Tantangan yang Dihadapi Perempuan Saat Pandemi, Peningkatan KDRT hingga Peningkatan Kasus Perceraian
KPPPA tetap melakukan peningkatan program kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di masa pandemi dengan pendekatan yang disesuaikan
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Muhammad Ihsan mengatakan, banyak hal yang menjadi tantangan yang dihadapi perempuan di masa pandemi.
Ia menyebutkan, meningkatnya beban perempuan dalam melaksanakan tugas domestik, naiknya KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), pemutusan hubungan kerja, angka perceraian meningkat, penurunan pendapatan keluarga khususnya bagi perempuan pelaku usaha.
"Hal ini sedikit mengubah arah pembangunan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia,” tutur Ihsan dalam Dialog Virtual Kabar Kamis Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) - KPCPEN, belum lama ini.
Ihsan menekankan, KPPPA tetap melakukan peningkatan program kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di masa pandemi dengan pendekatan yang disesuaikan.
Baca juga: UPDATE Sebaran Kasus Corona 11 September: Jakarta Urutan ke-6, Yogyakarta Keluar dari 10 Besar
“Pertemuan fisik dibatasi, sehingga sosialisasi kesetaraan gender di masyarakat, instansi pemerintah dan pelosok daerah lebih banyak dilakukan secara virtual,” jelasnya.
Khusus bagi perempuan pelaku usaha yang terdampak pandemi, KPPPA tetap melakukan sosialisasi dan pendampingan.
“Dilakukan khususnya di perempuan kelompok rentan, dengan melakukan pelatihan kewirausahaan secara daring bekerja dengan kelompok masyarakat dan start up sebagai bekal agar mereka bisa beradaptasi dengan menggunakan teknologi informasi sehingga meningkatkan kapasitas dan siap bersaing di situasi sulit selama pandemi,” terang Ihsan.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI), Nita Yudi menyoroti isu krusial yang dihadapi perempuan yaitu masih banyak yang belum melek digital.
“Kami di IWAPI memiliki tanggung jawab untuk bisa memberikan edukasi dan pelatihan kepada mereka sehingga no one left behind (tidak ada yang tertinggal, red),” ujarnya.
Nita menuturkan, sejak 2014 IWAPI sudah menjalin kolaborasi dengan Microsoft, disusul Google, Facebook dan Kominfo untuk pelatihan digitalisasi.
“Dari 30 ribu perempuan pengusaha anggota IWAPI yang tersebar di 34 provinsi memang belum semuanya mendapat pelatihan digitalisasi. Namun akan kita kejar. Mudah-mudahan dengan melakukan kegiatan pelatihan semacam ini perempuan bisa bangkit dan tampil di masa pandemi,” ujar Nita.
Tujuan utama IWAPI adalah agar perempuan bisa mandiri secara ekonomi. “Pada krisis 1998 UMKM terbukti jadi tulang punggung perekonomian. Namun di masa pandemi, 98% anggota IWAPI adalah UMKM paling terdampak,” ujarnya.
Untuk itu, Nita berbagi tips bagi perempuan di masa pandemi agar bisa bertahan, antara lain, jangan panik, lakukan konsolidasi serta berpikir cerdik melihat hal yang bisa dikolaborasikan, menyaring informasi, hijrah ke digitalisasi, inovatif dan kreatif dalam menangkap peluang pasar, terhubung dengan ekosistem digital, dan pandai dalam mengakses informasi misalnya terkait stimulus yang diberikan pemerintah di masa pandemi untuk UMKM.
Nita menekankan, modal utama menjadi pengusaha bukanlah pada modal.
“Modal memang perlu namun bukan di nomor satu. Yang utama adalah mengenal potensi diri, cerdas melihat peluang, melek teknologi, baru urusan modal,” ujarnya. “Jangan pesimis, ayo optimis. Saat pandemi selesai, bisnis bisa jalan kembali,” tandasnya.
Baca juga: Turunkan Angka Kasus Korona, Komisi II Dukung PPKM Skala Mikro
Desainer fashion Indonesia, Anne Avantie mengatakan, pandemi bukan hal yang bisa dilawan, sehingga penting bagi setiap orang untuk beradaptasi.
“Selama pandemi berdamai dengan diri sendiri itu perlu, juga dengan waktu dan keadaan, dan ada kehidupan baru yang mesti disyukuri,” ujarnya.
Anne mengatakan, cerdik dan dan cerdas melihat peluang di masa pandemi bisa membuat pelaku industri kreatif selamat melewati masa sulit.
“Berikan prioritas. Mata rantai subsidi sangat diperlukan di Indonesia. Itulah pentingnya melakukan kolaborasi,” tutur Anne yang juga mengembangkan mata rantai kebaikan dengan menjadi ibu asuh dan payung bagi UMKM.
Dokter dan juga influencer, dr. Alexandra Clarin Hayes, mengatakan di sisi kesehatan, perempuan harus mampu menjadi teladan (role model) bagi teman dan lingkungan terdekatnya.
“Prokes 5M tidak boleh dilupakan sama sekali. Pakai masker di luar rumah, atau di rumah jika ada gejala atau sakitsakit,” ujarnya.