Menteri Jelaskan Langkah Utama KLHK dalam Penanganan Limbah B3 Medis
Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan ada tiga langkah utama KLHK dalam penanganan limbah B3 medis.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, Jakarta - Menyikapi jumlah timbunan limbah medis Covid-19 yang terus meningkat, Pemerintah tengah menyiapkan semua instrumen untuk pengelolaan limbah medis infeksius agar dapat segera teratasi.
Pemerintah akan memberikan dukungan fasilitas dan anggaran, baik yang berasal dari Satgas Covid-19, dana transfer ke daerah, maupun sumber pendanaan lainnya, serta usaha swasta karena perlu cepat dilakukan penyiapan sarana.
Menteri LHK Siti Nurbaya menjelaskan ada tiga langkah utama KLHK dalam penanganan limbah B3 medis.
Pertama, KLHK memberikan dukungan relaksasi kebijakan terutama untuk fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) yang belum memiliki izin.
Mereka diberikan dispensasi operasi dengan syarat insenerator suhu 800 derajat Celcius, dan diberikan supervisi.
Baca juga: Pengelolaan Limbah Medis Covid, Rp 1,3 Triliun akan Digelontorkan
“Jadi sejalan dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) yang juga sudah membuat lebih sederhana persetujuan (sebelumnya izin) dan diberikan utuh, bukan lagi satu persatu izin per tahapan seperti sebelumnya,” tutur Menteri LHK Siti Nurbaya dalam konferensi pers secara virtual usai mengikuti Rapat Terbatas Kabinet yang dipimpin Presiden RI tentang Pengelolaan Limbah B3 Medis Covid-19, Rabu (28/7).
Sebagai catatan, limbah B3 Covid-19 antara lain bekas: infus, masker, botol vaksin, jarum suntik, pelindung wajah, perban, pakaian hazmat, dan APD. Kemudian, pakaian medis, sarung tangan, alat PCR, antigen dan alkohol swab.
Presiden mengarahkan agar jajarannya secara intensif dan sistematis bisa memastikan pengelolaan limbah B3 Covid-19 berjalan baik.
Berdasarkan data yang masuk, limbah medis Covid-19 hingga 27 Juli 2021 berjumlah 18.460 ton, yang berasal dari fasilitas layanan kesehatan, rumah sakit darurat, wisma tempat isolasi dan karantina mandiri, uji deteksi, maupun vaksinasi.
"Dana yang diproyeksikan untuk itu sebesar 1,3 triliun rupiah, yang diminta Presiden untuk di-exercise guna membuat sarana-sarana incinerator dan sebagainya," ujar Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar.
Kedua, KLHK memberikan dukungan sarana, mengingat kapasitas untuk memusnahkan limbah medis masih sangat terbatas. Sarana pengelolaan limbah medis yang ada saat ini masih terpusat di Jawa, yakni lebih kurang 78%.
KLHK sejak 2019 telah membantu sebanyak 10 unit insenerator kapasitas 150 kg/jam dan 300 kg/jam seperti di Sulsel, Aceh, Sulbar, NTB, NTT, Aceh, Sumbar, Papua Barat, dan Kalsel.
“Dalam kaitan ini, maka arahan Bapak Presiden hal ini agar dipercepat pembangunan sarananya seperti insinerator,” kata Menteri Siti.
Disisi lain, pasca tahun baru 2021 dan saat Idul Fitri dikembangkan isolasi mandiri (isoman) di rumah/perumahan selain vaksinasi. Maka isoman diberikan dukungan drop box dan kantong plastik besar untuk pengumpulan limbah.
Untuk sarana ini, Menteri Siti mengungkapkan agar daerah juga harusnya bisa memenuhi dari DAK dan sumber anggaran lainnya.
“Terhadap pengelolaan limbah medis ini, KLHK juga melakukan langkah ketiga yaitu kegiatan pengawasan, dimana saat ini masih dalam fase pengawasan untuk pembinaan belum ke penegakan hukum pidana, misalnya. Pesan utamanya tidak boleh membuang limbah medis ke TPA,“ tegasnya.
Pada Ratas Kabinet tersebut, Presiden juga meminta untuk ada sistem penanganan yang baik, tertata dan tertib serta data yang terintegrasi. Sistem yang ada di KLHK, baru berupa collect data yang disusun beberapa bulan terakhir ini, dan mulai ada data sejak Maret 2021.
“Data yang ada saat ini masih belum lengkap, dan harus diisi oleh Pemda. KLHK akan terus mengembangkan dan menyempurnakan sistem serta secara intensif berkoordinasi dengan Pemda,” ujar Menteri Siti.