Studi: Covid-19 Sebabkan Kerusakan Otak pada 2 Bayi yang Terinfeksi Selama Kehamilan
Virus SARS-CoV-2 yang melintasi plasenta ibu dan menyebabkan kerusakan otak pada bayi yang mereka kandung.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MIAMI - Para Peneliti di University of Miami, Florida, Amerika Serikat (AS) melaporkan pada Kamis pekan lalu terkait apa yang mereka yakini sebagai dua kasus pertama yang dikonfirmasi, di mana virus SARS-CoV-2 melintasi plasenta ibu dan menyebabkan kerusakan otak pada bayi yang mereka kandung.
"Dokter sebelumnya menduga hal ini mungkin terjadi, namun hingga saat ini tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa virus corona atau Covid-19 ada di plasenta ibu atau otak bayi," kata tim tersebut.
Dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (14/4/2023), bayi-bayi itu lahir dari ibu muda yang dinyatakan positif terinfeksi virus tersebut selama trimester kedua pada puncak gelombang varian Delta pandemi 2020, sebelum vaksin tersedia.
Studi kasus ini diterbitkan dalam jurnal Pediatrics.
Perlu diketahui, beberapa virus diketahui mampu melintasi plasenta dan menyebabkan kerusakan otak janin, virus itu di antaranya Cytomegalovirus, Rubella, HIV dan Zika.
Baca juga: Kasus Covid-19 Terkendali, Kemenkes Tetap Anjurkan Vaksin Booster
Virus SARS-CoV-2 telah terdeteksi di jaringan otak orang dewasa, sehingga beberapa Ahli menduga itu juga dapat merusak jaringan otak janin.
"Ini adalah pertama kalinya kami dapat mendemonstrasikan virus dalam organ janin dengan saluran transplasental, itulah mengapa kami pikir ini sangat penting," kata Ketua Kebidanan dan Ginekologi di University of Miami, Dr Michael Paidas.
Bayi yang baru lahir itu mengalami kejang sejak hari pertama kehidupan.
Namun bayi yang lahir dari ibu pernah terinfeksi Covid-19 ini berbeda dengan bayi yang lahir terinfeksi virus Zika dengan kondisi mikrosefali.
Mikrosefali adalah kondisi yang ditandai dengan ukuran kepala yang kecil.
Baca juga: Presiden AS Joe Biden Umumkan Pencabutan Status Darurat Covid-19
"Sebaliknya, (pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi Covid-19), mikrosefali berkembang dari waktu ke waktu karena otak mereka berhenti tumbuh pada tingkat normal. Kedua bayi mengalami keterlambatan perkembangan yang parah. Salah satu anak meninggal pada usia 13 bulan, dan yang lainnya dirawat di rumah sakit," kata tim tersebut.
AhliNeonatologi dan Asisten Profesor Pediatri di University of Miami, Dr. Merline Benny mengatakan bahwa tidak satu pun dari bayi itu dites positif terkena virus SARS-CoV-2.
"Namun mereka memiliki tingkat antibodi Covid-19 yang tinggi dalam darah mereka," kata Dr. Benny.
Ia menekankan, hal itu menunjukkan bahwa virus tersebut telah berpindah dari ibu, melalui plasenta dan ke bayi.
Tim menemukan bukti adanya virus pada plasenta dua ibu itu.
"Otopsi otak anak yang meninggal mengungkapkan bahwa virus Covid-19 di otak, menunjukkan infeksi langsung yang menyebabkan luka tersebut," jelas Dr. Benny.
Adapun para ibu, meskipun keduanya dinyatakan positif terkena virus, satu wanita hanya memiliki gejala ringan dan melahirkan bayi cukup bulan.
Sementara yang lain mengalami gejala berat sehingga dokter harus melahirkan bayinya pada usia kehamilan 32 minggu.
Seorang Dokter Kandungan dan Ginekolog di University of Miami, Shahnaz Duara mengatakan bahwa ia meyakini kasus itu jarang terjadi.
Namun mendesak wanita yang telah terinfeksi selama kehamilan mereka untuk memberi tahu dokter anak mereka agar melakukan pemeriksaan jika terjadi keterlambatan perkembangan.
"Kita tahu bahwa hal-hal bisa sangat tidak kentara sampai usia tujuh atau delapan tahun, sampai anak-anak pergi ke sekolah," kata Duara.
Tim juga mendesak wanita yang sedang mempertimbangkan kehamilan untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19, dan mengatakan bahwa wanita hamil harus mempertimbangkan vaksinasi.
Kendati demikian, belum jelas apakah cedera yang disebabkan infeksi selama kehamilan itu hanya untuk varian Delta dari SARS-CoV-2 saja atau dapat terjadi pada varian Omicron.