Presiden Minta Harga PCR Maksimal Rp550 Ribu, Mengapa Selama Ini Mahal?
Presiden Jokowi meminta harga tes Polymerase Chain Reaction (PCR) Covid-19 maksimal Rp 550 ribu. Mengapa selama ini mahal?
Penulis: Anita K Wardhani
Wakil Ketua Umum IDI Slamet Budiarto mengatakan, yang menjadi faktor utama mahalnya harga test di Indonesia itu adalah karena pajak barang masuk ke Indonesia cukup tinggi.
Perbandingan harga di Indonesia dengan negara lain juga, kata Slamet, tak hanya berlaku pada test PCR, melainkan segala keperluan obat-obatan dan laboratorium.
Saat dihubungi Tribunnews, Minggu (15/8/2021), Slamet mengatakan, "Biaya masuk ke Indonesia sangat mahal, pajaknya sangat tinggi, Indonesia adalah negara yang memberikan pajak obat dan alat kesehatan termasuk laboratorium."
Padahal kata dia, pemberian pajak pada alat kesehatan maupun obat-obatan itu tidak tepat.
Hal itu karena keperluannya untuk membantu orang yang sedang mengalami kesusahan.
Baca juga: Minta Pemerintah Bebaskan Pajak Alkes, Obat-Obatan hingga test PCR, IDI: Jangan Bebani Orang Sakit
Baca juga: Berlaku Sampai 30 September, Citilink Gratiskan Tes PCR atau Antigen, Ini Syaratnya
Sedangkan pemberian pajak diberlakukan untuk masyarakat yang menerima kenikmatan seperti halnya pembelian barang atau kendaraan.
Slamet mengatakan, "Masa obat dan alat kesehatan dibebani pajak, yang dimaksud pajak kan kenikmatan, misal, dapet gaji beli mobil, beli handphone, beli rumah itu kenikmatan itu dikenai pajak oke, tapi orang susah jangan dibebani pajak, ini brunded ini."
Pihaknya bahkan kata Slamet telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan kementerian terkait agar untuk sedianya memberikan keringanan kepada masyarakat yang ingin berobat.
Sebab akibatnya banyak masyarakat yang lebih memilih melakukan perawatan ke luar negeri atau bahkan negara tetangga karena harga berobatnya lebih terjangkau.
"Kami sudah surati Presiden sekitar bulan Maret-April, DPR juga sudah kita suratin agar obat dan alkes jangan dibebani pajak, udah itu aja (dibebaskan pajak) itu akan turun semua (harga test)," ucapnya.
Meski demikian, belum ada tindakan dari pelayangan surat yang diberikan pihaknya terkait hal tersebut.
Slamet mengatakan, "Yang memberikan respon baru Kemenko Perekonomian, katanya akan diperhatikan tapi sampai saat ini belum ada tindak lanjut."
Atas dasar itu dirinya mewakili IDI mendesak pemerintah untuk memberikan relaksasi pajak masuk khususnya alat kesehatan dan obat-obatan ke Indonesia.
"Mendesak pemerintah untuk membebaskan pajak untuk obat alkes laboratorium, baik yang terkait Covid-19 maupun yang tidak terkait Covid-19, karena orang sakit kan tidak hanya terkait Covid-19 aja," tambahnya.
(Tribunnews.com/Igman/Rizki/Intisari)