Soal PHK, Komisi IX Minta Keterangan PT Freeport dan Redpath
Komisi IX DPR mempertanyakan pekerja PT Freeport dan PT Redpath yang diberhentikan (PHK) serta disebarkan nama-nama yang diberhentikan melalui email.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi IX DPR mempertanyakan pekerja PT Freeport dan PT Redpath yang diberhentikan (PHK) serta disebarkan nama-nama yang diberhentikan melalui email ke 96 perusahaan kontraktor yang ada di Papua agar mereka tidak diterima bekerja.
Hal ini mengemuka pada rapat dengar pendapat umum dengan DPRD Papua beserta perwakilan Serikat Pekerja dari PT Freeport dan PT Redpath, Selasa (22/11/2016) di gedung DPR.
Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pihaknya akan memanggil pihak pemerintah dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja dan semua pihak terkait termasuk memanggil ulang pihak perusahaan PT Freeport dan PT Redpath untuk dimintai keterangan.
“Kita panggil Kementerian Tenaga Kerja beserta Direktorat Pengawasan Tenaga Kerja dan Hubungan Indrustrial, karena mereka yang berwenang dalam hal ini. Selain itu, kita juga akan panggil kembali PT Freeport dan PT Redpath untuk menanyakan bagaimana cara mereka menyelesaikan masalah, karena kami belum mendapatkan laporan resmi, kami harus mendengar kedua belah pihak,” ujarnya usai memimpin rapat.
Politisi Fraksi PAN itu juga menegaskan pihaknya akan terus mempelajari kasus ini dan melihat kepada undang-undang apakah ada peraturan yang dilanggar.
Senada dengan Saleh, Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini mengatakan masalah ini seharusnya tugas dan kewenangan Kemenaker, apabila dilevel provinsi tidak dapat diselesaikan. Apalagi, perselisihan hubungan industrial sudah memakan waktu hingga 2 tahun dan merugikan banyak pihak.
“Harusnya yang melakukan ini Kemenaker, tapi kami bisa mediasi karena ini menyangkut nasib 125 pekerja yang diperlakukan semena-mena, ini juga fungsi kami untuk melindungi para pekerja. Kami akan memanggil kembali PT Freeport dan PT Redpath untuk duduk bersama menyelesaikan masalah ini,” ungkapnya.
Sebelumnya, perwakilan Serikat Pekerja Papua Yasaya menjelaskan, PHK yang dilakukan terhadap 125 pekerja tidak sesuai dengan prosedur.
“Kami sudah menempuh semua jalan untuk menyelesaikan masalah ini tapi tidak didengar oleh pihak perusahaan, makanya kami pikir jalan terakhir mengadu ke DPR,” ungkapnya.
Pihaknya berharap pertemuan dengan DPR memberikan solusi yang tepat.
“Masalah tersebut merupakan persoalan besar. PHK ini menambah tingkat kemiskinan di Papua, karena 125 pekerja yang di PHK belum mendapat pekerjaan karena email yang dikirim orang asing ke 96 perusahaan kontraktor agar tidak menerima mereka bekerja, bahkan ada 4 orang yang meninggal dunia,” tuturnya.
“DPRD Papua juga sudah membentuk Panitia Khusus untuk kasus tersebut agar tidak ada lagi yang berteriak tidak puas dengan negeri ini. DPRD bahkan telah memebentuk Pansus untuk mengawal dan memberi advokasi terhadap kasus tersebut,” tambahnya. (Pemberitaan DPR RI).