOM Disebut Telah Mengingkari Kesepakatan yang Dibuat Sebelumnya terkait Vaksin Nusantara
Brostrom mengatakan studi bersama berdasarkan data kesehatan Denmark dan Norwegia memperkirakan bahwa satu dari 40.000 orang yang divaksinasi dengan AstraZeneca dapat mengalami komplikasi serius.
Kemungkinan komplikasi itu tidak ada kesimpulan yang pasti terkait usia maupun jenis kelaminnya.
Komisi Eropa saat ini memiliki portofolio dari 2,3 miliar dosis vaksin Covid-19 dari beberapa perusahaan, termasuk AstraZeneca dan sedang menegosiasikan lebih banyak kontrak.
Kepala Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen mengumumkan rencana pada Rabu untuk memperpanjang kontrak vaksin COVID-19 dengan Pfizer hingga 2023.
Ada juga kontrak untuk mengirim 50 juta vaksin Pfizer lebih cepat dari jadwal.
BPOM Ingatkan Nakes Patuhi Label Warning Vaksin AstraZeneca
Sementara itu, di Indonesia, Kepala BPOM Penny K Lukito mengingatkan, agar tenaga kesehatan berhati-hati dalam memberikan suntikan vaksin AstraZeneca.
Petugas kesehatan diharapkan melakukan skrining teliti terhadap sasaran dan mengetahui seksama label warning vaksin AstraZeneca.
Hal itu dilakukan untuk menghindari kemungkian kejadian blood clot (trombosis) atau pembekuan darah.
"Sekarang kita tambahkan warning dan statement fact sheet informasi pada tenaga kesehatan yang akan menggunakan AstraZeneca agar berhati-hati dengan risiko yang dikaitkan dengan kejadian trombosis," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Jumat (16/4/2021).
Menurut Penny, pihaknya akan terus mencermati perkembangan kasus pembekuan darah yang diduga karena suntikan vaksin AstraZeneca.
Meski demikian, pemberian vaksin AstraZeneca tetap dilanjutkan dengan pertimbangan, kejadian tersebut berdasarkan jumlahnya dengan jumlah suntikan secara internasional termasuk kejadian yang sangat jarang.
"Kita melihat apakah ada urgensi atau distop atau mengaitkan dengan mutu dan kualitas vaksin itu harus hati-hati. Jadi harus melihat presentase kejadian tersebut. Kejadian AstraZeneca sampai saat ini masih dikatakan kejadian yang sangat jarang," ungkapnya.
Selain itu, berdasarkan hasil kajian yang sudah disampaikan oleh regulator obat di Eropa atau EMA maupun Inggris, menyepakati dan merekomendasikan bahwa vaksinasi masih bisa diteruskan.
"Blood clot tidak ada kejadianya di Indonesia dan tentunya kami mengikuti kejadian di luar, maka kami menyimpulkan penyuntikan Vaksin AstraZeneca tetap dilanjutkan," terang Penny.
Berita lain terkait Penanganan Covid-19
Berita lain terkait Virus Corona
(Tribunnews.com/Rica Agustina/Ika Nur Cahyani/Rina Ayu Panca Rini)