WHO Perkirakan Angka Kematian Covid-19 Sebenarnya 15 Juta, Bukan 5 Juta seperti yang Dilaporkan
Hampir 15 juta orang di seluruh dunia meninggal dunia akibat pandemi Covid-19, menurut angka terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Hampir 15 juta orang di seluruh dunia meninggal dunia akibat pandemi Covid-19, menurut angka terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Dilansir Independent, perkiraan angka 15 juta dari WHO itu menunjukkan adanya jumlah "kematian berlebih" yang terkait langsung atau tidak langsung dengan pandemi.
Data yang dikumpulkan antara 1 Januari 2020 hingga 31 Desember 2021 menunjukkan angka kematian sekitar 14,9 juta orang.
Angka itu 13 persen lebih banyak daripada yang angka kematian yang diperkirakan terjadi selama periode dua tahun.
Direktur Jenderal WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan:
"Data serius ini tidak hanya menunjukkan dampak pandemi tetapi juga kebutuhan semua negara untuk berinvestasi dalam sistem kesehatan yang lebih tangguh yang dapat mempertahankan layanan kesehatan esensial selama krisis, termasuk informasi kesehatan yang lebih kuat."
Baca juga: Update Covid-19 Global 6 Mei 2022: Total Infeksi Covid-19 515.791.426 Kasus
Baca juga: Tak Ada Kaitan Vaksin Covid-19 dengan Penyakit Hepatitis Akut Misterius pada Anak
"WHO berkomitmen untuk bekerja dengan semua negara untuk memperkuat sistem informasi kesehatan mereka guna menghasilkan data yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan hasil yang lebih baik."
WHO percaya bahwa banyak negara yang meremehkan jumlah orang yang meninggal karena Covid-19, karena hanya 5,4 juta yang dilaporkan secara keseluruhan.
Sebagian besar kematian berlebih (84 persen) terkonsentrasi di Asia Tenggara, Eropa, dan Amerika, kata WHO.
Sekitar 68 persen kematian berlebih terkonsentrasi hanya di 10 negara secara global.
Juga ditemukan bahwa negara-negara berpenghasilan menengah menyumbang 81 persen dari 14,9 juta kematian berlebih selama periode 24 bulan.
Sebanyak 53 persen kematian ada di negara-negara berpenghasilan menengah-bawah dan 28 persen di negara-negara berpenghasilan menengah-atas.
Sementara itu negara berpenghasilan tinggi dan berpenghasilan rendah masing-masing menyumbang 15 persen dan 4 persen.
Angka kematian global juga mengungkap kematian lebih tinggi terjadi pada pria (57 persen), sementara wanita 43 persen.
Jumlah kematian lebih tinggi pada orang dewasa yang lebih tua.
"Pengukuran kematian berlebih merupakan komponen penting untuk memahami dampak pandemi," kata Dr Samira Asma, asisten direktur jenderal untuk data, analitik, dan pengiriman di WHO.
"Pergeseran tren kematian memberikan informasi kepada pembuat keputusan untuk memandu kebijakan untuk mengurangi kematian dan secara efektif mencegah krisis di masa depan."
"Karena investasi terbatas dalam sistem data di banyak negara, tingkat sebenarnya dari kelebihan kematian seringkali tidak terungkap."
"Perkiraan baru ini menggunakan data terbaik yang tersedia dan telah diproduksi menggunakan metodologi yang kuat dan pendekatan yang transparan."
Dr Ibrahima Socé Fall, asisten direktur jenderal untuk tanggap darurat, menambahkan:
"Data adalah dasar dari pekerjaan kami setiap hari untuk meningkatkan kesehatan, menjaga dunia tetap aman, dan melayani yang rentan."
"Kami tahu di mana kesenjangan data, dan kami harus secara kolektif mengintensifkan dukungan kami ke negara-negara, sehingga setiap negara memiliki kemampuan untuk melacak wabah secara real time, memastikan pengiriman layanan kesehatan penting, dan menjaga kesehatan populasi."
Perkiraan tersebut muncul berkat kolaborasi global yang didukung oleh kerja Kelompok Penasihat Teknis untuk Penilaian Kematian Covid-19 dan konsultasi negara.
Kelompok ini terdiri dari banyak pakar terkemuka dunia.
Mereka mengembangkan metodologi inovatif untuk menghasilkan perkiraan kematian yang sebanding bahkan ketika data tidak lengkap atau tidak tersedia.
"Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa bekerja sama untuk memberikan penilaian otoritatif tentang korban jiwa global akibat pandemi yang tidak tercatat."
"Pekerjaan ini merupakan bagian penting dari kolaborasi berkelanjutan UN DESA (Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial PBB) dengan WHO dan mitra lainnya untuk meningkatkan perkiraan kematian global," kata Liu Zhenmin, wakil sekjen PBB untuk urusan ekonomi dan sosial.
Stefan Schweinfest, direktur Divisi statistik UN DESA, menambahkan:
"Kekurangan data membuat sulit untuk menilai cakupan sebenarnya dari sebuah krisis, dengan konsekuensi serius bagi kehidupan masyarakat."
"Pandemi telah menjadi pengingat yang jelas tentang perlunya koordinasi sistem data yang lebih baik di dalam negara dan untuk meningkatkan dukungan internasional untuk membangun sistem yang lebih baik, termasuk untuk pendaftaran kematian dan peristiwa penting lainnya."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)