Andi Akmal Pasluddin : "Pemerintah Harus Umumkan Semua Hasil Kajian Terkait Reklamasi Teluk Jakarta"
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai kebijakan melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta dapat memperparah kerusakan lingkungan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan Pemerintah khususnya Menko Maritim dan Gubernur DKI untuk melanjutkan mega proyek reklamasi Teluk Jakarta dapat berakibat pada kerusakan lingkungan.
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai kebijakan itu dapat memperparah kerusakan lingkungan.
Apalagi, lanjut Andi, minimnya transparansi pemerintah terkait dokumen hasil kajian sebagai basis akademik membuat masyarakat tidak dapat menilai layak atau tidaknya kebijakan yang pernah dibatalkan Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli.
"Kami minta Pemerintah, khususnya Menko Kemaritiman dan Gubernur DKI mengumumkan semua hasil kajian dari berbagai lembaga terkait kelayakan pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Pemerintah tidak mengkonsumsi sendiri hasil kajian sehingga masyarakat dapat menilai kelayakan kajian reklamasi itu,"tegas Akmal.
Akmal menambahkan moratorium reklamasi Teluk Jakarta telah diputuskan DPR dan Pemerintah yang sampai saat ini statusnya belum dicabut.
Selain itu, proses banding atas putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) berdasarkan Pergub Tahun 2004 Tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Pulau G sampai saat ini proses hukumnya belum selesai.
“Itu semuanya dilabrak dan menunjukan arogansi kekuasaan yang melecehkan hukum dan aturan kenegaraan,” jelas politisi F-PKS itu.
Adanya dua ketentuan hukum di atas, dijelaskan Akmal mengakibatkan segala aturan mengenai reklamasi menjadi tidak dapat dijadikan dasar bagi Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama melanjutkan reklamasi.
Menko Maritim juga jangan terlalu tergesa-gesa memberikan jaminan proyek reklamasi ini tetap dilanjutkan.
Aturan-aturan tersebut adalah Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang, Permen-KP No. 17 tahun 2003 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahkan keppres No. 52 tahun 1995 tentang Pantura Jakarta.
Oleh karena itu, Akmal menilai publik harus mencurigai adanya upaya untuk menutup hasil kajian yang menjadi dasar bagi tetap berjalannya reklamasi, yang diduga ada kepentingan pengusaha besar di negara ini.
“Pada tanggal 18 April lalu, saya sebagai Anggota Komisi IV sudah menyampaikan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan ketika Menko Maritim pada saat itu Rizal Ramli untuk mengumumkan penghentian sementara reklamasi. Saya meminta itu harus terarah pada moratorium permanen. Karena ke depannya akan ada upaya untuk melanjutkan reklamasi ini dengan berbagai upaya baik tekanan politik maupun tekanan ekonomi,” jelasnya.
Akmal menegaskan, pada dasarnya setiap undang-undang yang mengatur persoalan reklamasi di Indonesia selalu bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan, yakni mengendalikan arus air laut yang mengakibatkan abrasi atau erosi pantai atau pembentukan pulau untuk konservasi perlindungan satwa dan tanaman.
“Ini menunjukkan bahwa reklamasi dapat dilakukan apabila dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase,” ucap Akmal.
Namun, lanjut Akmal, yang direncanakan Gubernur Jakarta Ahok beserta kelompok pengusaha besarnya yang didukung Menko Maritim, telah memperlihatkan bahwa tujuan reklamasi ini untuk tujuan properti yang telah dipasarkan hingga ke negeri Tiongkok.
“Sudah hentikan saja reklamasi ini. Menko Maritim dan Gubernur DKI jangan membuka diri untuk mendatangkan bencana besar di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Alam tidak akan tinggal diam jika pemimpin dan masyarakat di negeri ini terus melawan hukum dan semena-mena menyengsarakan rakyatnya”, pungkas Andi Akmal Pasluddin. (Pemberitaan DPR RI)