MUI Nilai Besaran Biaya Haji Rp 56 Juta Sudah Proporsional
Pemerintah dan DPR telah menyepakati biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang perlu dibayarkan oleh calon jemaah sebesar Rp 56 juta.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dan DPR telah menyepakati biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) yang perlu dibayarkan oleh calon jemaah sebesar Rp 56 juta.
Menanggapi penetapan Bipih tersebut, Wakil Ketua Wantim MUI Zainut Tauhid Sa'adi menilai biaya yang ditetapkan tersebut sudah cukup proporsional.
"MUI berpandangan bahwa besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1445 H/2024 M untuk jemaah haji reguler sebesar Rp 93,410.286, sudah cukup proporsional," ujar Zainut melalui keterangan tertulis, Selasa (28/11/2023).
"Artinya Bipih atau beban biaya yang harus ditanggung oleh jemaah haji dengan subsidi dari nilai manfaat cukup berimbang," tambah Zainut.
Baca juga: Biaya Haji Tahun 2024 Ditetapkan Naik Jadi Rp93,4 Juta, Ini Rincian Komponennya
Menurut Zainut, skema BPIH harus memperhatikan dua aspek, yaitu keadilan dan keberlanjutan.
Komposisi Bipih, yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat harus dihitung secara proporsional dan berkeadilan.
Zainut mengatakan langkah ini untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis.
"Kita semua mesti tahu bahwa nilai manfaat itu bukan hanya milik jemaah yang tahun ini berangkat, tapi hak seluruh jemaah yang telah membayar setoran awal dan mereka masih menunggu antrian berangkat hingga 40 tahun," ungkap Zainut.
Pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022, kata Zainut, terus mengalami peningkatan.
Penggunaan nilai manfaat pernah mencapai angka hingga 59 persen pada tahun 2022.
Peningkatan ini karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji tahun 2022/1443 H di saat jemaah haji sudah melakukan pelunasan Bipih.
"Kondisi seperti ini, menurut hemat kami sudah tidak normal. Kami mendorong agar nilai manfaat digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan," tutur Zainut.
Zainut menilai kinerja BPKH belum menunjukkan hasil yang optimal sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat yang ideal.
"Jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan nilai manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada tahun 2027," jelas Zainut.
Hal ini, menurut Zainut, dapat menyebabkan jemaah haji tahun 2028 harus membayar penuh BPIH.
"Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat dari simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun," pungkas Zainut.
MUI meminta kepada Kemenag untuk lebih meningkatkan pelayanan dan perlindungannya kepada jemaah haji Indonesia.
Sebelumnya, Kementrian Agama dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) atau Biaya Haji 2024 / 1444 H sebesar Rp 93,4 juta.