DPR Minta Pembatalan Perda Pendidikan Dievaluasi Ulang
Pembatalan Peraturan Daerah (Perda) terkait pendidikan dinilai oleh DPR tidak sesuai dengan semangat Pemerintahan untuk memajukan pendidikan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembatalan Peraturan Daerah (Perda) terkait pendidikan dinilai tidak
sesuai dengan semangat Pemerintahan untuk memajukan pendidikan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih.
Abdul meminta Kementerian Dalam Negeri untuk mengevaluasi dan meninjau ulang Perda tersebut.
Dari antara 3.143 peraturan daerah (Perda) yang dibatalkan Kemendagri, 72 di antaranya mengatur terkait pendidikan.
Padahal sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menegaskan bahwa Perda yang dibatalkan hanya fokus pada persoalan investasi, retribusi, dan pajak.
Perda tentang Pendidikan yang dibatalkan, seperti Perda Nomor 14 Tahun 2003 Kabupaten Nias Sumatera Utara tentang Penyelenggaraan Pendidikan; Perda Nomor 4 Tahun 2010 Kepulauan Riau tentang Penyelenggaraan pendidikan Dasar dan Menengah di Kota Batam.
Perda Nomor 5 Tahun 2009 Kabupaten Sarolangun Jambi tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah Gratis serta Perda Nomor 5 Tahun 2014 Kabupaten Kayong Utara Kalimantan Barat tentang Pendidikan Gratis.
"Kalau kita ingin konsentrasi memajukan pendidikan dan menjamin selamat tidaknya generasi mendatang, pembatalan Perda yang mengayomi dan memberikan aturan tentang fungsi pendidikan di suatu daerah, perlu dievaluasi. Saya kira ini kontraproduktif dengan rencana besar dari Pemerintah," tegas Fikri di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, baru-baru ini.
Menurut politisi F-PKS itu, Kemendagri harus merujuk pada Undang-undang No 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan.
Selain, itu juga perlu dilihat UU No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Sebaiknya disinkronkan, atau kembali ke UU ini. Saya kira supaya tidak menimbulkan banyak hal dan konflik kepentingan sektoral, sebab perda dibentuk untuk mengakomodir kepentingan-kepentingan di daerah masing-masing. Apalagi yang bersifat sektoral, pendidikan misalnya," imbuh Fikri.
Politisi asal dapil Jawa Tengah itu menyarankan kepada Kemendagri untuk kembali ke peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Kemudian ia meminta Kemendagri lebih memperhatikan semua sektor.
"Kemendagri kan tidak hanya mengatur masalah Pemerintahan saja, tetapi juga ada sektor lain, seperti pendidikan. Kalau sektor pendidikan, kesehatan yang membangun ekonomi, sebagai standar untuk pembangunan indeks manusia, ini tidak terjaga, dapat berbahaya," tegas Fikri.
Fikri mengakui daerah bisa mengajukan bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun ia merasa hal ini bisa diselesaikan oleh Kemendagri. (Pemberitaan DPR RI).