Sebaran Covid-19 di India Menggila, Perdana Menteri Modi Dikecam Longgarkan Pembatasan Kegiatan
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi telah banyak mendapatkan kritikan karena tidak bergerak lebih cepat untuk menekan angka penyebaran.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Pemerintah India menunda pelatihan bagi dokter dan perawat saat fasilitas medis hampir mencapai batas maksimum.
Beberapa diantara mereka yang memungkinkan bergabung dalam pertempuran melawan virus corona (Covid-19) bersama personel yang ada.
Di Pune, kota terbesar kedua di negara bagian Maharashtra, Dr. Mekund Penurkar kembali bekerja hanya beberapa hari setelah kehilangan ayahnya karena Covid-19.
Sedangkan ibu dan saudara laki-lakinya sedang berada di rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif akibat virus tersebut.
Di sisi lain, banyak pasien yang tengah menunggunya untuk mendapatkan penanganan.
Baca juga: Hindari Ledakan Kasus Seperti India, Pemerintah Tambah PPKM Mikro di 5 Daerah
Baca juga: Dokter Muda India Bunuh Diri Karena Frustrasi Tangani Pasien Covid-19 yang Terus Bertambah
"Ini situasi yang sangat sulit, karena saya sendiri telah melewati situasi seperti itu, saya tidak dapat menyerahkan pasien lain pada nasib mereka, saya akan berjuang menyelamatkan mereka," kata Dr. Penurkar.
Dikutip dari laman Reuters, Selasa (4/5/2021), Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi telah banyak mendapatkan kritikan karena tidak bergerak lebih cepat untuk menekan angka penyebaran.
Ia juga dikritik lantaran membiarkan jutaan orang yang sebagian besar tidak memakai masker menghadiri festival keagamaan dan kampanye politik di lima negara bagian India selama periode Maret hingga April 2021.
Pada awal Maret lalu, sebuah forum penasihat ilmiah pemerintah memperingatkan para pejabat negara itu tentang varian baru yang lebih menular dari Covid-19.
Terlepas dari peringatan tersebut, empat ilmuwan mengatakan pemerintah federal tidak berusaha untuk memberlakukan pembatasan besar-besaran.
Dengan berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) berikutnya pada 2024, masih harus dilihat bagaimana pandemi ini dapat mempengaruhi elektabilitas Modi maupun partainya.
Perlu diketahui, Partai nasionalis Hindu-nya kalah pada hari Minggu lalu dalam pemungutan suara yang berlangsung di negara bagian timur Benggala Barat, meskipun partai itu menang di negara bagian lainnya, yakni Assam.
Para pemimpin dari 13 partai oposisi pun mendesak Modi dalam sebuah surat yang disampaikan pada hari Minggu lalu, agar ia segera melaksanakan program vaksinasi nasional gratis dan memprioritaskan pasokan oksigen ke rumah sakit dan pusat layanan kesehatan.
Meskipun dikenal sebagai produsen vaksin terbesar di dunia, mirisnya, India tidak memiliki cukup vaksin untuk warganya sendiri.
Hanya 9 persen warganya yang telah menerima vaksinasi, padahal populasinya mencapai 1,35 miliar penduduk.
Vaksinasi harian telah turun tajam dari level tertinggi sepanjang masa yang sempat dicapai pada awal bulan lalu.
Hal itu karena produsen vaksin domestiknya tengah berjuang untuk meningkatkan pasokan.
Sementara Pusat vaksinasi di Mumbai telah ditinggalkan setelah pemerintah negara bagian itu mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup persediaan untuk memberikan dosis kedua bagi orang dewasa berusia di atas 45 tahun.
Hanya dosis terbatas yang tersedia untuk kelompok berusia 18 hingga 44 tahun.
India telah berjuang untuk meningkatkan kapasitas vaksinnya lebih dari 80 juta dosis dalam sebulan, karena kurangnya bahan baku yang dialami Serum Institute of India (SII), produsen vaksin AstraZeneca yang disebut 'Covishield' ini.
Di sisi lain, produsen vaksin asal Amerika Serikat (AS) Pfizer Inc sedang dalam tahap pembicaraan dengan pemerintah India untuk 'mempercepat persetujuan' vaksinnya.
Seperti yang disampaikan CEO Pfizer Albert Bourla di LinkedIn, saat mengumumkan sumbangan obat-obatan senilai lebih dari 70 juta dolar AS.
Bulan lalu, India mengatakan bahwa regulator obatnya akan mengeluarkan keputusan dalam waktu tiga hari tentang aplikasi penggunaan darurat untuk vaksin asing, termasuk Pfizer.
Bantuan internasional pun telah mengalir untuk menanggapi krisis Covid-19 yang terjadi di negara yang berada di kawasan Asia Selatan itu.
Inggris rencananya akan mengirim 1.000 ventilator tambahan ke India.
Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson dan PM India Modi dijadwalkan melakukan komunikasi pada Selasa ini.
Varian Covid-19 India kini telah ditemukan setidaknya pada 17 negara, termasuk di Inggris, Iran dan Swiss.
Temuan ini mendorong beberapa negara menerapkan kebijakan untuk menutup sementara perbatasan mereka dari para pelancong India maupun yang sempat singgah di negara itu.