Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mahyudin: Pemindahan Ibu Kota Negara Perlu Memperhatikan Asa Rakyat Bumi Etam

Pemindahan IKN juga harus disertai dengan komitmen yang tinggi untuk memaksimalkan potensi dan partispasi lokal.

Editor: Content Writer
zoom-in Mahyudin: Pemindahan Ibu Kota Negara Perlu Memperhatikan Asa Rakyat Bumi Etam
DPD RI
Wakil Ketua DPD RI Mahyudin 

TRIBUNNEWS.COM - Keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) di masa pemerintahan Presiden Jokowi patut diberi apresiasi yang tinggi, setelah silih berganti rezim berkuasa namun tidak mampu diwujudkan.

Alasan pemindahan IKN dikarenakan Jakarta dianggap sudah terlalu berat menanggung beban sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan dan jasa.

Kalimantan Timur (Kaltim) dipilih sebagai tujuan pemindahan IKN karena dianggap memiliki risiko bencana lebih minim dibanding daerah lain (banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan dan tanah longsor), letaknya di tengah wilayah indonesia, memiliki infrastruktur yang relatif lengkap,  serta lokasi Kabupaten PPU dan Kabupate Kukar berdekatan dengan wilayah perkotaan yang berkembang, yakni Samarinda dan Balikpapan, serta tersedia lahan 180 ribu hektar yang dikuasai oleh pemerintah pada dua kabupaten tersebut.

Berselang dua tahun lebih, sejak presiden Jokowi mengumumkan keputusan pemerintah untuk memindahkan IKN ke Kaltim, seakan menemui titik terang dengan dibentuknya Panitia Khusus (Pansus ) IKN oleh DPR RI untuk membahas RUU IKN bersama dengan pemerintah.

Menurut Wakil Ketua DPD RI Mahyudin, menarik bahwa RUU IKN tersebut menurut pemerintah melalui Bappenas mengatur ihwal pemindahan status IKN yang direncanakan pada semester awal Tahun 2024 dan bukan pemindahannya secara fisik.

Pemindahan IKN secara fisik sangat tergantung pada progres pembangunan fisik yang tahapannya tertuang dalam rencana induk (Master Plan) yang telah disusun oleh pemerintah.

Untuk itu, sebut Mahyudin, perlu adanya kepastian tahapan tersebut berjalan dengan baik melalui pengarusutamaan pembangunan infrastruktur IKN melalui politik penganggaran, utamanya yang bersumber dari APBN.

BERITA TERKAIT

Sementara itu, lanjutnya, untuk anggaran yang bersumber dari swasta perlu ada skema pembiayaan yang menarik agar swasta berminat untuk berinvestasi. Selain itu kesinambungan pembangunan IKN harus dapat dipastikan tetap berjalan pada rezim pemerintahan berikutnya yang diikat melalui regulasi setingkat undang-undang.

Pembangunan dan pemindahan IKN juga harus disertai dengan komitmen yang tinggi untuk memaksimalkan potensi dan partispasi lokal (bottom-up), karena partisipasi itu adalah bentuk penghargaan sekaligus pengakuan atas sumber daya lokal.

"Partisipasi itu bukan sekedar konsep yang mempuni di atas kertas, manis untuk dituturkan hingga membuai, yang pada akhirnya menimbulkan luka", ungkapnya.

Terlebih lagi, semua mata rantai pembangunan dan pemindahan IKN perlu memperhatikan, mendengar masukan, dan pandangan dari pemangku kepentingan khususnya rakyat Bumi Etam.

"Sebab meminggirkan ataupun meninggalkan sama dengan mencabut mereka dari tanah leluhurnya. Kita tidak ingin mereka hanya sekadar mengagumi kemegahan dan gemerlapnya IKN tanpa memberi mereka ruang yang cukup untuk berkontribusi karena itulah senyata-nyatanya kebanggaan yang semu," tuturnya.

Ia menegaskan bahwa pembangunan dan pemindahan IKN tidak hanya fokus pada kawasan yang masuk dalam wilayah IKN saja, karena IKN sendiri tidak berada di ruang yang hampa, juga bukan kota mandiri yang semua kebutuhan warganya dapat dipenuhi sendiri.

Tetapi IKN akan terhubung dan memiliki ketergantungan dengan daerah yang ada disekitarnya atau zona peyangga (Kota Balikpapan, Kabupaten PPU, Kabupaten Kukar dan Kota samarinda).

Maka itu, keberadaan zona penyangga memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung keberlangsungan IKN. Untuk itu perlu dihitung secara cermat dan rigid kondisi eksisting lingkungan (fisik, biologi dan sosial ekonomi) zona penyangga.

"Sehingga dengan demikian kita bisa memprediksi perubahan dan kemampuan daya dukung lingkungan pada kurun waktu tertentu sekaligus mampu menghasilkan kebijakan yang terintegrasi dengan kebijakan IKN," lanjutnya.

"Saya meminjam petuah yang dalam Bahasa Dayak Kayan berbunyi ‘Mejuq Mang Melak Perah”, kurang lebih berarti membangunlah tanpa meninggalkan luka," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas