Sepak Bola Inggris Cita Rasa Italia
Fergie berkomentar, “Inzhagi telah offside sejak di dalam kandungan ibunya.”
Editor: Dahlan Dahi
Ulasan dr Willy Kumurur,
penikmat bola,
tinggal di Makassar
TRIBUNNEWS.COM - Mimpi hanyalah sebagai akibat dari pengaruh mekanisme fisik dan cermin dari gejala jiwa yang dialami seseorang. Demikian ujar Sigmund Freud, nenek moyangnya psikoanalisis.
Namun “murid”nya, Carl Gustav Jung, tak sependapat. Bagi Jung, mimpi adalah upaya memanipulasi reaksi terhadap lingkungan dengan persona sebagai pemeran subyek dalam mimpi; dan impian indah adalah bayang-bayang pengalaman surgawi.
Bagi Ashley Cole, salah satu punggawa Three Lions Inggris, bayang-bayang pengalaman surgawi itu adalah Inggris tampil di puncak takhta singgasana bola Benua Biru.
"Rasanya seperti ada urusan yang belum beres. Kami bermain untuk negara kami dan hal itu sudah merupakan hal yang luar biasa, namun kami bermain untuk menang," katanya sambil terus bermimpi.
Wayne Rooney, si penggemar buku Harry Potter and The Philosopher’s Stone (Harry Potter dan Batu Bertuah) telah kembali ke panggung dan langsung menghempaskan Ukraina dengan gol semata wayangnya.
Dengan imajinasi batu bertuah itu Rooney kembali diandalkan oleh Roy Hodgson untuk mengunyah pizza Italia.
Tim Azzuri – Italia, tak gentar dengan gertakan Tiga Singa. “Sepakbola Inggris sekarang bercita rasa Italia,” kata palang pintu Leonardo Bonucci.
“Kehadiran Fabio Capello di timnas Inggris, Roberto Mancini bersama Manchester City, Carlo Ancelotti, Roberto di Matteo, Gianfranco Zola dan Claudio Ranieri telah mengubah gaya permainan Tiga Singa. Inggris sekarang lebih mirip Italia. Itu berkat Capello dan semua manajer asal Italia di Liga Primer Inggris. Pertahanan mereka lebih baik, dan menerapkan strategi serangan balik. Kami harus berhati-hati melawan mereka. Sementara, kami telah merevolusi sistem dan falsafah permainan kami.”
Manajer Mancester United (MU), Sir Alex Ferguson, pernah mengagumi Italia, terutama Filippo Inzhagi.
Sayang, Inzhagi –legenda AC Milan- tak masuk pasukan Cesare Prandelli. Ketajamannya diimbangi dengan kelihaiannya menghindar dari perangkap offside.
Kelicinan Inzhagi untuk selalu lolos dari perangkap yang dipasang MU, sampai Fergie berkomentar, “Inzhagi telah offside sejak di dalam kandungan ibunya.”
Revolusi yang dilakukan Pelatih Italia, Cesare Prandelli, seperti yang diberitakan La Gazzetta dello Sport Italia, bertumpu pada striker bertalenta dan teknik tinggi yang ada dalam diri Balotello, Cassano dan Di Natale tanpa penyerang tengah klasik.
Prandelli tak lagi memainkan catenaccio, sistem permainan grendel alias defensif sebagaimana trademark Azzuri. Diilhami oleh astronom masyhur Nicolaus Copernicus, ilmuwan Polandia yang dibesarkan di Italia, terkenal dengan teorinya bahwa bumi berputar pada poros, Prandelli mereformasi pasukannya.
Tanpa Inzhagi, Italia tetap menggigit. “Kami bermain dengan model Barcelona, namun berirama Copernicus” sahut Prandelli. Maka, amat beralasan, bila seorang suporter Italia berkata, “Jika Tiga Singa ingin makan pizza, kita suguhi mereka spageti.”
* Tulisan ini dimuat di harian Tribun Timur, Makassar