Pfizer Minta Persetujuan Vaksin Booster, WHO Tegaskan Dosis Pertama Harus Jadi Prioritas
Pfizer aat ini tengah meminta persetujuan peraturan AS untuk pemberian dosis booster. WHO menegaskan bahwa data tentang manfaat dan keamanannya.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Raksasa farmasi Amerika Serikat (AS) Pfizer menyatakan jika dosis ketiga atau tambahan (booster) untuk mereka yang telah menerima vaksin virus corona (Covid-19) dua kali dosis, akan mendorong peningkatan 'lebih dari tiga kali lipat' dalam antibodi untuk melawan virus tersebut.
Perusahaan itu pun saat ini tengah meminta persetujuan peraturan AS untuk pemberian dosis booster.
Sementara itu, produsen obat sekaligus mitra Jermannya BioNTech sedang berupaya untuk menyelesaikan pengajuan penggunaan dosis booster pada kelompok usia di atas 16 tahun pada akhir pekan ini.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (26/8/2021), pemerintah AS mengatakan bahwa negara itu tengah bersiap-siap untuk meluncurkan dosis booster untuk vaksin Pfizer dan Moderna mulai pertengahan September mendatang.
Suntikan booster ini ditujukan untuk warga Amerika yang telah menerima dua dosis vaksin selama lebih dari delapan bulan.
Baca juga: Vietnam Desak WHO Kirim Lebih Banyak Vaksin Saat Kasus Covid-19 Melonjak
Baca juga: Terkontaminasi, Jepang Hentikan Penggunaan 1,63 Juta Dosis Vaksin Moderna
Namun ini semua bisa diimplementasikan jika Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS memutuskan bahwa suntikan booster memang diperlukan.
Kendati demikian, jeda waktu delapan bulan itu kemungkinan akan dipersempit menjadi enam bulan.
Sebuah komite penasihat luar untuk CDC AS dijadwalkan akan melakukan pertemuan pada hari Senin mendatang untuk meninjau data klinis.
Terkait pengujiannya, Pfizer mengatakan bahwa 306 orang yang diberi dosis ketiga vaksinnya antara lima hingga delapan bulan setelah menerima dosis kedua, menunjukkan tingkat antibodi penetral yang meningkat 3,3 kali lipat dibandingkan yang terlihat setelah suntikan kedua.
Studi yang rinciannya belum dipublikasikan itu juga menemukan bahwa efek samping dari dosis booster ini mirip dengan reaksi dosis kedua, termasuk diantaranya kelelahan ringan hingga sedang serta sakit kepala.
Para ilmuwan pun terus memperdebatkan apakah tingkat antibodi yang berkurang ini mengindikasikan bahwa vaksin booster perlu diberikan secara luas.
Namun, terlepas dari perdebatan itu, beberapa negara terus bergerak maju untuk tetap menggunakan booster.
Israel mulai meluncurkan booster pada awal Agustus ini yang ditujukan untuk warga yang berusia lebih tua.
Pada pekan ini, negara zionis itu pun memperluas kampanyenya kepada orang-orang berusia muda yakni sekitar 30 tahun.
Pemerintah Israel mengklaim bahwa booster dapat membantu meningkatkan perlindungan terhadap varian Delta yang diketahui lebih mudah dan cepat menular.
Presiden AS Joe Biden pun memiliki pendapat yang sama tentang vaksin booster.
"Ini adalah cara terbaik untuk melindungi diri kita dari varian baru yang mungkin muncul," kata Biden.
Melihat sikap beberapa negara serta raksasa farmasi Pfizer yang mendorong pemberian dosis booster, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan bahwa data tentang manfaat dan keamanan vaksin booster 'tidak meyakinkan'.
Ia juga menyerukan untuk dilakukannya penundaan dalam meluncurkan booster dan berfokus pada tujuan awal yakni meningkatkan angka vaksinasi yang lebih tinggi di negara-negara yang belum menerima dosis pertama atau kedua.
Pada hari Senin lalu, regulator AS memberikan persetujuan penuh untuk dua dosis vaksin Pfizer, yang telah tersedia hingga saat ini di bawah izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA).
Persetujuan tersebut mendorong beberapa pemerintah daerah, seperti New York City (NYC) dan negara bagian New Jersey, serta militer AS dan beberapa perusahaan untuk menggaungkan penggunaan vaksin.
Yang perlu dicatat adalah dosis booster vaksin Pfizer-BioNTech saat ini tidak diizinkan untuk digunakan secara luas di AS.
Namun, di bawah otorisasi penggunaan darurat yang telah diubah, dosis booster ini diizinkan untuk diberikan kepada mereka yang berusia minimal 12 tahun dengan kondisi gangguan kekebalan (immunocompromised).
Selanjutnya, Pfizer-BioNTech mengatakan bahwa mereka berencana untuk mengajukan data ke European Medicines Agency dan otoritas pengatur lainnya di seluruh dunia dalam beberapa pekan mendatang.