Terima RUU APBN dari Presiden, Ketua DPR Ingatkan Pemerintah Jaga Rasio Utang
Penyerahan pengantar RUU APBN 2022 dan Nota Keuangannya disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidan
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPR RI Puan Maharani menerima Pengantar RUU tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya dari Presiden Joko Widodo. Puan menyampaikan sejumlah catatan kepada pemerintah terkait fungsi anggaran DPR yang akan difokuskan pada pembahasan Rancangan APBN (RAPBN).
Penyerahan pengantar RUU APBN 2022 dan Nota Keuangannya disampaikan Presiden Jokowi dalam Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2021-2022 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Wapres KH Ma’ruf Amin dan sejumlah jajaran Kabinet Indonesia Maju turut hadir.
Pada masa sidang sebelumnya, DPR RI bersama Pemerintah telah membahas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2022.
“Dalam pembahasan tersebut, DPR RI dan Pemerintah menyadari bahwa RAPBN 2022 akan disusun di tengah situasi ketidakpastian yang tinggi karena disebabkan oleh Pandemi Covid-19. Oleh karena itu diperlukan berbagai antisipasi fiskal pada APBN Tahun Anggaran 2022,” kata Puan.
Dalam kesempatan itu, Puan menyinggung soal pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 yang terkontraksi hingga negatif 2,07 persen, year on year. Selain itu juga soal angka kemiskinan Indonesia pada Maret 2021 yang kembali meningkat menjadi dua digit sebesar 10,14 persen atau bertambah 1,12 juta orang jika dibandingkan Maret 2020.
“Dari sisi ketenagakerjaan, BPS mencatat lonjakan tingkat pengangguran dari 4,94 persen pada Februari 2020 atau sebelum pandemi, menjadi 6,26 persen pada Februari 2021 atau bertambah sebanyak 1,82 juta jiwa. Angka-angka ini menunjukkan begitu luar biasanya dampak pandemi ini terhadap penurunan derajat kesejahteraan rakyat,” jelas Puan.
Menurut perempuan pertama yang menjabat Ketua DPR ini, penurunan derajat kesejahteraan rakyat bisa jauh lebih dalam apabila tidak direspons cepat oleh Pemerintah melalui langkah extraordinary policy dan kebijakan countercyclical di sepanjang tahun 2020.
Puan pun menegaskan, DPR mendukung langkah Pemerintah yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020, termasuk Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang masih dijalankan Pemerintah hingga saat ini.
“Namun demikian Pemerintah agar terus melakukan berbagai perbaikan kinerja dalam mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program pemerintah, sebagaimana yang telah dibahas dan direkomendasikan dalam rapat-rapat Komisi maupun AKD (alat kelengkapan dewan) lainnya bersama Pemerintah,” sebutnya.
Puan mengingatkan, rakyat semakin membutuhkan kehadiran kebijakan dan program Pemerintah yang efektif dalam memberikan perlindungan baik dalam bidang kesehatan, sosial dan ekonomi. Dijelaskannya, tahun 2021 yang merupakan tahun kedua pandemi Covid-19 masih menjadi faktor utama yang mempengaruhi aktivitas kehiduan sosial dan ekonomi rakyat.
“Saat ini kita menghadapi gelombang kedua atau second wave serangan pandemi Covid-19, yang sebelumnya telah dialami oleh beberapa negara. DPR dapat mengapresiasi upaya Pemerintah, yang telah mengutamakan keselamatan hidup rakyat, dengan menjalankan pembatasan kegiatan masyarakat yang lebih ketat,” terang Puan.
Meski begitu, pemerintah diminta untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi terhadap kondisi sosial dan ekonomi di balik kebijakan yang dibuat. Puan menyebut, sebenarnya aktivitas ekonomi Indonesia sudah mulai bertumbuh pada Kuartal I dan II Tahun 2021.
“Ekonomi kita sudah berada pada trajektori (lintasan) pemulihan. Pertumbuhan Ekonomi pada kuartal I-2021 sebesar 0,74% year on year sedangkan pada kuartal II-2021 Pertumbuhan Ekonomi mencapai 7,07% year on year,” ujarnya.
Pada Kuartal III-2021, kata Puan, dapat diperkirakan laju pertumbuhan ekonomi akan kembali tertekan dengan adanya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat). Trajektori (lintasan) pemulihan ekonomi 2021 tersebut dinilai dapat menjadi acuan dalam merancang dan menyusun antisipasi fiskal pada tahun anggaran 2022.