Prof. Zubairi Djoerban Sebut 5 Obat Tak Ampuh Sembuhkan Covid-19, Termasuk Terapi Plasma Konvalesen
Prof. Zubairi Djoerban mengungkap ada lima obat dan terapi Covid-19 yang sempat dipakai namun terbukti tak bermanfaat.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof. Zubairi Djoerban mengungkap ada lima obat dan terapi Covid-19 yang sempat dipakai namun terbukti tak bermanfaat.
Ia juga mengatakan, penggunaan obat-obatan tersebut memiliki efek samping serius.
"Obat-obat yang dulu dipakai untuk Covid-19 dan kini terbukti tidak bermanfaat, bahkan menyebabkan efek samping serius pada beberapa kasus Ivermectin, Klorokuin,Oseltamivir, Plasma Konvalesen, Azithromycin,"ujar Prof. Zubairi,
Minggu(6/2/2021).
Baca juga: Hingga Saat Ini, BPOM Belum Terima Laporan Uji Klinik Ivermectin untuk Obat Covid
Baca juga: Ada Paket Obat Gratis untuk Pasien Covid-19 yang Isoman, Begini Cara Mendapatkannya
Spesialis dokter penyakit dalam ini menuliskan, Ivermectin tidak disetujui Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) AS, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan regulator obat Uni Eropa. Banyak laporan pasien yang memerlukan perhatian medis, termasuk rawat inap, setelah konsumsi Ivermectin.
Kemudian, Klorokuin diakui sudah dipakai oleh ratusan ribu orang di dunia. Namun
terbukti malah berbahaya untuk jantung.
"Manfaat antivirusnya justru enggak ada. Jadi, klorokuin tidak boleh dipakai lagi,"
imbuhnya.
Oseltamivir sebenarnya untuk influenza. Tidak ada bukti ilmiah untuk mengobati Covid-
19.
Baca juga: Prof Zubairi Djoerban: Tetap Waspada Terhadap Virus Corona Varian Mu Meski Tak Seganas Varian Delta
Baca juga: Warga Mulai Incar Obat & Vitamin untuk Perkuat Imun Tubuh, Industri Farmasi Siap Penuhi Kebutuhan
Bahkan, WHO sudah menyatakan obat ini tidak berguna untuk Covid-19.
"Kecuali saat anda dites terbukti positif Influenza, yang amat jarang ditemukan di
Indonesia," tutur Zubairi.
Ada beberapa pilihan untuk antivirus. Ada Avigan atau Favipiravir dan Molnupiravir, serta Remdesivir. Lalu ada Plasma Konvalesen.
Terapi ini sama sekali tidak bermanfaat, pemberian plasma konvalesen juga mahal dan prosesnya lama. WHO
tentu tidak merekomendasikannya, kecuali dalam konteks uji coba acak dengan kontrol.
Serta yang terakhir ada Azithromycin. Obat ini juga tidak bermanfaat sebagai terapi Covid-19, baik skala ringan serta sedang. Kecuali ditemukan bakteri selain virus penyebab Covid-19 dalam tubuh Anda.
"Kalau hanya Covid-19, maka obat ini tidak diperlukan,"ujarnya. Di Indonesia sendiri, obat-obatan tersebut juga tidak tertera dalam daftar obat-obatan Covid-19 layanan telemedisine Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Obat dan vitamin berikut ini diberikan gratis bagi pasien positif Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri atau isoman.
Paket A untuk pasien tanpa gejala (OTG), terdiri dari multivitamin C, B, E, dan Zinc 10 tablet
Paket B untuk pasien bergejala ringan terdiri dari multivitamin C, B, E, dan Zinc 10
Tablet, Favipiravir 200mg 40 kapsul, atau Molnupiravir 200 mg - 40 tab dan parasetamol
tablet 500mg (jika dibutuhkan).
Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman menyebut obat Ivermectin tidak ada satu pun negara yang melegalisasinya sebagai obat covid-19.
Ia bahkan mengingatkan jika digunakan tanpa adanya basis sains akan berbahaya dan bisa
menyebabkan koma serta kematian.
Menurut Dicky semua ini berawal dari perusahaan riset Invermectin di Jepang, mengeluarkan sebuah rilis tentang potensi obat itu.
"Tapi salah diterjemahkan oleh satu media besar. Ia menyatakan bahwa fase tiga, dikira pada manusia ternyata bukan.
Ini masih jauh, sangat jauh. Dan terlanjur menyebar dan Invermectin menjadi obat
Covid-19,"kata Dicky.
Ia pun menekankan jika sekali lagi Invermectin adalah riset yang belum pada manusia.
Masih dalam penelitian laboratorium dan belum ada perubahan dengan 2 tahun lalu.
Masih jauh untuk bisa jadi rujukan.
"Masih tes tabung, antiviral apakah terhadap Covid-19 bisa bekerja efektif untuk Omicron. Dan itu masih jauh dari masalah dosis segala macam, sangat jauh dan ini tidak lah artinya sudah akan jadi obat atau enggak,"pungkasnya.(Tribun Network/ais/rin/wly)