Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisah Petugas Haji, Antar Nasi Bungkus 2.5 km dari Hotel ke Terowongan Jarwal Masjidil Haram

Banyak cerita suka duka jadi petugas pelayanan di puncak musim haji di Masjidil Haram,

Editor: Anita K Wardhani
zoom-in Kisah Petugas Haji, Antar Nasi Bungkus 2.5 km dari Hotel ke Terowongan Jarwal Masjidil Haram
TRIBUNNEWS.COM/THAMZIL THAHIR
Ridwan Jumhar Ismail, meneteng nasi bungkus untuk lima sejawat shift tugasnya dari Sektor 4 ke Terowongan Jarwal, Masjidil Haram, sejauh 2,5 km. Petugas BKO dari Birr Ali Madinah ini bertugas 12 jam di Haram, namun tak dapat jatah makan karena di lapangan 

TRIBUNNEWS.COM, MADINAH - Banyak cerita suka duka jadi petugas pelayanan di puncak musim haji di Masjidil Haram, Makkah Al Mukarramah.

Berikut salah satu kisahnya.

Pukul 15.00 Waktu Arab Saudi (WAS), lima petugas haji nonkloter dari Sektor Birr Ali, Daerah Kerja Madinah, dapat tugas tambahan di Sektor Khusus Terowongan Jarwal, Masjidil Haram.

Baca juga: Ketua PPIH Imbau Jemaah Haji Tidak Memaksakan Salat Jumat di Masjidil Haram

Kelima petugas itu antara lain; Muharrami, Asep Wildan, Doni, dan Ridwan.

Mereka adalah gabungan dari petugas layanan ibadah, dan layanan jamaah lanjut usia.

Mereka akan tugas untuk shift II, pukul 13.00 hingga pukul 00.00 WAS dini hari.

Bukan 8 jam, masa tugas mereka dan 800-an pwtugas nonkloter  nyaris 12 jam.

Berita Rekomendasi

Karena berangkat selepas waktu makan siang, mereka pun tak sempat menikmati makan malam.

Baca juga: Jelang Puncak Haji, Arafah dan Muzdalifah Catat Suhu Tertinggi di Arab Saudi, 45 Derajat Celcius

"Ya, ini sudah empat hari begini. 1 shitf tugas, empat yang berangkat duluan, 1 orang menyusul setelah jatah nasi bungkus makan malam datang ke hotel," kata Ridwan Jumhar Ismail, satu regu team Birr Ali.

Ridwan bertemu Tribun tanpa terjadwal di terminal bus shalawat Sektor 4 Shysyah, selatan Haram.

Ridwan berjalan kaki sekitar 500 meter dari hotel ke terminal bus.

Dia menenteng bundelan nasi, berisi 6 bungkus alumunium foil, dan 10 botol air.

Dari terminal, Ridwan naik bus sekitar 2 km ke terminal Syb Amir.

Nah, perjuangan kedua baru dimulai.

Atas nama solidaritas, dia menenteng bungkusan yang kira-kira seperempat dari berat badannya, dengan berjalan sakitar 1,7 km ke Terowongan Jarwal.

Karena berseragam PETUGAS HAJI INDONESIA, dia harus memilih risiko jadi "general affair staff" para jamaah.
Tribun pun coba mengikuti Ridwan.

Dan betul, sepanjang 1 km perjalanan, setidaknya ada 4 jamaah yang datang bertanya, meminta pertolongan, atau melapor mereka kesasar.

"Inilah risiko jadi petugas haji. Harus bisa jadi solusi untuk semua keperluan jamaah. Sampai istri atau suami jamaah yang kesasar kita juga  yang harus cari."

Dan, betul saja. Dua menit berselamg, saat melintasi proyek ekspansi ketiga Masjidil Haram, seorang jemaah dari Banjarmasin, datang meminta tolong.

"Pak tolong, saya kehilangan istri disini. Saya bilang saya wudhu dulu, sebentar. Eh pas saya keluar, dia sudah hilang," kata Zainal Hakim bin Arsyad, jamaah paruh baya.

Untuk meminimalisasi kecelakaan atau membantu penyeberangan para jemaah, petugas haji menjadwalkan piket petugas penyeberangan jalan.
Untuk meminimalisasi kecelakaan atau membantu penyeberangan para jemaah, petugas haji menjadwalkan piket petugas penyeberangan jalan. (Tribun jabar/syarif)

Dia tak tahu harus mencari istrinya dimana lagi, sabab dua ponselnya, disimpan oleh istrinya, saat dia mau masuk ke toilet dan tempat wudhu.

Belakangan, karena risih, si jamaah meminta petugas membantu jamaah lain.

Belum lagi, permintaan jamaah Banjar selesai, sejawat petugas lain, datang melapor.

"Itu ada jamaah Madura, kesasar. Tak bawa  kartu Identitas, tak ada telepon, dan tak bisa bahasa Indonesia."
Satu petugas lain, Doni pun mengecek gelang perak. Nama si jamaah, Syamsuddin Ahmad Safii. 

Dia kloter 6 Surabaya, asal Pamekasan.

Ternyata, jamaah di sampingnya yang juga tak bisa bahasa Indonesia, juga jamaah asal Madura, jamaah Kloter 7 SUB.

"Kan Bapak tidak tanya saya, hanya tanya bapak Kloter 6 ini, saya kan tetangga hotel juga." kata jamaah Madura lain yang temgah menunggu azan Isya.

Mendengar jawaban polos ala haji Madura itu, para petugas yang sudah kelaparan, kontan tertawa.
Nasi bungkus bawaan dari hotel pun diberikan di dekat Terowongan Jarwal.

"Kalau kami tak peduli teman, susah ini dapat makan di Haram," kata Doni.

Soal petugas tak dapat jatah makan saat di kawasan Haram, ternyata jadi temuan Irjen Kemenag RI, Faisal Ali Hasyim.

Pak Irjen juga menemukan fakta, bahwa banyak petugas PPIH non-kloter dan piket petugas kloter yang tidak sempat sarapan, makan siang, dan malam selama 12 jam bertugas.

"Ya, betul tadi saya banyak dapat masukan petugas disini. Kasihan mereka tak dapat jatah makan, karena katerimg drop di hotel." ujarnya saat memantau langsung operasi petugas di Terminal Syb Amir.

Guna memfollow up, temuan soal jatah makan petugas itu, dia langsung mengirim pesan ke kepala Kadaker Mekkah.

"Nah, ini kan kau lihat WA saya ke Kadaker Mekkah," ujarnya sambil memperlihatkan screen pesannya ke kadaker.

Otoritas pelayanan haji Indonesia, menambah 400 personel, menyusul kian padatnya kawasan Masjidil Haram Mekkah, tiga hari terakhir.

Setidaknya 400-an petugas dari Panitia Penyelenggara Haji Indonesia (PPIH) Daerah Kerja Madinah, mulai Rabu (21/6/2023) pagi ini, diperbantukan melayani jamaah yang akan menunaikan ibadah thawaf.

"Untuk petugas di area lantai dasar (Masjid Haram), Pos 1 Haram, harus menyesuaikan. Masuk dengan pakaian ihram, tapi bercelana dalam," kata Kepala Sektor Khusus Masjid Nabawi M Jasaruddin, saat apel pagi di Sektor IV Mekkah, hari ini.

 
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas