Perhimpunan Untuk Pendidikan dan Guru Minta Pemerintah Prioritaskan Vaksinasi Anak di Luar Jawa-Bali
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) meminta pemerintah memprioritaskan vaksinasi anak di luar Jawa-Bali.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) meminta pemerintah memprioritaskan vaksinasi anak di luar Jawa-Bali.
Tujuannya untuk persiapan digelarnya Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Z Haeri mengatakan jika sekolah memenuhi syarat baik dari aspek Daftar Periksa, pemetaan kondisi Covid-19 di daerahnya, maupun izin orang tua, maka siswa di luar Jawa-Bali dapat memulai PTM Terbatas.
"Jangan sampai mereka belum divaksinasi, tetapi Pemda sudah menetapkan PTM Terbatas, tentu ini sangat berisiko," katanya dalam siaran pers, Minggu (4/7/2021).
Selain itu, P2G juga meminta harus ada pendataan jelas dan valid terhadap anak usia 12-17 tahun, yang umumnya di jenjang SMP/Mts dan SMA/SMK/MA.
Setidaknya ada sekitar 10,13 juta siswa SMP; 4,78 juta siswa SMA; dan 4,9 juta siswa SMK. Angka ini belum termasuk siswa MTs dan MA di bawah Kemenag dan anak-anak yang ikut Paket A, B, dan C (Pendidikan Kesetaraan/Non Formal).
Baca juga: 33 Pasien Covid-19 di RS Sardjito Meninggal Akibat Oksigen Habis, DPR Desak Kemenkes Tanggung Jawab
"Angka ini lebih besar ketimbang vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan yang berjumlah 5,6 juta orang," katanya.
Iman melanjutkan, P2G meminta agar sekolah-sekolah proaktif berkoordinasi dengan lembaga terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan untuk penjadwalan vaksinasi siswa.
"Sekolah dapat juga berinisiatif membangun kerja sama dengan organisasi Ikatan Alumni bahkan dengan perusahaan/pihak swasta, menyelenggarakan vaksinasi gratis bagi anak secara mandiri. Inisiatif vaksinasi mandiri oleh sekolah dapat menjadi solusi sederhana. Tentu tetap dalam pengawasan Pemda," katanya.
Sosialisai bagi orang tua siswa sangat dibutuhkan, agar mengizinkan anaknya divaksinasi.
Baca juga: Cara dan Syarat Vaksin Covid-19 di Stasiun Gambir dan Pasarsenen, Kuota 100 Dosis per Hari
P2G menemukan fakta di lapangan, cukup banyak orang tua yang tidak mengizinkan anaknya divaksinasi. Agaknya faktor informasi yang belum diterima secara utuh dan komprehensif, penyebab orang tua masih khawatir anaknya divaksinasi.
P2G juga mengimbau kepada orang tua siswa agar tidak mengisi waktu libur semester dengan perjalanan ke luar kota.
Mengingat kasus sebaran Covid-19 yang makin menggila dan banyak menyasar usia anak.
Orang tua hendaknya mengisi liburan dengan kegiatan edukatif di rumah, seperti: memasak bersama anak, membuat jadwal piket harian di rumah, membuat kerajinan tangan, kuliner, bahkan aktivitas produktif lainnya yang mengasah keterampilan kewirausahaan.
"Apalagi anak-anak sekarang sangat memahami konten digital, media sosial. Alhasil, anak dapat penghasilan dari aktivitas penjualan produk dari rumah secara online. Intinya, isi liburan dengan kegiatan edukatif dan pembangunan karakter," katanya.
Baca juga: 63 Pasien Covid di RSUP Dr Sardjito Meninggal dalam Sehari! 33 di Antaranya karena Oksigen Habis
P2G juga mendesak Kemendikbud, Kemenag, Dinas Pendidikan, LPTK, dan organisasi guru memberikan pelatihan metode Blended Learning (Pembelajaran Campuran) untuk para guru.
Karena daerah tertentu yang memang sudah memenuhi syarat melaksanakan PTM Terbatas mulai 12 Juli 2021, akan melaksanakan proses pembelajaran secara campuran.
Untuk diketahui dalam PTM terbatas sebanyak 25 persen siswa belajar tatap muka di sekolah, 75 persen siswa lainnya belajar tatap maya (online) dari rumah.
Dengan kondisi tersebut, guru mengajar mereka dalam waktu bersamaan.
Metode yang relatif baru tersebut kata dia tidak mudah dipraktikkan, karena belum pernah digunakan selama ini.
Tentu dibutuhkan keterampilan (skill) memadai bagi guru, mengelola pembelajaran hibrida, yang pastinya bergantung kepada skill, perangkat, teknologi digital, akses internet, dan kuota.
Agar pembelajaran berlangsung efektif, aman, sehat, dan tetap bermakna, walaupun siswa hanya 25% yang masuk sekolah.
"Pemerintah juga hendaknya mengoptimalkan jalan keluar, bagi siswa yang daerah dan sekolahnya tak punya perangkat, akses internet, dan teknologi digital. Pembelajaran menggunakan modul dapat menjadi salah satu solusi, agar siswa tetap mendapatkan hak dasar pendidikannya," katanya.