Sekjen KPP RI Ungkap Pentingnya Penempatan Perempuan Sebagai Aktor Perubahan
Sekjen KPP RI Luluk Nur Hamidah menilai bahwa penempatan perempuan sebagai aktor perubahan, khususnya dalam pelestarian lingkungan adalah hal yang san
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPP-RI) Luluk Nur Hamidah menilai bahwa penempatan perempuan sebagai aktor perubahan, khususnya dalam pelestarian lingkungan adalah hal yang sangat penting.
Menurutnya, setiap kebijakan memiliki dampak kepada kehidupan dan juga kesejahteraan perempuan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kehidupan kita secara keseluruhan.
“Sebenarnya hubungan perempuan dengan lingkungan hidup sangat dekat, sangat intim. Nyaris aktivitas perempuan itu dipengaruhi seberapa berkualitas lingkungan hidup dan sebaliknya aktivitas perempuan, suka atau nggak suka, karena sebagian masih melakukan kerja kerja dalam rumah tangga atau domestik, maka dia juga punya peran untuk menyumbangkan sisi bisa baik bisa buruk terkait dengan lingkungan hidup,” terang Luluk dalam talkshow KPP-RI bertema “Peran Strategi Perempuan dalam Pelestarian Lingkungan Hidup”, di Gedung Nusantara V, Senayan, Jakarta, Rabu (10/3/2021).
Menurutnya, lingkungan hidup yang tidak bagus akan menyumbangkan kemiskinan kepada perempuan. Lebih menariknya, ketika ditarik pada isu yang lebih besar, seperti alih fungsi lahan besar-besaran dan terjadi konflik agraria, itu biasanya perempuan mengalami kondisi yang jauh lebih terpuruk dari dampak adanya konflik agraria.
Dia melihat itu disebabkan perempuan belum dilihat sebagai aktor yang sangat penting ketika melakukan proses-proses seperti mediasi, conflict resolution, bahkan sampai pada hak-hak pemenuhan korban.
“Jadi perspektif perempuan itu jarang yang dihitung. Misalnya, kalkulasi dampak itu seberapa besar sih. Maka, perspektif perempuan itu kan harusnya ikut kehitung, bahwa setiap konflik itu ketika berkaitan dengan perempuan maka harus dilihat bagaimana kondisi kesehatan, bagaimana kemudian dampak secara emosional psikologis, kemudian hilangnya pekerjaan, kemudian keamanan, itu kan nggak kehitung,” ungkap politisi PKB itu.
Dia melanjutkan, pada daerah yang mengalami konflik agraria, tak jarang juga terjadi pelanggaran hak asasi yang dialami oleh perempuan. Ketika terjadi alih fungsi lahan yang sangat masif, menurutnya dampak pada lingkungan juga akan mengikuti.
Salah satunya bencana yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia seperti Kalimantan. Hal tersebut tidak sekadar karena anomali cuaca, melainkan ada faktor pemicu di balik anomali kondisi cuaca.
“Nah perubahan iklim juga berpengaruh pada pertanian, berpengaruh pada sektor perikanan, dan secara umum berpengaruh pada tingkat kesehatan manusia. Perempuan pasti yang paling merasakan, sebenarnya dan menjadi pihak yang bisa dikatakan sebagai korban dari semua kebijakan lingkungan hidup kalau nggak benar,” lanjutnya.
Wakil rakyat asal Jawa Tengah IV itu menjelaskan, perempuan perlu mulai sadar pada politik dan kemudian terlibat, baik sebagai pemimpin dalam perjuangan environments atau untuk ecology justices, menjadi penggerak ataupun bagian yang selalu melakukan pendidikan dan konsolidasi di lingkungan komunitas.
“Jadi mainstreaming gender dalam kebijakan lingkungan hidup itu harus berada di dalam area perempuan. Perempuan tidak boeh lagi dong berjarak sama politik, karena apa? This is about us. Ini terkait dengan kehidupan kita, keluarga kita, masa depan kita, anak anak kita, dan seterusnya,” jelas Luluk.(*)