Ramai-ramai Menolak Kebijakan PCR Sebagai Syarat Naik Pesawat, Ini Alasannya
Tulus juga menyebutkan, bahwa kebijakan PCR ini diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Hari Darmawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aturan penumpang pesawat terbang harus menjalani tes polymerase chain reaction (PCR) ditentang banyak kalangan.
Seperti diketahui, pemerintah mengeluarkan aturan baru soal syarat perjalanan dalam negeri yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 21 Tahun 2021.
Dalam aturan itu, penumpang pesawat yang melakukan perjalanan, baik berasal maupun bertujuan ke daerah PPKM level 3 dan 4 wajib menunjukkan kartu vaksin (minimal dosis pertama).
Kemudian, penumpang juga harus melampirkan hasil tes PCR negatif yang diambil kurun waktu 2x24 jam.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menyarankan kebijakan tes PCR untuk penumpang pesawat dibatalkan.
Ketua Umum YLKI Tulus Abadi menyebutkan, kebijakan PCR untuk penumpang pesawat ini sebaiknya dibatalkan atau direvisi.
"Revisi yang dimaksud misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di daerah-daerah tidak semua tes PCR cepat," ucap Tulus saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (23/10/2021).
Atau, lanjut Tulus, syarat perjalanan dengan angkutan udara cukup antigen saja, tapi harus vaksin 2x.
Tulus juga menyebutkan, bahwa kebijakan PCR ini diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.
"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen bahkan tidak pakai apapun. Maka dari itu kebijakan ini diskriminatif," kata Tulus.
Selain itu Tulus juga mengingatkan, jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya dan pihak-pihak tertentu yang diuntungkan.
Baca juga: Polemik Tes PCR Bagi Penumpang Pesawat, Projo Minta Hapus Kebijakan, PAN Khawatir Ada Mafia
Sementara itu menurut Pengurus harian YLKI Agus Suyatno mengatakan, kenapa kebijakan ini hanya untuk transportasi udara saja dan untuk transportasi darat serta yang lainnya masih menggunakan rapid test antigen.
"Padahal di transportasi udara, waktu berkumpul lebih sedikit karena perjalanan pesawat yang cepat dibandingkan darat atau laut," ucap Agus saat dihubungi Tribunnews, Sabtu (23/10/2021).