Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PDPI Upayakan Penanganan Penyintas Long Covid-19 dapat Ditanggung BPJS

Erlina Burhan menuturkan saat ini penanganan dan perawatan long Covid-19 belum dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in PDPI Upayakan Penanganan Penyintas Long Covid-19 dapat Ditanggung BPJS
DOK BNPB
Erlina Burhan, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Erlina Burhan menuturkan saat ini penanganan dan perawatan long Covid-19 belum dijamin oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Padahal keluhan long Covid masih banyak dirasakan oleh penyintas.

Untuk itu, pihaknya tengah mengupayakan
perawatan bagi penyintas agar dapat ditanggung BPJS.

"Saat ini long Covid-19 belum dijamin BPJS. Kalau long Covid-19 ada di buku pedoman maka bakal di-endorse Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan ditanggung BPJS," ungkap Erlina dalam agenda pelatihan media terkait obat dan vaksin di masa pandemi Covid-19 yang diikuti secara virtual, Selasa (19/10/2021).

Baca juga: Strategi Vaksinasi, Obat Covid-19, dan Prokes Ketat Menjadi Kunci Turunkan Pandemi Jadi Endemi

Pihaknya kini sedang menyusun protokol terkait long Covid-19 sebagai masukan untuk revisi pedoman yang baru.

"Kami sedang persiapkan protokolnya sehingga diakui oleh Kemenkes dan akan ditanggung BPJS. Sudah ada pembicaraan ke situ," ujar Dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

BERITA REKOMENDASI

Terpisah, Guru Besar FK Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama Guru menyarankan perlu ada mekanisme keuangan agar pasien pasca Covid atau long Covid terus mendapat penangangan medik yang baik.

"Tanpa harus terbebani biaya yang tidak dapat dia tanggung, ini sesuai dengan prinsip Universal Health Care (UHC) yang dianut dunia," jelas Prof Tjandra dalam siaran pers yang diterima, Senin (18/10/2021).

Mengenal Long Covid-19

WHO sendiri telah mengumpulkan pendapat para pakar dari berbagai negara dalam bentuk Konsensus Delphi untuk membuat definisi keadaan ini, dan dipublikasi pada 6 Oktober 2021.

Dalam publikasi WHO itu ada lima pengertian tentang Long Covid atau dalam publikasi ini disebut sebagai Post Covid.

Pertama, kondisi pasca Covid-19 dapat terjadi pada seseorang dengan status probable atau terkonfirmasi COVID-19.

Kedua, biasanya keluhan terjadi setelah 3 bulan dari awal gejala penyakit Covid-19 dan biasanya lama keluhan berlangsung sekitar 2 bulan, serta tidak dapat diterangkan penyebab keluhannya selain yang mungkin sebagai pasca Covid ini.

Ketiga, gejala dan keluhan yang biasa timbul adalah rasa lemah fatigue, sesak nafas dan gangguan kognitif yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Keluhannya dapat dalam berbagai bentuk yang amat luas variasinya, seperti nyeri perut, gangguan menstruasi, gangguan penciuman / pengecap, gelisah (“anxiety”), penglihatan kabur, nyeri dada, batuk, depresi, pusing dan demam hilang timbul.

Gejala dan keluhan dapat juga berupa gangguan saluran cerna baik diare maupun konstipasi dan “acid reflux”, juga bisa sakit kepala, gangguan memori, nyeri sendi, nyeri otot, neuralgia, bentuk alergi baru, gangguan tidur, berdebar debar dan juga telinga berdenging atau gangguan pendengaran lainnya.

Keempat, gejalanya bisa bersifat baru muncul, atau langsung muncul sesudah pulih dari keadaan akut serangan COVID-19 dan bisa juga menetap saja sejak awal sakit COVID-19 sampai beberapa bulan kemudian.

Serta terakhir, gejala dan keluhan dapat berfluktuasi berat dan ringan, serta sementara hilang dan lalu datang lagi, seperti kambuh begitu.

"Dengan lebih jelas definisinya maka akan lebih jelas juga penanganan kliniknya. Kita tahu, long Covid juga punya aspek ekonomi dan asuransi kesehatan, khususnya apakah keluhan-keluhan yang ada akan dapat ditanggung asuransi dan atau akan dapat menjadi alasan untuk gangguan pekerjaan yang akan dialami pasiennya," ungkap Prof Tjandra.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas