Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

WHO Pimpin Program ACT-A yang Fokus pada Pembelian Pil Antivirus Covid-19 Seharga 10 Dolar AS

obat antivirus molnupiravir untuk pasien dengan gejala ringan, hanya dengan 10 dolar Amerika Serikat (AS) per kursus.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Wahyu Aji
zoom-in WHO Pimpin Program ACT-A yang Fokus pada Pembelian Pil Antivirus Covid-19 Seharga 10 Dolar AS
Handout / Merck & Co,Inc. / AFP
Foto selebaran ini diperoleh 26 Mei 2021, atas izin perusahaan Farmasi Merck, menunjukkan kapsul obat antivirus eksperimental Molnupiravir. Merck mengatakan pada 1 Oktober 2021, pihaknya akan meminta otorisasi di AS untuk molnupiravir untuk Covid-19, setelah pil tersebut menunjukkan "hasil yang meyakinkan" dalam uji klinis. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) saat ini memimpin program untuk memastikan negara-negara miskin di dunia tidak hanya mendapatkan akses yang adil terhadap vaksin virus corona (Covid-19), namun juga pengujian hingga perawatan bagi pasien Covid-19.

Langkah ini dilakukan untuk mengamankan obat antivirus molnupiravir untuk pasien dengan gejala ringan, hanya dengan 10 dolar Amerika Serikat (AS) per kursus.

Dikutip dari laman Reuters, Rabu (20/10/2021), pil percobaan molnupiravir dari perusahaan obat Merck & Co ini tengah dikembangkan dan kemungkinan akan menjadi salah satu obat yang digunakan untuk mengobati pasien Covid-19 dengan gejala ringan.

Perlu diketahui, draf dokumen yang menguraikan tujuan Access to Covid-19 Tools Accelerator (ACT-A) hingga September 2022 ini mengatakan program tersebut berharap mengirimkan sekitar 1 miliar tes Covid-19 ke negara-negara miskin serta pengadaan obat-obatan untuk mengobati 120 juta pasien secara global, dari sekitar 200 juta kasus baru yang diperkirakan muncul dalam 12 bulan ke depan.

Rencana tersebut menyoroti bagaimana WHO ingin menopang pasokan obat-obatan dan tes dengan harga yang relatif rendah, setelah kalah dalam perlombaan merebut vaksin dari negara-negara kaya yang meraup sebagian besar pasokan dunia dan meninggalkan negara-negara termiskin di dunia dengan hanya menerima sedikit dosis vaksin.

Seorang Juru bicara ACT-A mengatakan dokumen yang tertanggal 13 Oktober itu saat ini masih dalam tahap konsultasi, ia pun enggan memberikan tanggapan terkait isinya sebelum difinalisasi.

Baca juga: Kronologi Laporan Korban Rudapaksa Ditolak karena Belum Vaksin, Kapolresta Banda Aceh Membantah

Berita Rekomendasi

Dokumen tersebut juga akan dikirimkan kepada para pemimpin global menjelang KTT G20 di Roma, Italia pada akhir bulan ini.

ACT-A meminta G20 dan pendonor lain untuk menggelontorkan pendanaan tambahan sebesar 22,8 miliar dolar AS hingga September 2022.

Dana itu akan difokuskan untuk pembelian dan pendistribusian vaksin, obat-obatan dan tes ke negara-negara miskin, sehingga mempersempit kesenjangan besar dalam pasokan antara negara kaya dengan negara yang kurang maju.

Para negara pendonor tersebut sejauh ini telah menjanjikan 18,5 miliar dolar AS untuk program itu.

Permintaan keuangan ini didasarkan pada perkiraan terperinci terkait harga obat-obatan, perawatan dan tes, yang akan memperhitungkan pengeluaran terbesar program, di samping biaya distribusi vaksin.

Meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan molnupiravir, dokumen ACT-A berharap hanya membayar 10 dolar AS per kursus untuk 'antivirus oral baru bagi pasien gejala ringan hingga sedang' ini.

Sementara itu, pil lain yang ditujukan untuk mengobati pasien gejala ringan pun sedang dikembangkan, namun molnupiravir adalah satu-satunya yang sejauh ini menunjukkan hasil positif dalam uji coba tahap akhir.

Baca juga: Polresta Banda Aceh Dituding Tidak Terima Laporan Warga Karena Tidak Punya Sertifikat Vaksin

ACT-A pun sedang dalam tahap pembicaraan dengan Merck & Co serta produsen obat generik untuk membeli obat tersebut.

Harga yang diminta WHO bahkan sangat rendah jika dibandingkan dengan 700 dolar AS per kursus yang telah disetujui AS untuk membayar 1,7 juta kursus dalam tindakan perawatan.

Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Harvard memperkirakan bahwa molnupiravir dapat berharga sekitar 20 dolar AS jika diproduksi oleh produsen obat generik, dengan harga yang berpotensi turun menjadi 7,7 dolar AS saat produksi dilakukan secara optimal.

Merck & Co memiliki kesepakatan lisensi dengan 8 produsen obat generik India.

Dokumen ACT-A mengatakan bahwa targetnya adalah mencapai kesepakatan pada akhir November mendatang untuk mengamankan pasokan 'obat oral untuk pasien rawat jalan' yang ditargetkan tersedia mulai kuartal pertama tahun depan.

Dana yang terkumpul pada awalnya akan digunakan untuk 'mendukung pengadaan hingga 28 juta kursus pengobatan untuk pasien gejala ringan hingga sedang dengan risiko tertinggi selama 12 bulan ke depan'.

Namun ini tergantung pada ketersediaan produk, panduan klinis serta volume yang berubah seiring dengan evolusi kebutuhan.

Draf dokumen tersebut mencatat volume ini akan dijamin di bawah perjanjian pembelian di muka.

Jumlah tambahan yang lebih besar dari antivirus oral baru untuk mengobati pasien gejala ringan ini juga diharapkan akan diperoleh pada tahap selanjutnya.

4,3 juta paket pil Covid-19 yang digunakan kembali untuk mengobati pasien kritis juga diharapkan dapat dibeli dengan harga 28 dolar AS per kursus.

Namun dokumen tersebut tidak menyebutkan obat apapun secara spesifik terkait jumlah tersebut.

ACT-A juga akan berupaya memenuhi kebutuhan oksigen medis esensial dari 6 hingga 8 juta pasien dengan kondisi parah dan kritis pada September 2022.

Selain itu, program ini juga berencana untuk melakukan investasi secara besar-besaran dalam diagnostik Covid-19 untuk setidaknya menggandakan jumlah tes yang dilakukan di negara-negara miskin, yang didefinisikan sebagai negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah.

Dari 22,8 miliar dolar AS, ACT-A berencana akan meningkatkan penggunaan dana tersebut dalam 12 bulan ke depan yakni sekitar sepertiganya.

Bagian terbesar dana itu akan dihabiskan untuk kebutuhan diagnostik.

Saat ini negara-negara miskin melakukan rata-rata sekitar 50 tes per 100.000 orang setiap harinya, ini tidak sebanding dengan 750 tes yang dilakukan di negara-negara kaya pada saat yang sama.

ACT-A ingin membawa tingkat pengujian ini ke batas minimal 100 tes per 100.000 di negara bagian yang lebih miskin.

Itu berarti memberikan sekitar 1 miliar tes dalam 12 bulan ke depan atau sekitar 10 kali lebih banyak dari yang diperoleh ACT-A sejauh ini.

Dorongan pada pengadaan alat tes ini dimaksudkan untuk mempersempit kesenjangan antara negara kaya dengan negara miskin, karena hanya 0,4 persen tes yang telah dilakukan di negara-negara miskin, dari sekitar 3 miliar tes yang dilaporkan di seluruh dunia.

Ini juga akan membantu menemukan kemungkinan varian baru yang cenderung berkembang biak saat infeksi meluas.

Kemungkinan varian ini berpotensi besar terjadi di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang lebih rendah.

Dokumen tersebut pun menggarisbawahi bahwa 'akses vaksin saat ini sangat tidak adil, dengan cakupan mulai dari 1 persen hingga lebih dari 70 persen yang sangat bergantung pada kekayaan suatu negara'.

Program ACT-A ini bertujuan untuk melakukan vaksinasi setidaknya 70 persen dari populasi yang memenuhi syarat di semua negara pada pertengahan tahun depan, sejalan dengan tujuan WHO.

Sumber berita 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas