Terjadi Penambahan Kasus Omicron, Kemenkes Ungkap Gejala Paling Banyak yang Dialami Penderita
Berikut gejala paling banyak yang dialami penderita kasus Omicron, menurut Kemenkes.
Penulis: Katarina Retri Yudita
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Berikut gejala paling banyak yang dialami penderita kasus Omicron, menurut Kemenkes.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa penambahan kasus konfirmasi Omicron di Indonesia masih didominasi oleh WNI yang baru kembali dari perjalanan luar negeri.
Kemenkes mencatat ada 92 kasus konfirmasi Omicron baru pada 4 Januari 2021.
Hingga Selasa (4/1/2022), total kasus Omicron menjadi 254 kasus, terdiri dari 239 kasus dari pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus transmisi lokal.
Baca juga: WHO: Ada Lebih Banyak Bukti yang Tunjukkan Omicron Sebabkan Gejala Lebih Ringan
Gejala paling banyak yang dialami penderita Omicron
dr Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan gejala paling banyak yang dialami penderita.
“Mayoritas (penularan) masih didominasi pelaku perjalanan luar negeri. Dari hasil pemantauan, sebagian besar kondisinya ringan dan tanpa gejala. Gejala paling banyak adalah batuk (49 persen) dan pilek (27 persen),” kata dr Nadia, dikutip dari kemkes.go.id.
Selain itu, Kemenkes juga mendorong daerah untuk memperkuat kegiatan 3T (Testing, Tracing, Treatment), aktif melakukan pemantauan apabila ditemukan cluster-cluster baru Covid-19 dan segera melaporkan dan berkoordinasi dengan pusat apabila ditemukan kasus konfirmasi Omicron di wilayahnya.
“Poin utama dari aturan ini untuk memperkuat koordinasi pusat dan daerah serta fasyankes dalam menghadapi ancaman penularan Omicron. Mengingat dalam beberapa waktu terakhir kasus transmisi lokal terus meningkat, ujar dr Nadia.
Kesiapan daerah dalam merespons penyebaran Omicron menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan cluster baru penularan Covid-19.
Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan
Selain itu, dr Nadia juga menekankan kewaspadaan individu untuk terus ditingkatkan guna menghindari potensi penularan Omicron.
Protokol kesehatan 5M dan vaksinasi harus berjalan beriringan sebagai kunci untuk melindungi diri dan orang sekitar dari penularan Omicron.
Diketahui, Omicron memiliki tingkat penularan yang jauh lebih cepat dibandingkan varian Delta.
Sejak ditemukan pertama kali pada Rabu, 24 November 2021 di Afrika Selatan, kini Omicron telah terdeteksi di lebih dari 110 negara dan diperkirakan akan terus meluas.
Di level nasional, pergerakan Omicron juga terus meningkat sejak pertama kali dikonfirmasi pada 16 Desember 2021.
Negara yang mendominasi penambahan kasus Omicron di Indonesia
Dikutip dari kemkes.go.id, Kemenkes merinci kasus Omicron di Indonesia masih didominasi dari para pelaku perjalanan internasional yang berasal dari negara Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan USA.
Upaya antisipsi dalam negeri pun dilakukan dengan memperkuat fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk aspek penunjang seperti SDM Kesehatan serta farmasi dan alat kesehatan.
“Jumlah tempat tidur di Indonesia ada sekitar 400 ribu, 30 persen atau 120 ribu kita dedikasikan untuk Covid-19, sekarang yang terisi sekitar 240-250 ribu tempat tidur. Jadi masih ada room sekitar 110 ribu yang sebelumnya memang sudah kita alokasikan untuk COVID-19,” ujar kata Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, Senin (3/1/2022).
Menkes menambahkan, pada serangan varian delta di pertengahan tahun 2021, oksigen merupakan kebutuhan esensial bagi perawatan pasien Covid-19, baik di rumah sakit maupun isoman di rumah.
Kelangkaan pasokan oksigen kemudian berdampak bagi pasien yang sedang menjalani perawatan intensif.
Kemenkes distribusikan kebutuhan oksigen medis dan obat bagi pasien
Untuk memenuhi kebutuhan oksigen medis, Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan kurang lebih 16 ribu oksigen konsentrator atau setara 800 ton/hari ke rumah sakit-rumah sakit untuk perawatan pasien Covid-19, terutama rumah sakit yang kesulitan mengakses oksigen cair.
“Kita juga sudah menerima dan sedang memasang 31 oksigen generator. Saat ini 70 persen sudah selesai. Ini oksigen medis yang besar bahkan bisa mengakomodir kebutuhan satu rumah sakit,” terang Menkes.
Kebutuhan obat terapi bagi pasien Covid-19 juga melonjak signifikan saat kenaikan kasus pada pertengahan tahun lalu.
Pemerintah saat ini telah menyiapkan stok obat bagi pasien Covid-19 dan siap didistribusikan apabila terjadi lonjakan permintaan obat.
“Hari ini kita akan datangkan molnupiravir, saat ini kita simpan dulu, kalau ada apa-apa nanti kami distribusikan. Obat ini terbukti bisa membantu menekan laju pasien yang saturasi 94 persen ke rumah sakit,” tutup Menkes.
(Tribunnews.com/Katarina Retri)
Berita lainnya terkait Omicron
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.